Meski Melemah, Rupiah Bertahan di Bawah Rp 14.300/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 June 2021 15:38
Karyawan menunjukkan pecahan uang dollar di salah satu tempat penukaran uang di kawasan Blok M, Kebayoran Baru, Jumat (16/3/2018). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu tapering sedang menguat membuat dolar Amerika Serikat (AS) perkasa, rupiah pun mengalami tekanan hingga kembali berakhir di zona merah. Meski demikian, pelemahan rupiah terbilang tipis dan masih bertahan di bawah Rp 14.300/US$.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% di Rp 14.290/US$. Setelahnya, rupiah melemah hingga 0,28% ke Rp 14.320/US$. Rupiah berhasil memangkas pelemahan dan berada mengakhiri perdagangan di Rp 14.290/US$, melemah 0,07% di pasar spot.

Mayoritas mata uang utama Asia juga melemah melawan dolar AS. Hingga pukul 15:07 WIB, hanya won Korea Selatan dan yen Jepang yang mampu menguat.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Tapering merupakan kebijakan mengurangi nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) bank sentral AS (The Fed). Ketika hal tersebut dilakukan, maka aliran modal akan keluar dari negara emerging market dan kembali ke Negeri Paman Sam. Hal tersebut dapat memicu gejolak di pasar finansial yang disebut taper tantrum.

Wacana tapering sebenarnya sudah diredam oleh The Fed dalam beberapa bulan terakhir. Tetapi kini Presiden The Fed wilayah Philadelphia, Patrick Harker, kembali membuka wacana tersebut.

Harker mengatakan perekonomian AS terus menunjukkan pemulihan dari krisis virus corona dan pasar tenaga kerja terus menunjukkan penguatan, dan menjadi saat yang tepat bagi The Fed untuk mulai memikirkan tapering.

"Kami berencana mempertahankan suku bunga acuan di level rendah dalam waktu yang lama. Tetapi ini mungkin saatnya untuk mulai memikirkan pengurangan program pembelian aset yang saat ini senilai US$ 120 miliar," kata Harker sebagaimana dilansir Reuters.

Isu tapering semakin menguat setelah rilis data tenaga kerja AS versi Automatic Data Processing Inc. (ADP) kemarin malam.

ADP kemarin melaporkan sepanjang bulan Mei sektor swasta AS menyerap 978.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian. Penambahan tersebut jauh lebih banyak ketimbang bulan sebelumnya 654.000 tenaga kerja.

"Data tenaga kerja yang lebih baik dari prediksi membuat para trader berhati-hati. Mereka mempersiapkan kemungkinan pernyataan tapering atau kenaikan suku bunga dari The Fed, meski tidak dalam waktu dekat" kata Bob Haberkorn, ahli strategi pasar senior di RJO Futures, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (4/6/2021).

Data dari ADP biasanya dijadikan acuan rilis data tenaga kerja versi pemerintah AS yang dikenal dengan istilah non-farm payrolls (NFP). Hasil survei dari Dow Jones memperkirakan NFP sepanjang bulan Mei sebanyak 671.000 pekerja, naik dari bulan sebelumnya 266.000 tenaga kerja.

Data NFP akan dirilis mala mini, sehingga pelaku pasar masih wait and see, alhasil pelemahan rupiah mampu diredam.

Aksi wait and see tersebut terlihat dari pergerakan indeks dolar AS. Kemarin indeks yang mengukur kekuatan Mata Uang Paman Sam ini melesat 0,65% ke 90,491. Sementara hingga sore ini cuma naik 0,06%.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perry Warjiyo Bakal Dua Periode, Cek Rupiah Pagi Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular