Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dan negara-negara lain di dunia berimbas pada tekanan bisnis perusahaan jasa transportasi darat yakni pengelola taksi seiring dengan adanya pembatasan sosial dan mobilitas masyarakat yang mengurangi permintaan jasa transportasi.
Kondisi ini terungkap dari pernyataan manajemen dua perusahaan jasa taksi di Indonesia yakni perusahaan milik keluarga Djokosoetono, PT Blue Bird Tbk (BIRD) dan perusahaan taksi milik pengusaha Peter Sondakh yakni Taksi Express yang dioperasikan PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI), dalam laporan keuangan publikasi.
Sebagai perusahaan publik, BIRD sudah menyampaikan laporan keuangan Desember 2020 dan kuartal I-2021, sementara TAXI baru melaporkan Desember 2020.
BIRD
Berdasarkan laporan keuangan publikasi, pendapatan Blue Bird turun 46% menjadi Rp 480,05 miliar dari kuartal I-2020 yakni Rp 885,18 miliar.
 Foto: Lapkeu BIRD 31 Maret 2021 Lapkeu BIRD 31 Maret 2021 |
Pendapatan terbesar yakni berasal dari jasa kendaraan taksi sebesar Rp 347,72 miliar dari sebelumnya Rp 692,07 miliar atau ambles 50%.
Dengan demikian, BIRD masih menderita rugi bersih di Maret 2021 yakni Rp 28,25 miliar, berbalik dari laba bersih Maret 2020 sebesar Rp 13,74 miliar.
Sebagai perbandingan, tahun lalu, BIRD membukukan kerugian bersih Rp 161,35 miliar, berkebalikan dari laba bersih di tahun sebelumnya Rp 314,56 miliar.
Pendapatan BIRD tahun lalu juga turun hampir 50% menjadi sebesar Rp 2,04 triliun dari tahun sebelumnya Rp 4,04 triliun.
Berdasarkan pernyataan resmi di laporan keuangan Q1-2021, manajemen BIRD mengakui pandemi Covid-19 di global memang mempengaruhi operasi Grup serta pelanggan dan pemasok Grup BIRD.
Dampak tersebut bergantung pada beberapa perkembangan tertentu di masa depan yang tidak dapat diprediksi pada saat ini, termasuk durasi penyebaran wabah, kebijakan ekonomi dan kebijakan lainnya yang diterapkan Pemerintah untuk menangani ancaman Covid-19, serta dampak faktor-faktor tersebut terhadap pegawai, pelanggan dan pemasok Grup BIRD.
"Grup memahami kondisi tersebut dan telah mengambil berbagai alternatif untuk pengelolaan sumber daya dan melaksanakan operasi perusahaan dengan hati-hati (prudent) dengan meninjau kembali serta memitigasi secara maksimal dampak terhadap keberlanjutan usaha," tulis manajemen BIRD, dikutip CNBC Indonesia, Sabtu (26/6).
Manajemen menegaskan, "Grup berpendapat bahwa dampak pandemi ini tidak akan permanen, dan pada tanggal penerbitan laporan keuangan ini [Maret 2021] dampak dari pandemi Covid-19, belum mengganggu signifikan keberlanjutan usaha serta tidak mengakibatkan peningkatan signifikan risiko kredit. Grup masih melayani pelanggan secara normal. Laporan keuangan disusun dengan dasar keberlangsungan hidup usaha (going concern)."
Manajemen BIRD menegaskan akan terus memantau secara seksama operasi, likuiditas dan sumber daya yang dimiliki, serta bekerja secara aktif untuk mengurangi dampak saat ini serta mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko dan ketidakpastian di masa depan.
Ketua Umum DPD Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan, mengatakan bahwa operasional angkutan darat memang tidak dalam kapasitas penuh. Banyak armada yang menganggur akibat adanya pengetatan mobilitas masyarakat.
Dia mencontohkan, seperti usaha taksi. Banyak mobil taksi menganggur karena permintaan yang minim.
"Contoh misalnya, satu perusahaan taksi memiliki armada sampai 1.000 unit mobil, paling yang terpakai hanya 100 unit, nah 900-nya gimana? Kalau dibiarkan, akan jadi bangkai. Paling yang beroperasi sekarang rata-rata 15% dari armada yang dipunya," paparnya, dikutip Sabtu (26/6).
NEXT: Nasib Taksi Express, Efek Taksi Online
Setelah kondisi Blue Bird tergambarkan dari laporan keuangan Q1-2021, berikutnya adalah kondisi Taksi Express yang sebelumnya melakukan restrukturisasi utang setelah terjadi gagal bayar surat utang.
Kondisi TAXI sebetulnya sudah tertekan sejak sebelum pandemi mengingat kondisi penundaan bayar bunga obligasi I tahun 2014 dilakukan pada 26 Maret 2018.
Bahkan lembaga rating PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) pada awal 2019 sudah menarik peringkat TAXI dan Obligasi I/2014 sesuai dengan permintaan perusahaan. Analis PT Pefindo Yogie Surya Perdana dan Martin Pandiangan dalam informasi di situs resmi Pefindo mengatakan dengan penarikan peringkat tersebut, maka Pefindo kini tidak akan lagi memantau peringkat TAXI dan obligasinya yang beredar.
Peringkat terakhir perusahaan adalah idSD (selective default), sementara rating obligasinya yakni idD (default/gagal bayar).
TAXI
Terkait dengan kinerja, pada Desember 2020 pendapatan TAXI ambles 84% menjadi Rp 21,54 miiar, dari tahun 2019 sebesar Rp 134,25 miliar. Rugi bersih berkurang 81% menjadi Rp 53,13 miliar dari tahun sebelumnya rugi bersih Rp 275,50 miliar.
Pendapatan terbesar dari kendaraan taksi Rp 15,34 miliar, dari sebelumnya Rp 96,11 miliar, sewa kendaraan Rp 3,58 miliar dari sebelumnya Rp 27,87 miliar, suku cadang naik menjadi Rp 514,27 juta dari sebelumnya hanya Rp 4,42 juta, dan lainnya Rp 2,10 miliar dari Rp 5,85 miliar.
 Foto: Lapkeu TAXI 31 Desember 2020 Lapkeu TAXI 31 Desember 2020 |
Manajemen TAXI dalam laporan keuangan 2020 menyatakan Grup TAXI telah dan mungin terus dipengaruhi oleh penyebaran virus Covid-19 yang dimulai awal 2020 dan telah menyebar ke negara-negara termasuk Indonesia.
Peningkatan jumlah infeksi Covid-19 yang signifikan atau penyebaran yang berkepanjangan dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia dan Grup yang mungkin akan menghadapi risiko pada penghasilan, arus kas, dan keadaan keuangan.
"Namun risiko masa depan juga akan tergantung pada efektivitas dari respons terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah," tulis manajemen TAXI.
Grup mengalami kerugian berulang yang menyebabkan defisit sebesar Rp 1,45 triliun dan defisiensi modal sebesar Rp 520,32 miliar pada 31 Desember 2020.
"Jumlah liabilitas jangka pendek konsolidasian grup melampaui jumlah aset lancar konsolidasinya sebesar Rp 422,75 miliar, kondisi tersebut mengindikasikan adanya suatu ketidakpastian material yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan grup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya," jelas manajemen TAXI.
Terkait dengan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), manajemen TAXI telah mengambil langkah-langkah keberlangsungan bisnis untuk mengurangi dampak pandemi Covid-19 saat ini terhadap operasional dan kinerja bisnis perseroan.
Manajemen juga akan terus memantau perkembangan wabah Covid-19 ini serta terus mengevaluasi dampaknya di masa mendatang terhadap kinerja keuangan Grup.
"Operasi Grup telah terpengaruh oleh kondisi keuangan dan bisnis saat ini. Persaingan di industri layanan transportasi darat semakin tinggi baik dengan perusahaan transportasi sejenis maupun dengan perusahaan transportasi berbasis aplikasi online," tulis manajemen.
"Hal tersebut berdampak pada penurunan tingkat utilisasi dan produktivitas armada Grup, yang mengakibatkan Grup mengalami rugi bersih sebesar Rp 53 miliar untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2020."
"Perusahaan mengalami akumulasi kerugian sebesar Rp 1,45 triliun, defisiensi modal sebesar Rp 520,32 miliar, serta jumlah liabilitas jangka pendek konsolidasian Grup yang melampaui jumlah aset lancar konsolidasiannya sebesar Rp 422,75 miliar pada tanggal 31 Desember 2020."
Beberapa langkah yang dilakukan TAXI yakni melanjutkan program pengurangan utang dengan penjualan aset non-core dan non-produktif, efisiensi biaya dan menerapkan kebijakan anggaran yang ketat baik di bagian operasi maupun kantor pusat.
TAXI juga terus fokus untuk meningkatkan kinerja melalui peningkatkan produktifitas dan utilitas armada dan pengemudi.
"Penyelesaian kondisi-kondisi tersebut di atas sangat tergantung kepada pemulihan ekonomi, terutama pemulihan bisnis industri transportasi dan keberhasilan Grup dalam melakukan negosiasi rencana restrukturisasi utang dengan kreditor."
"Tidaklah mungkin untuk menentukan pengaruh di masa yang akan datang atas kelanjutan kondisi ekonomi dan bisnis sekarang ini terhadap likuiditas dan pendapatan Grup, termasuk pengaruh investor, pelanggan, pemasok, kreditur dan pemegang saham," tulis manajemen TAXI.
Saat ini pemegang saham TAXI yakni Zico Allshores Trust (S) Pte Ltd 18,44%, PT Rajawali Corpora 17,81%, UOB Kay Hian Pte Ltd 15,13%, Megawati Algian -0,00, dan publik 48,62%.