
Tunggu Petunjuk Powell, Rupiah Bersiap Hentikan Catatan Buruk

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mampu mempertahankan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Selasa (22/6/2021), dan berpeluang mengakhiri pelemahan dalam 6 hari beruntun.
Ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell yang akan memberikan testimoni menjadi perhatian utama trader mata uang.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 14.390/US$ menguat 0,24%. Tetapi setelahnya, rupiah memangkas penguatan tersisa 0,07% di Rp 14.415/US$.
Pada pukul 12.00 WIB, rupiah berada di Rp 14.410/US$ atau menguat 0,1%.
Di sisa perdagangan hari ini rupiah berpeluang mempertahankan penguatan, bahkan kembali ke bawah Rp 14.400/US$. Hal tersebut terindikasi dari pergerakan rupiah di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.425,50 | Rp14.393,9 |
1 Bulan | Rp14.446,90 | Rp14.443,2 |
2 Bulan | Rp14.511,00 | Rp14.503,5 |
3 Bulan | Rp14.562,00 | Rp14.540,0 |
6 Bulan | Rp14.717,00 | Rp14.704,0 |
9 Bulan | Rp14.870,00 | Rp14.849,0 |
1 Tahun | Rp15.055,00 | Rp15.019,0 |
2 Tahun | Rp15.757,90 | Rp15.727,2 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Dolar AS yang begitu perkasa pada pekan lalu mengalami koreksi pada perdagangan Senin kemarin. Indeks dolar AS kemarin merosot 0,35% setelah melesat 1,84% sepanjang pekan lalu. Berbalik arahnya indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat hari ini.
"Dolar AS sedang mengambil napas. Pelaku pasar masih ingin mencari tahu apakah tren penguatan dolar AS bisa berlanjut," ujar Bipan Rai, Head of FX Strategy di CIBC Capital Markets yang berkedudukan di Toronto (Kanada), seperti diberitakan Reuters.
Berlanjut atau tidaknya tren penguatan dolar AS bisa ditentukan oleh Powell yang akan berbicara di hadapan Komite Krisis Covid-19 tengah malam nanti, terutama jika menyinggung masalah tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE).
Pada pengumuman kebijakan moneter Kamis pekan lalu, The Fed tidak menyebutkan mengenai masalah tapering, tetapi menyiratkan sudah mendiskusikan hal tersebut.
Tetapi, The Fed memproyeksikan suku bunga akan naik di tahun 2023, lebih cepat dari proyeksi sebelumnya di tahun 2024. Bahkan beberapa pejabat The Fed melihat kemungkinan suku bunga naik di di tahun depan.
Jika suku bunga akan dinaikkan lebih cepat dari sebelumnya, artinya tapering juga kemungkinan besar akan lebih cepat, terjadi di semester II tahun ini.
"Jika The Fed menaikkan suku bunga sebanyak 2 kali di tahun 2023, mereka harus mulai melakukan tapering lebih cepat untuk mencapai target tersebut," kata Kathy Jones, kepala fixed income di Charlers Schwab, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (17/6/2021).
"Tapering dalam laju yang moderat kemungkinan akan memerlukan waktu selama 10 bulan, sehingga perlu dilakukan di tahun ini, dan jika perekonomian menjadi sedikit panas, maka suku bunga bisa dinaikkan lebih cepat lagi," kata Jones lagi.
Seandaianya Powell menyiratkan tapering akan dilakukan di semester II tahun ini, tentunya lebih cepat daru spekulasi pasar sebelumnya di awal tahun depan, maka tren penguatan dolar AS berpeluang berlanjut, dan rupiah berisiko terpukul.
Sebaliknya, jika The Fed mensinyalkan tapering baru dilakukan awal tahun depan, dolar AS kemungkinan akan melanjutkan koreksi dan rupiah bisa lanjut menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan
