
Sentimen Beragam, Hari Ini Kinerja Bursa Asia Tak Kompak

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia ditutup menguat pada perdagangan Selasa (15/6/2021), di tengah sikap investor yang menanti rapat pejabat bank sentral Amerika Serikat (AS) yang dimulai malam nanti dan hasilnya diumumkan pada Rabu (16/6/2021) waktu AS.
Tercatat indeks Nikkei Jepang ditutup melesat 0,96% ke level 29.441,30, Straits Times Singapura menguat 0,69% ke 3.174,87, KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,2% ke 3.258,63, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir naik 0,14% ke 6.089,04.
Sementara untuk indeks saham Hang Seng Hong Kong dan Shanghai Composite China hari ini ditutup di zona merah. Hang Seng berakhir melemah 0,71% ke posisi 28.638,53 dan Shanghai merosot 0,92% ke 3.556,56.
Pasar saham Jepang memimpin penguatan bursa Asia hari ini, didukung oleh saham teknologi dan saham berorientasi pertumbuhan, menyusul penguatan indeks saham AS, Nasdaq pada penutupan perdagangan Senin (14/6/2021) waktu setempat, sementara saham pembuat obat memperpanjang kenaikannya.
Saham teknologi Jepang, yakni Tokyo Electron, yang merupakan perusahaan pemasok peralatan pembuatan chip ternama di Negeri Sakura tersebut memimpin penguatan saham teknologi Jepang, yakni ditutup melesat 1,68%.
Sedangkan saham pembuat obat, Eisai melonjak 6,59%, memimpin penguatan saham pembuat obat di indeks Nikkei.
Sementara di China dan Hong Kong, pasar saham kedua negara tersebut berakhir melemah pada hari ini karena karena ketegangan antara China dengan negara-negara barat kembali memuncak, setelah para pemimpin negara anggota G-7 berencana mengatasi manuver China di kancah global.
Mereka juga sepakat menghadang China terkait dengan "praktik ekonomi non-pasar" mereka, dan "pelanggaran" Hak Azasi Manusia (HAM) terhadap aktivis pro-demokrasi di Hongkong dan kalangan minoritas Uyghur, Xinjiang.
Di lain sisi, investor di global akan memantau jalannya rapat Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan digelar pada Selasa malam nanti hingga Rabu besok, dan diperkirakan tak akan mengubah kebijakan moneternya ataupun mengurangi pembelian surat berharga di pasar.
Namun demikian, pasar bakal memantau komentar para pejabat bank sentral untuk melihat apakah ada sinyal kekhawatiran melihat inflasi yang telah menyentuh 5% dan peluang dikuranginya pembelian obligasi dari pasar sekunder (tapering).
Salah seorang bos pengelola dana di Wall Street, Paul Tudor Jones menilai Jerome Powell bisa kehilangan tahtanya sebagai Ketua The Fed jika dia salah mengambil kebijakan dan memicu aksi jual besar-besaran di pasar dunia.
"Jika mereka di jalur yang benar dengan berkata 'kami menerima data masuk, sudah menyelesaikan misi dan mulai menyelesaikan misi pembukaan lapangan kerja secepatnya' maka akan ada taper tantrum," tutur Jones sebagaimana dikutip CNBC International.
Investor juga akan mencermati data inflasi selanjutnya, yakni indeks harga produsen (Producer Price Index/PPI) per Mei yang akan menjadi titik konfirmasi apakah pertumbuhan inflasi sebesar 5% bulan lalu itu masih berpeluang berlanjut, atau melandai.
Proyeksi Trading Economics menunjukkan bahwa PPI diprediksi sedikit meningkat menjadi 6,4% dari periode April sebesar 6,2%. Secara bulanan, PPI diperkirakan tumbuh 0,5% pada Mei, sama seperti hasil polling Dow Jones.
PPI merupakan indikator kenaikan inflasi di tingkat produsen, yang pada ujungnya akan dibebankan kepada konsumen selaku pembeli akhir. Otomatis, tingkat Indeks Harga Konsumen (IHK) alias inflasi bakal meningkat pula.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
