Jakarta, CNBC Indonesia - Akhir-akhir ini Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kembali menghebohkan publik. Kali ini Ahok membuat kebijakan penghapusan fasilitas kartu kredit korporat yang diterima manajemen Pertamina. Dia pun tak segan membongkar fasilitas kartu kredit korporat yang diterimanya dari Pertamina dengan limit hingga mencapai Rp 30 miliar.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan, fasilitas kartu kredit korporat yang selama ini dinikmati dari level manajer, hingga direksi dan komisaris Pertamina sudah dicabut per Selasa (15/06/2021), sehari setelah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sesuai dengan usulannya.
Tujuan pencabutan fasilitas kartu kredit korporat ini, menurut Ahok, yaitu untuk memudahkan perseroan dalam melakukan kontrol dan juga mencegah pemanfaatan yang tidak ada urusannya dengan perusahaan.
Ya benar (fasilitas kartu kredit dicabut). Untuk permudah kontrol dan pencegah pemanfaatan yang tidak ada urusannya dengan perusahaan," ungkapnya kepada CNBC Indonesia saat dikonfirmasi apakah benar fasilitas kartu kredit manajemen Pertamina dicabut, Rabu (16/06/2021).
Nantinya, menurutnya Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini yang akan memastikan pencabutan fasilitas kartu kredit ini.
"Direktur Keuangan Ibu Emma yang akan pastikan," ujarnya.
Ahok menegaskan jika pencabutan fasilitas kartu kredit ini berlaku seluruh grup Pertamina. Artinya, tidak ada ada lagi pejabat di Pertamina Group yang mendapatkan fasilitas ini.
"Intinya, seluruh grup tidak ada lagi yang namanya kartu korporasi," tegasnya.
Tindakan Ahok tersebut ikut memicu tanggapan dari banyak orang, termasuk mantan pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Dahlan Iskan terkejut saat menerima informasi bahwa Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menerima fasilitas kartu kredit korporat dengan limit hingga Rp 30 miliar. Menurutnya, tak masuk akal limit kartu kredit korporat sebesar itu.
"Pak Ahok ngomong gitu (30 m)? Gak salah kutip?" ungkapnya kepada CNBC Indonesia saat ditanya bagaimana pendapatnya tentang fasilitas kartu kredit korporat Pertamina yang diterima Ahok mencapai Rp 30 miliar.
"Takutnya saya komentar nanti ternyata salah kutip. Gak masuk akal soalnya," imbuhnya, Jumat (18/06/2021).
Perlu diketahui, CNBC Indonesia telah menanyakan terkait limit kartu kredit Pertamina kepada Ahok, bahkan hingga dua kali. Ahok pun dengan pasti menjawab Rp 30 miliar.
"Iya, Komisaris Utama dengan limit Rp 30 miliar," kata Ahok kepada CNBC Indonesia, Rabu (16/06/2021).
Lantas, berkaitan dengan isu yang lagi ramai ini, bagaimana sebenarnya pertumbuhan nilai transaksi kartu kredit di Tanah Air? Apakah masih banyak peminatnya atau malah mulai digeser oleh kemunculan fitur bayar-nanti alias paylater?
Pada halaman berikutnya, Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas secara ringkas mengenai tren kartu kredit di tengah tahun pagebluk Covid-19.
Akhir-akhir ini, keberadaan fitur pembayaran paylater alias 'bayar nanti' yang disediakan oleh platform online shop, e-commerce, dan dompet digital kian marak dan menjadi pilihan masyarakat dalam mendukung kebutuhan finansialnya.
Adapun sejauh ini sejumlah e-commerce menawarkan layanan paylater, mulai dari Shopee PayLater di toko online Shopee, lalu Kredivo, Akulaku, hingga pembayaran nanti lewatGopay PayLater, OVO, dan Traveloka Paylater.
Menurut riset lembaga independen, Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) berjudul "Persepsi Pasar Indonesia Terhadap Pemanfaatan Fitur Pembayaran Paylater" menyimpulkan bahwa metode layanan 'bayar nanti' sebetulnya telah menjadi alternatif solusi pengelolaan keuangan bagi masyarakat yang aman dan mudah untuk pembiayaan aktivitas sehari-hari di masa pandemi.
Survei pada Februari 2021 ini mengungkapkan bahwa sebesar 92% responden menyatakan layanan paylater bermanfaat untuk mengelola pengeluaran dan arus kas.
Tidak hanya itu, terjadi peningkatan intensitas penggunaan layanan 'bayar nanti' sebelum dan selama pandemi di mana peningkatan tersebut sebesar 22,52% bagi pengguna yang tergolong sangat sering dan sebesar 7,2% bagi pengguna yang tergolong sering menggunakan layanan 'bayar nanti'.
Fenomena maraknya jenis pembayaran paylater ini lantas membuat sejumlah orang memprediksi bahwa fitur tersebut tampaknya mulai menggeser kartu kredit.
Apalagi selama tahun lalu, nilai transaksi kartu kredit hanya mencapai Rp 238,90 triliun, ambles 30,28% dari nominal tahun 2019 yang sebesar Rp 342,62 triliun.
Namun, anggapan bahwa fitur paylater mulai menggantikan eksistensi kartu kredit mendapat tanggapan dari sejumlah kalangan.
Direktur Eksekutif AKKI Steve Marta pernah menjelaskan kepadaCNBCIndonesia, pada 20 April lalu, faktor utama penurunan sales kartu kredit ini adalah karena terbatasnya aktivitas masyarakat selama masa pandemi Covid-19.
Padahal fokus kartu kredit adalah sebagai alat pembayaran travel dan hiburan, baik di dalam dan luar negeri yang saat ini masih sangat terbatas.
Faktor lainnya adalah karena munculnya metode transaksi lainnya menggunakan paylater (pembayaran di kemudian hari) yang disediakan oleh perusahaan financial technology (fintech) yang langsung bekerja sama dengan platform e-commerce.
Meski tidak terlalu besar dampaknya karena target pasarnya yang berbeda, diakui oleh Steve terdapat 'irisan' dari kedua bisnis ini.
"Tetapi hal ini bukan karena adanya metode transaksi lain seperti paylater ataupun fintech lainnya. Paylater ataupun fintech lainnya tentunya memiliki segment market tersendiri. Memang ada sedikit irisan tetapi tidak banyak karena memang sedikit berbeda pasarnya," jelas dia.
Dalam acara Power Lunch CNBC Indonesia TV pada 29 April 2021, Consumer Banking Director PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) Lani Darmawan juga mengamini pendapat Steve di atas.
Menurut Lani, pertumbuhan bisnis kartu kredit di masa pandemi turut mengalami koreksi, utamanya disebabkan oleh tertahannya aktivitas travelling masyarakat saat PSBB. Sementara, kata dia, terkait tren paylater tak memberikan efek yang besar.
Selain dua nama di atas, dalam wawancara bersama CNBC Indonesia TV pada 3 Juni lalu, Asisten Gubernur & Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta, menjelaskan bahwa PayLater tidak menjadi ancaman untuk bisnis kredit perbankan.
"Karena punya segmen sendiri-sendiri. Paylater punya segmen di e-commerce. Kalau kita lihat produk dan layanan perbankan itu sebetulnya is depend on strategy dan segmen masing-masing pasar," jelas Filianingsihkepada CNBC Indonesia TV, Kamis (3/6/2021).
Apabila menilik data terbaru, transaksi kartu kredit tampaknya mulai perlahan pulih. Berdasarkan data BI per April 2021nominal transaksi kartu kredit telah meningkat 25,5% secara tahunan (year on year/yoy).
Adapun menurut data terbaru per Mei 2021, pertumbuhan nominal transaksi kredit tercatat melonjak sebesar 30,61% menjadi Rp 19,7 triliun secara yoy. Selain faktor lainnya, pertumbuhan transaksi kredit sepanjang tahun ini tampaknya masih harus menunggu perkembangan kasus Covid-19 di Tanah Air yang hingga hari ini masih belum bisa dikatakan terkendali.
TIM RISET CNBC INDONESIA