Analisis

Covid Meledak-Taper Tantrum Mendekat, Rupiah Kudu Hati-hati

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
21 June 2021 08:30
Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah merosot 1,28% melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan lalu ke Rp 14.370/US$. Bank sentral AS (The Fed) yang mengejutkan pasar dengan memproyeksikan suku bunga akan naik di tahun 2023 membuat rupiah terpukul.

Isu tersebut masih akan mempengaruhi pergerakan pasar mata uang di pekan ini, ditambah dengan lonjakan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19), rupiah berisiko kembali merosot.

The Fed saat mengumumkan kebijakan moneter pekan lalu mengindikasikan suku bunga bisa naik dua kali di tahun 2023, masing-masing sebesar 25 basis poin menjadi 0,75%.

Proyeksi kenaikan suku bunga tersebut lebih cepat ketimbang perkiraan yang diberikan bulan Maret lalu, dimana mayoritas melihat suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2024.

Tidak hanya itu, beberapa anggota The Fed juga melihat kemungkinan suku bunga bisa naik di tahun depan. Alhasil, dolar AS menjadi perkasa. Sepanjang pekan lalu indeks dolar AS melesat 1,8% ke 92,346, level terkuat sejak awal April.

Sementara itu kasus Covid-19 di Indonesia yang kembali menanjak dalam beberapa hari terakhir membuat pelaku pasar was-was. Dalam 4 hari terakhir, penambahan kasus per hari lebih dari 12 ribu orang, bahkan pada hari ini Minggu (20/6/2021) jumlah kasus baru dilaporkan sebanyak 13.737 orang. Penambahan tersebut merupakan yang tertinggi sejak 30 Januari lalu, ketika mencatat rekor tertinggi 14.518.

Rata-rata penambahan kasus dalam 2 pekan terakhir sebanyak 9562 naik hingga 66% dibandingkan rata-rata 3 pekan sebelumnya 5772 kasus.

Lonjakan kasus dalam beberapa pekan terakhir tentunya membuat pelaku pasar cemas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang lebih ketat bisa kembali diterapkan. Apalagi provinsi DKI Jakarta mencatatkan kenaikan angka positif virus Corona sangat signifikan, bahkan mencatat rekor tertinggi selama pandemi. Jumlah pasien yang terpapar positif Covid-19 hari ini dilaporkan sebanyak 5.582 kasus.

Jika PPKM diketatkan, maka pemulihan ekonomi terancam tersendat lagi, yang tentunya dapat memukul rupiah.

Sementara itu dari luar negeri, perhatian tertuju ke testimoni ketua The Fed, Jerome Powell, akan menjadi perhatian pelaku pasar guna mencari kejelasan terkait tapering atau pengurangan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE).

The Fed dalam pengumuman kebijakan moneternya Kamis lalu tidak menyebutkan mengenai masalah tapering, tetapi menyiratkan sudah mendiskusikan hal tersebut.

Tetapi, jika suku bunga akan dinaikkan lebih cepat dari sebelumnya, artinya tapering juga kemungkinan besar akan lebih cepat, terjadi di semester II tahun ini. Apalagi The Fed juga menaikkan proyeksi inflasi tahun ini menjadi 3,4% dari sebelumnya 2,4%.

"Jika The Fed menaikkan suku bunga sebanyak 2 kali di tahun 2023, mereka harus mulai melakukan tapering lebih cepat untuk mencapai target tersebut. Tapering dalam laju yang moderat kemungkinan akan memerlukan waktu selama 10 bulan, sehingga perlu dilakukan di tahun ini, dan jika perekonomian menjadi sedikit panas, maka suku bunga bisa dinaikkan lebih cepat lagi," kata Kathy Jones, kepala fixed income di Charlers Schwab, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (17/6/2021).

Jika Powell menyiratkan tapering akan dilakukan di semester II tahun ini, tentunya lebih cepat dari spekulasi pasar sebelumnya di awal tahun depan, maka pasar finansial berisiko mengalami gejolak lagi termasuk di Indonesia. Risiko taper tantrum pun semakin meningkat. 

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Berada di Atas 3 MA, Rupiah Berisiko Merosot ke Rp 14.500/US$ 


Secara teknikal, rupiah yang sebelumnya bergerak di bawah 3 rerata pergerakan (Moving Average/MA) kini malah berbalik bergerak di atasnya MA 50 hari, MA 100 hari dan MA 200 hari.

MA 50 menjadi yang terakhir dilewati pada haru Jumat lalu. Rupiah yang sebelumnya memiliki momentum penguatan kini berbalik mengalami tekanan.

MA 50 berada di kisaran Rp 14.360 hingga 14.350/US$, selama tertahan di atasnya Mata Uang Garuda berisiko melemah.

Sementara itu Stochastic pada grafik harian berbalik naik meski belum mencapai wilayah oversold. Saat ini berada di level 34.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Seperti disebutkan sebelumnya, selama tertahan di atas MA 50 kembali dilewati, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.420/US$ hingga Rp 14.450/US$. Bahkan ada risiko ke Rp 14.500/US$ di pekan ini.

Sebaliknya, jika mampu kembali ke bawah MA 50, rupiah berpeluang menguat Rp 14.300/US$, sebelum menuju Rp 14.220/US$ di pekan ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular