Bursa Diprediksi Masih Goyang Terus, Cermati Sentimen Ini

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
06 June 2021 18:40
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini, pasar keuangan Indonesia cenderung bergerak bervariasi, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan surat berharga negar (SBN) cukup cerah sepanjang pekan ini. Sedangkan untuk rupiah terpaksa kurang bergairah pada pekan ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan ini kembali, dengan melesat hingga 3,7% dari posisi akhir pekan lalu ke 6.065,17. Namun pada penutupan perdagangan Jumat (4/6/2021) IHSG ditutup melemah 0,43% dan gagal membentuk reli selama lima hari beruntun atau sepanjang pekan ini.

Data PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan investor asing mencatatkan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 2,85 triliun selama sepekan ini. Total nilai transaksi sepekan mencapai Rp 65 triliun, yang didapat dari perdagangan 106,7 miliar saham sebanyak lebih dari 5,7 juta kali.

Sementara itu, pergerakan imbal hasil (yield) pasar obligasi pemerintah (SBN) juga cukup positif, walaupun pada pekan ini terpantau bergerak bervariatif. Hanya SBN bertenor 10 tahun, 15 tahun, dan 25 tahun yang mengalami kenaikan yield.

Sementara itu, yield SBN acuan tenor 10 tahun pada pekan ini naik 3,5 basis poin (bp) ke level 6,44%, dari akhir pekan lalu di level 6,405%.

Adapun untuk rupiah pada pekan ini berbalik melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS), setelah sepekan lalu sempat menguat melawan dolar AS.

Mata Uang Garuda bertengger di level Rp 14.290 per dolar AS, atau melemah 0,07% sepekan ini, setelah pada akhir pekan lalu menguat 0,49% di angka Rp 14.280/dolar AS. Rupiah hanya mampu menguat tipis pada Senin dan bahkan stagnan pada Selasa dan Rabu.

Jika pasar saham dan obligasi cerah, sementara di pasar mata uang masih cenderung lesu pada pekan ini, bagaimanakah pasar keuangan dalam negeri pada pekan depan? Apa saja sentimen pada pekan depan, akankah membuat pasar keuangan nasional lebih baik dari pekan ini?

Simak sentimen pekan depan di halaman selanjutnya >>>

Pada pekan ini, rupiah seperti menjadi 'tumbal' akibat kembali munculnya kekhawatiran pelaku pasar di dalam negeri terkait isu tapering.

Isu tapering (pengurangan stimulus bank sentral AS) kembali muncul setelah Presiden bank sentral Amerika Serikat (AS) wilayah Philadelphia, Patrick Harker mengatakan saat ini waktu yang tepat untuk memikirkan mengenai pengurangan QE (quantitative easing).

Isu tersebut semakin menguat setelah rilis data tenaga kerja AS pada Kamis (3/6/2021) lalu, di mana Automatic Data Processing Inc. (ADP) melaporkan sepanjang bulan Mei sektor swasta AS menyerap 978.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian. Penambahan tersebut jauh lebih banyak ketimbang bulan sebelumnya 654.000 tenaga kerja.

Data ini biasanya dijadikan acuan rilis data tenaga kerja versi pemerintah AS yang dikenal dengan istilah non-farm payrolls (NFP). Hasil survei dari Dow Jones memperkirakan NFP sepanjang bulan Mei sebanyak 671.000 pekerja, naik dari bulan sebelumnya 266.000 tenaga kerja.

Jika kebijakan itu dijalankan maka aksi borong surat berharga The Fed senilai US$ 120 miliar per bulan di pasar akan berkurang, yang artinya pasokan likuiditas ke pasar akan menurun. Dus, pasokan uang beredar akan menurun sehingga secara teoritis dolar AS pun menguat di pasar.

Saat ini, gambaran inflasi tinggi masih terpampang setelah Departemen Tenaga Kerja AS mengumumkan 559.000 penyerapan tenaga kerja baru pada Mei.

Meski angka itu di bawah ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 671.000, tetapi masih jauh lebih baik dari penyerapan April sebanyak 266.000.

Angka pengangguran juga terus menurun, menjadi 5,8%, dari periode April sebesar 6,1%. Capaian itu juga lebih baik dari ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones yang semula memprediksi angka 5,9%.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa sentimen pekan depan, pelaku pasar cenderung akan menyikapi dari turunnya angka pengangguran AS pada Mei 2021, diselingi dari masih tingginya inflasi di Negara Paman Sam tersebut.

Hal inilah yang menjadi kewaspadaan pelaku pasar, terutama di pasar mata uang rupiah seiring kembali munculnya isu tapering bank sentral AS. Namun bagi pasar saham dan SBN, mungkin saja hal itu dapat menjadi sentimen positif.

Walaupun begitu, pelaku pasar saham perlu juga mencermati potensi koreksi sehat, setelah selama empat hari beruntun mengalami penguatan tajam.

Sementara itu dari data ekonomi pada pekan depan, beberapa negara akan merilis data ekonomi pentingnya.

Pertama yang paling penting dan ditunggu-tunggu oleh pelaku pasar di global adalah data inflasi AS pada April 2021. Inflasi AS sangat ditunggu-tunggu karena akan menjadi acuan berikutnya dari kebijakan moneter bank sentral AS. Masih sama dari AS, data neraca perdagangan juga akan dirilis pada pekan depan.

Kedua yakni dari China, data neraca perdagangan pada periode Mei 2021 akan dirilis pada pekan depan, kemudian ada rilis data cadangan devisa China pada Mei 2021, dan inflasi China periode Mei 2021.

Sedangkan dari Zona Euro, data pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun 2021 di kawasan tersebut akan dirilis pada pekan depan.

Sementara dari dalam negeri, data ekonomi yang akan dirilis pada pekan depan yakni data cadangan devisa (cadev) periode Mei 2021 dan data penjualan ritel periode April 2021.


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saham Cuan Atau Rugi Pekan Depan? Persenjatai Diri Dengan Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular