
Bursa Asia Bangkit Lagi, Nikkei Melesat 2%

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia kompak dibuka menguat pada perdagangan Selasa (22/6/2021), menyusul melesatnya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada penutupan perdagangan Senin (21/6/2021) waktu setempat akibat mulai meredanya kekhawatiran pasar terkait sikap hawkish bank sentral AS.
Tercatat indeks Nikkei Jepang dibuka melonjak 1,79%, Hang Seng Hong Kong tumbuh 0,14%, Shanghai Composite China menguat 0,32%, Straits Times Singapura terapresiasi 0,31%, dan KOSPI Korea Selatan melesat 0,7%.
Pasar saham Jepang yang sebelumnya pada perdagangan Senin kemarin sempat ambruk dan memimpin pelemahan bursa Asia, pada pagi hari ini kembali melesat dan juga memimpin penguatan bursa Asia, setelah adanya sentimen positif dari Negeri Paman Sam.
Beralih ke Negeri Paman Sam, bursa saham Wall Street ditutup cerah bergairah pada perdagangan Senin (21/62021) waktu setempat, setelah pasar merespons positif dari beberapa komentar bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed).
Dini hari tadi waktu Indonesia, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup meroket 1,76% ke level 33.876,97. S&P 500 melesat 1,4% ke 4.224,79, dan Nasdaq Composite melonjak 0,79% ke posisi 14.141,48.
"Ekonomi sedang bagus dan masih banyak stimulus. Ini tentu bagus untuk harga saham. Harga akan terus naik, terutama saat kita melihat konsumen terus berbelanja, terutama di sektor jasa," kata Max Gokhman, Head of Asset Allocation di Pacific Life Fund Advisors yang berbasis di California (AS), seperti dikutip dari Reuters.
Isu pengetatan kebijakan moneter atau tapering off The Fed pun sedikit mereda. Hal ini terbantu oleh pernyataan dari Presiden The Fed Minneapolis, Neel Kashkari.
"Mayoritas warga AS ingin pekerjaan, saya belum siap untuk meninggalkan mereka. Saya ingin memberi kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Selama laju inflasi masih terjangkar, marilah bersabar sampai benar-benar tercipta pembukaan lapangan kerja yang maksimal (maximum employment)," papar Kashkari di media yang sama.
Pasar tenaga kerja AS memang belum pulih sepenuhnya. Pada 12 Juni, jumlah klaim tunjangan pengangguran naik 37.000 menjadi 412.000.
Pekan lalu, The Fed menggelar rapat bulanan dengan hasil suku bunga acuan tetap bertahan di 0-0,25%. Pembelian surat berharga (quantitative easing) juga masih tetap US$ 120 miliar per bulan.
Namun aura tapering begitu terasa karena nada (tone) The Fed yang lebih hawkish yang terlihat di dotplot arah suku bunga acuan.
Dalam outlook Maret, ada empat anggota Komite Pembuat Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) yang menilai suku bunga acuan sudah bisa naik pada 2022. Kemudian tujuh anggota lain berpendapat Federal Funds Rate baru bisa naik pada 2023.
Dalam proyeksi Juni, komposisi ini berubah. Kini ada tujuh anggota FOMC yang menilai suku bunga sudah bisa naik tahun depan dan 13 anggota berpendapat kenaikan Federal Funds Rate terjadi pada 2023.
Kashkari termasuk golongan minoritas anggota FOMC yang masih mempertahankan sikap dovish. Menurutnya, suku bunga acuan tidak perlu naik sampai akhir 2023.
Suku bunga rendah akan merangsang dunia usaha untuk berekspansi sehingga menciptakan lapangan kerja bagi rakyat AS yang masih menganggur akibat dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
"Saya rasa Bapak Ketua (Jerome 'Jay' Powell) sudah menyampaikan dengan jelas. Kami sedang menjalani tahap diskusi dan melihat data untuk membuat penyesuaian kebijakan yang hati-hati," kata Kashkari.
Pandangan Kashkari tersebut meredakan isu tapering yang pekan lalu sangat kuat. Ini membantu meningkatkan kembali minat investor terhadap aset-aset berisiko.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
