Rupiah Libas 3 Dolar Sekaligus, Dapat Tenaga dari Mana?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
11 June 2021 11:45
Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah perkasa di perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (11/6/2021), tiga dolar dibuat merosot cukup tajam. Meredanya isu tapering membuat rupiah akhirnya "meledak", dolar Amerika Serikat (AS) bahkan dibuat turun ke bawah Rp 14.200/US$.

Dalam beberapa hari terakhir, rupiah mengakhiri perdagangan dengan stagnan atau penguatan tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS). Tetapi pagi ini dolar AS dibuat jeblok 0,42% ke Rp 14.185/US$. Level tersebut merupakan yang terkuat bagi rupiah sejak 11 Mei lalu.

Sementara itu dolar Singapura turun 0,32% ke Rp 10.725/SG$ di pasar spot. Sepanjang pekan ini, Dolar Singapura belum pernah menguat sekalipun melawan rupiah. Kemarin Mata Uang Negeri Merlion ini stagnan, sementara sebelumnya melemah 3 hari beruntun meski tipis-tipis saja.

Kemudian dolar Australia yang kemarin menguat 0,26% hari ini dibuat kembali ke bawah Rp 11.000/AU$. Rupiah mampu menguat 0,47% ke Rp 10.990,54/AU$.

Rupiah sebenarnya sudah punya tenaga untuk menguat sejak pekan lalu, tetapi tertahan akibat isu tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) bank sentral AS (The Fed).

Tapering pernah terjadi pada tahun 2013 lalu yang memicu gejolak di pasar finansial global atau yang disebut taper tantrum.

Rupiah saat itu menjadi korban taper tantrum, mengalami pelemahan hingga 50% sejak pertengahan Mei 2013 hingga akhir 2015.

Isu tapering sedikit meredup setelah rilis data inflasi kemarin. Departemen Tenaga Kerja mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) periode Mei mencapai angka 5% secara tahunan. Ini jauh di atas polling ekonom oleh Dow Jones yang mengestimasikan angka 4,7%. Per April lalu, inflasi naik 4,2% menjadi laju tercepat sejak 2008.

Meski demikian, banyak yang berpendapat inflasi tinggi hanya sementara, sehingga The Fed belum akan melakukan tapering dalam waktu dekat.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Ini Yang Bikin Rupiah Perkasa

Optimisme Indonesia lepas dari resesi membuat rupiah perkasa. Optimisme tersebut sudah muncul sejak pekan lalu setelah rilis data ekonomi yang apik.

Pada Rabu (2/6/2021) pekan lalu, IHS Markit merilis data aktivitas sektor manufaktur bulan Mei yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI). Data menunjukkan PMI manufaktur Indonesia bulan Mei sebesar 55,3, melesat dibandingkan bulan sebelumnya 54,6.

PMI manufaktur di bulan April tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang masa, artinya di bulan Mei rekor tersebut pecah lagi.

Ada kabar baik lain yaitu lapangan kerja mulai semakin tercipta. Dunia usaha akhirnya melakukan ekspansi tenaga kerja untuk kali pertama dalam 15 bulan terakhir untuk memenuhi peningkatan produksi.

Terus meningkatnya ekspansi sektor manufaktur tentunya menjadi kabar bagus bagi Indonesia, dan memperkuat optimisme akan lepas dari resesi di kuartal II-2021. Sektor manufaktur sendiri berkontribusi sekitar 20% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Selain itu, Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi Indonesia periode Mei 2021. Hasilnya tidak jauh dari ekspektasi pasar.

BPS melaporkan terjadi inflasi 0,32% pada Mei 2021 dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sementara dibandingkan Mei 2020 (year-on-year/yoy), laju inflasi tercatat 1,68%.

Inflasi inti dilaporkan tumbuh 1,37% YoY, sama persis dengan konsensus. Kenaikan inflasi tersebut bisa menjadi indikasi daya beli masyarakat yang membaik.

Kemudian di pekan ini, Rabu lalu data menunjukkan konsumen semakin percaya diri melihat perekonomian saat ini dan beberapa bulan ke depan. Ini terlihat dari kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).

Bank Indonesia (BI) melaporkan IKK periode Mei 2021 sebesar 104,4. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 101,5.

IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Jika di atas 100, maka artinya konsumen optimistis memandang perekonomian baik saat ini hingga enam bulan mendatang.

Konsumen yang semakin pede, menjadi indikasi peningkatan konsumsi, yang semakin menguatkan ekspektasi Indonesia lepas dari resesi di kuartal ini. Apalagi BI kemarin melaporkan penjualan ritel akhirnya mengalami pertumbuhan untuk pertama kalinya setelah mengalami kontraksi selama 16 bulan beruntun.

Bank Indonesia (BI) melaporkan, penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) pada April 2021 berada di 220,4. Naik 17,3% dibandingkan bulan sebelumnya dan 15,6% dari April 2020.

April merupakan awal kuartal II-2021, sehingga ekspektasi Indonesia lepas dari resesi semakin kuat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular