RBA akan Tambah QE, Dolar Australia Sulit ke Rp 11.000/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 June 2021 12:05
FILE PHOTO: Australian dollars are seen in an illustration photo February 8, 2018. REUTERS/Daniel Munoz/File Photo
Foto: Foto Ilustrasi mata uang Dolar Australia. REUTERS / Daniel Munoz / File Photo

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Australia kesulitan kembali ke atas Rp 11.000/AU$ di pekan ini setelah bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) mengindikasikan akan memperpanjang program pembelian aset (quantitative easing/QE).

Pada Rabu (16/6/2021), pukul 11:16 WIB, dolar Australia menguat 0,27% melawan rupiah di Rp 10.959,24/AU$. Kemarin, mata uang Negeri Kanguru ini sempat mendekati Rp 11.000 setelah menguat 0,36% ke Rp 10.988,59, tetapi setelahnya berbalik melemah 0,2%.

RBA kemarin merilis notula rapat kebijakan moneter edisi Juni 2020. Notula tersebut menunjukkan para pejabat RBA bersedia memperpanjang program QE yang akan berakhir pada bulan September.

Nilai QE RBA saat ini sebesar AU$ 100 miliar (US$ 77 miliar). Perpanjangan QE tersebut artinya likuiditas masih terus bertambah yang membuat dolar Australia sulit menguat.


Selain itu para anggota dewan setuju masih terlalu dini untuk mengurangi nilai program pembelian aset.

"Mengurangi nilai QE atau membuatnya menjadi lebih panjang (dengan mengurangi nilai pembelian setiap minggunya) akan membuat dolar Australia menguat karena pengetatan kondisi finansial," kata David Plank, kepala ekonom di Australia dan New Zealand Banking Group, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (15/6/2021).

"Karena itu, kami pikir pilihan bagi RBA adalah menambah durasi QE dan tetap mempertahankan nilai pembelian AU$ 5 miliar per pekan tanpa menentukan totalnya," tambah Plank.

Jika hal tersebut dilakukan, artinya RBA akan menerapkan open-ended QE seperti bank sentral Amerika Serikat (AS).

Selain itu, kebijakan moneter RBA juga masih akan tetap sangat akomodatif sampai pasar tenaga kerja mencapai full employment.

Tingkat pengangguran Australia saat ini sebesar 5,5% dan telah turun lebih dari 2 poin persentase sejak pertengahan tahun lalu, ketika perekonomian terpukul akibat kebijakan lockdown guna meredam penyebaran virus corona. Data tenaga kerja terbaru akan dirilis pada hari Kamis nanti.

Meski demikian, RBA memperkirakan full employment baru akan dicapai setidaknya di awal 2024. Saat itu terjadi rata-rata upah serta inflasi baru akan mencapai target.

Artinya, meski perekonomian Australia sudah semakin membaik, tetapi suku bunga tidak akan dinaikkan hingga di Australia baru akan dinaikkan pada 2024.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular