Bursa Asia Ambles, Nikkei Ambruk 3%! Shanghai Cuma Naik Tipis

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
21 June 2021 16:50
A woman walks by an electronic stock board of a securities firm in Tokyo, Tuesday, Dec. 3, 2019. Asian shares slipped Tuesday, following a drop on Wall Street amid pessimism over U.S.-China trade tensions. (AP Photo/Koji Sasahara)
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Koji Sasahara)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia ditutup melemah pada perdagangan Senin (21/6/2021), karena investor masih khawatir dengan sikap hawkish (agresif) yang ditunjukkan bank sentral Amerika Serikat (AS) melalui penaikan suku bunga acuan lebih cepat dari ekspektasi.

Indeks Nikkei Jepang menjadi yang terparah pada pelemahan bursa saham utama Asia hari ini, di mana indeks saham acuan Negeri Sakura tersebut ditutup ambruk hingga 3,29% ke level 28.010,92.

Berikutnya Hang Seng Hong Kong juga ambles 1,08% ke 28.489, Straits Times Singapura merosot 0,85% ke 3.117,30, KOSPI Korea Selatan terjerembab 0,84% ke 3.117,87, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,18% ke posisi 5.996,25.

Di tengah pelemahan bursa Asia pada hari ini, indeks Shanghai Composite China malah berakhir menguat cenderung tipis. Indeks saham acuan Negeri Panda tersebut ditutup menguat 0,12% ke level 3.529,18.

Indeks Nikkei ambruk juga dipicu oleh komentar baru dari pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang mengatakan bahwa pihaknya mungkin menaikkan suku bunga lebih cepat dari yang diharapkan.

Saham start-up teknologi, SoftBank Group drop hingga 3,51% setelah Wall Street Journal melaporkan bahwa Chief Executive, Masayoshi Son memutuskan hubungan pinjaman pribadinya yang sudah lama ada dengan Credit Suisse.

Saham perusahaan chip juga menyeret Nikkei hari ini, di mana saham Tokyo Electron ambruk 4,02%, Advantest drop 4,49%, dan Shin-Etsu Chemical ambles 5,74%.

Sementara itu, pasar saham China berhasil ditutup di zona hijau, setelah bank sentral China tetap mempertahankan suku bunga pinjaman acuannya pada periode Juni 2021.

China mempertahankan suku bunga pinjaman acuannya untuk pinjaman perusahaan dan rumah tangga dan tidak berubah selama 14 bulan berturut-turut. Hal ini sejalan dengan ekspektasi pasar.

Berdasarkand data dari pemerintah setempat, suku bunga pinjaman acuan China bertenor 1 tahun tetap di level 3,85%, sementara suku bunga pinjaman acuan berjatuh tempo 5 tahun juga tetap di level 4,65%.

Peoples Bank of China (PBoC), pada Minggu (20/6/2021) kemarin kepada media setempat menyarankan agar tidak berspekulasi tentang pengetatan likuiditas dan arah kebijakan, dengan mengatakan tindakan tersebut dapat menyesatkan dan mengacaukan pasar.

Di lain sisi, Indeks CBOE Volatility, atau VIX, yang dianggap menunjukkan tingkat kecemasan dan volatilitas pasar dalam 30 hari ke depan, melejit 16,6% pada Jumat (18/6/2021) lalu. Artinya, pelaku pasar sedang cemas melihat perkembangan ke depan.

Kecemasan menerpa pasar setelah The Fed memperkirakan penaikan suku bunga bisa dilakukan pada 2023, dan memperkirakan inflasi bisa melewati angka 3% pada akhir tahun ini. Pada situasi normal, The Fed menolerir tingkat inflasi sebesar 2%.

Tak cukup dengan itu, kepada CNBC International, Presiden The Fed St. Louis Jim Bullard menambahi kecemasan pasar, setelah mengatakan bahwa wajar jika The Fed cenderung "hawkish" dan kenaikan suku bunga pertama bisa terjadi secepatnya pada 2022.

Investor pun memantau pernyataan para pejabat The Fed pada Senin ini untuk melihat adanya sinyal terbaru terkait kebijakan mereka. Bullard dan Presiden The Fed Dallas Robert Kaplan dijadwalkan berpidato secara virtual di New York.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular