Sritex Digugat PKPU di RI, Singapura & AS, Gimana Hasilnya?

Sya, CNBC Indonesia
24 June 2021 10:55
Direktur Utama PT. Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex/SRIL) Iwan Setiawan Lukminto. (CNBC Indonesia TV)
Foto: Direktur Utama PT. Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex/SRIL) Iwan Setiawan Lukminto. (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) menyatakan saat ini perseroan sedang dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di tiga negara, antara lain Indonesia, Singapura, dan Amerika Serikat (AS).

Communication Head Sri Rejeki Isman Joy Citradewi menyampaikan, untuk proses PKPU di Indonesia, Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang telah memutuskan untuk mengabulkan permintaan perusahaan untuk memperpanjang proses PKPU hingga 90 hari ke depan.

Perpanjangan ini dimohonkan kepada Pengadilan mengingat kompleksitas proses restrukturisasi utang perusahaan.

"Kami berharap dengan adanya perpanjangan ini, proses menuju perdamaian antara Sri Rejeki Isman dengan para stakeholder terkait dapat diselesaikan secara menyeluruh dan sebaik-baiknya," ungkapnya, dalam keterangan resmi, Kamis (24/6/2021).

Selanjutnya, terkait proses restrukturisasi di Singapura, Pengadilan Tinggi Singapura (The Singapore Court) telah memberikan moratorium untuk anak perusahaan perseroan di Singapura.

Sebelumnya, pada 21 Mei 2021, Pengadilan Singapura telah memberikan perlindungan dari segala tindakan penegakan hukum terhadap anak perusahaan Perseroan di Singapura dengan tujuan agar proses restrukturisasi dapat berjalan secara menyeluruh.

Kemudian, untuk PKPU di AS, perusahaan dan anak perusahaannya di Indonesia dan Singapura telah mengajukan petisi ke Pengadilan Kepailitan AS di Distrik Selatan New York berdasarkan Bab 15 Undang-Undang Kepailitan AS (Chapter 15 Petitions).

Permohonan Chapter 15 diajukan untuk memperoleh pengakuan di AS atas proses restrukturisasi di Indonesia dan Singapura.

Pada 10 Juni 2021, Pengadilan Kepailitan AS memberikan moratorium sementara berdasarkan Chapter 15 dari UU Kepailitan AS, untuk melindungi Perusahaan dan anak usahanya di Indonesia dan Singapura dari tindakan penegakan hukum di AS sebelum persetujuan petisi Chapter 15.

"Moratorium sementara tersebut diharapkan dapat menyelaraskan perlindungan yang berlaku di Indonesia dan Singapura, sekaligus menciptakan suasana yang kondusif di mana perusahaan dan anak perusahaan dapat melakukan upaya restrukturisasi yang terbaik untuk seluruh pemangku kepentingan," urainya.

Sebagai tambahan, dari sisi perkembangan operasional, kata Joy, perseroan tetap berkomitmen untuk menjaga operasional sebaik-baiknya meski dengan adanya pembekuan fasilitas perbankan yang cukup signifikan sejak awal tahun ini.

Saat ini, sebagian besar dari dana kas perseroan telah digunakan untuk mengamankan pembelian bahan baku agar perusahaan dapat tetap memenuhi permintaan konsumen.

Selain itu, isu logistik global masih menjadi tantangan besar terhadap ekosistem manufaktur dalam negeri. Dampak ini dapat dilihat dari biaya logistik yang meroket, hingga tenggang waktu yang memanjang sehingga berdampak kepada pasokan bahan baku dan hambatan ekspor.

Sekadar informasi, pandemi Covid-19 menjadi penyebab kinerja keuangan perseroan tertekan. Ekspor perusahaan pakaian Indonesia turun 17% tahun lalu karena pandemi, dan kebangkitan global virus Covid-19 mengancam pemulihan industri.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kinerja Tertekan & Kena PKPU, Sritex Juga PHK Karyawan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular