
Heboh Limit Kartu Kredit Ahok, Emang Kartu Kredit Masih Tren?

Akhir-akhir ini, keberadaan fitur pembayaran paylater alias 'bayar nanti' yang disediakan oleh platform online shop, e-commerce, dan dompet digital kian marak dan menjadi pilihan masyarakat dalam mendukung kebutuhan finansialnya.
Adapun sejauh ini sejumlah e-commerce menawarkan layanan paylater, mulai dari Shopee PayLater di toko online Shopee, lalu Kredivo, Akulaku, hingga pembayaran nanti lewatGopay PayLater, OVO, dan Traveloka Paylater.
Menurut riset lembaga independen, Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) berjudul "Persepsi Pasar Indonesia Terhadap Pemanfaatan Fitur Pembayaran Paylater" menyimpulkan bahwa metode layanan 'bayar nanti' sebetulnya telah menjadi alternatif solusi pengelolaan keuangan bagi masyarakat yang aman dan mudah untuk pembiayaan aktivitas sehari-hari di masa pandemi.
Survei pada Februari 2021 ini mengungkapkan bahwa sebesar 92% responden menyatakan layanan paylater bermanfaat untuk mengelola pengeluaran dan arus kas.
Tidak hanya itu, terjadi peningkatan intensitas penggunaan layanan 'bayar nanti' sebelum dan selama pandemi di mana peningkatan tersebut sebesar 22,52% bagi pengguna yang tergolong sangat sering dan sebesar 7,2% bagi pengguna yang tergolong sering menggunakan layanan 'bayar nanti'.
Fenomena maraknya jenis pembayaran paylater ini lantas membuat sejumlah orang memprediksi bahwa fitur tersebut tampaknya mulai menggeser kartu kredit.
Apalagi selama tahun lalu, nilai transaksi kartu kredit hanya mencapai Rp 238,90 triliun, ambles 30,28% dari nominal tahun 2019 yang sebesar Rp 342,62 triliun.
Namun, anggapan bahwa fitur paylater mulai menggantikan eksistensi kartu kredit mendapat tanggapan dari sejumlah kalangan.
Direktur Eksekutif AKKI Steve Marta pernah menjelaskan kepadaCNBCIndonesia, pada 20 April lalu, faktor utama penurunan sales kartu kredit ini adalah karena terbatasnya aktivitas masyarakat selama masa pandemi Covid-19.
Padahal fokus kartu kredit adalah sebagai alat pembayaran travel dan hiburan, baik di dalam dan luar negeri yang saat ini masih sangat terbatas.
Faktor lainnya adalah karena munculnya metode transaksi lainnya menggunakan paylater (pembayaran di kemudian hari) yang disediakan oleh perusahaan financial technology (fintech) yang langsung bekerja sama dengan platform e-commerce.
Meski tidak terlalu besar dampaknya karena target pasarnya yang berbeda, diakui oleh Steve terdapat 'irisan' dari kedua bisnis ini.
"Tetapi hal ini bukan karena adanya metode transaksi lain seperti paylater ataupun fintech lainnya. Paylater ataupun fintech lainnya tentunya memiliki segment market tersendiri. Memang ada sedikit irisan tetapi tidak banyak karena memang sedikit berbeda pasarnya," jelas dia.
Dalam acara Power Lunch CNBC Indonesia TV pada 29 April 2021, Consumer Banking Director PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) Lani Darmawan juga mengamini pendapat Steve di atas.
Menurut Lani, pertumbuhan bisnis kartu kredit di masa pandemi turut mengalami koreksi, utamanya disebabkan oleh tertahannya aktivitas travelling masyarakat saat PSBB. Sementara, kata dia, terkait tren paylater tak memberikan efek yang besar.
Selain dua nama di atas, dalam wawancara bersama CNBC Indonesia TV pada 3 Juni lalu, Asisten Gubernur & Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta, menjelaskan bahwa PayLater tidak menjadi ancaman untuk bisnis kredit perbankan.
"Karena punya segmen sendiri-sendiri. Paylater punya segmen di e-commerce. Kalau kita lihat produk dan layanan perbankan itu sebetulnya is depend on strategy dan segmen masing-masing pasar," jelas Filianingsihkepada CNBC Indonesia TV, Kamis (3/6/2021).
Apabila menilik data terbaru, transaksi kartu kredit tampaknya mulai perlahan pulih. Berdasarkan data BI per April 2021nominal transaksi kartu kredit telah meningkat 25,5% secara tahunan (year on year/yoy).
Adapun menurut data terbaru per Mei 2021, pertumbuhan nominal transaksi kredit tercatat melonjak sebesar 30,61% menjadi Rp 19,7 triliun secara yoy. Selain faktor lainnya, pertumbuhan transaksi kredit sepanjang tahun ini tampaknya masih harus menunggu perkembangan kasus Covid-19 di Tanah Air yang hingga hari ini masih belum bisa dikatakan terkendali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)[Gambas:Video CNBC]
