
Rupiah Masih Perkasa Nih! Pakai Obat Apa Sih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Prospek rupiah yang cerah membuat investor masih menjadikan aset-aset berbasis mata uang Tanah Air sebagai salah satu pilihan dalam berinvestasi.
Pada Selasa (8/6/2021), US$ 1 dihargai Rp 14.250 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan apresiasi 0,21% di hadapan dolar AS. Rupiah jadi mata uang dengan performa terbaik di Asia.
Hari ini, ada peluang rupiah kembali menapaki jalur hijau. Pasalnya, preferensi investor masih condong ke mata uang negara berkembang.
Berdasarkan jajak pendapat yang digelar Reuters pada 28 Mei-3 Juni 2021 terhadap 45 FX strategist, sepertiga di antaranya memperkirakan reli mata uang berbasis komoditas masih bisa berlanjut hingga enam bulan ke depan. Sementara 14 responden memperkirakan malah bisa bertahan hingga setahun.
Ya, rupiah adalah salah satu mata uang yang geraknya terkait dengan harga komoditas. Sebab, ekspor utama Indonesia masih berbasis komoditas, utamanya batu bara dan minyak sawit mentah (CPO).
Sejak awal 2021 harga batu bara acuan di pasar ICE Newcastle (Australia) melesat 7,14% secara point-to-point. Harga si batu hitam sempat berada di atas US$ 90/ton, sesuatu yang belum pernah kejadian sejak 2019.
Sementara harga CPO di Bursa Malaysia secara year-to-date melonjak 10,87%. Kini harga mulai stabil di atas MYR 4.000/ton, yang kali terakhir dibukukan pada 2008.
![]() |
Halaman Selanjutnya --> Ekspor Melonjak, Rupiah Terdongkrak
Tren kenaikan harga komoditas menjadi kunci kebangkitan rupiah. Mata uang Ibu Pertiwi sempat berada di Rp 14.600/US$ pada pertengahan April. Namun saat harga komoditas meroket, nasib rupiah ikut membaik. Kini rupiah ada di bawah Rp 14.200/US$.
"Situasi makroekonomi masih mendukung bagi mata uang negara-negara berkembang dalam jangka menengah," sebut riset Goldman Sachs.
Pembukaan kembali aktivitas ekonomi atau reopening dan vaksinasi anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang semakin masif di berbagai negara, terutama negara maju, akan meningkatkan permintaan. Ini tentu akan sangat membantu Indonesia dalam mendongkrak kinerja ekspor.
Pada April 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor Indonesia adalah US$ 18,48 miliar. Meroket nyaris 52% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), catatan tertinggi sejak 2010.
Ditopang oleh kenaikan harga komoditas plus peningkatan permintaan seiring pemulihan ekonomi, ekspor Indonesia sepertinya punya masa depan cerah. Saat ekspor meningkat, maka pasokan valas di perekonomian nasional bakal melimpah. Ini tentu bisa menjadi modal kuat bagi rupiah untuk tetap menghijau.
Nah, prospek keperkasaan rupiah ini yang membuat investor tertarik untuk masuk ke pasar keuangan dalam negeri. Kemarin, investor asing membukukan beli bersih Rp 124,1 miliar di pasar saham Indonesia. Sejak awal tahun, investor asing masih mencatatkan beli bersih Rp 13,89 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Dolar AS Ngamuk, Rekor Tertinggi 20 Tahun!
