Fakta Sukuk Global RI US$ 3 M, Laris & Rekor Kupon Terendah

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
03 June 2021 18:40
Bendera Merah Putih Raksasa d Halaman Monas (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Bendera Merah Putih Raksasa d Halaman Monas (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah RI melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Sukuk Global senilai US$ 3 miliar atau setara Rp 43,5 triliun (kurs 14.500) dengan tingkat imbal hasil terendah. Penerbitan sukuk ini digunakan untuk mendorong pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19.

Adapun Sukuk senilai US$ 1,25 miliar untuk tenor 5 tahun dengan imbal hasil (yield) sebesar 1,5%. Untuk tenor 10 tahun senilai US$ 1 miliar dengan yield sebesar 2,55%, dan US$ 750 juta untuk tenor 30 tahun dengan yield sebesar 3,55%. Ini merupakan pencapaian yield, sebaran di atas US Treasury dan kupon terendah untuk tenor 5, 10 dan 30 tahun untuk Sukuk Global yang pernah diterbitkan oleh Pemerintah.

Untuk periode jatuh temponya, sukuk global bertenor 5 tahun akan jatuh tempo pada 9 Juni 2026, sedangkan untuk sukuk global dengan tenor 10 tahun akan jatuh tempo pada 9 Juni 2031, sementara untuk sukuk global bertenor 30 tahun akan jatuh tempo pada 9 Juni 2051.

Adapun secara peringkatnya, Moody's memberikan peringkat Baa2, sedangkan S&P Global Ratings memberikan peringkat BBB, dan Fitch Rating memberikan peringkat BBB.

Dilansir dari Reuters, jumlah pesanan untuk penerbitan ini oversubscribe hingga US$ 10,3 miliar atau 3 kali lipatnya, terutama dengan kuatnya permintaan dari bank sentral, Sovereign Wealth Funds dan perusahaan asuransi.

Koordinator global bersama CIMB, Citigroup, Dubai Islamic Bank, HSBC dan Standard Chartered menetapkan panduan awal masing-masing di area 1,9%, 3% area, dan 4% area.

Penerbitan Sukuk ini juga termasuk kedalam Green Tranche. Green Tranche diterbitkan dengan tenor 30 tahun untuk pertama kalinya, yang juga pertama di dunia, setelah secara konsisten menerbitkan Green Sukuk dengan tenor 5 tahun setiap tahun sejak debutnya pada tahun 2018.

Hal ini tepat menunjukkan dedikasi dan komitmen pemerintah dalam jangka panjang terhadap keuangan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta mempelopori metode pembiayaan dalam memerangi perubahan iklim.

Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, peminat sukuk ini cukup besar, di mana berdasarkan wilayahnya, investor yang memegang sukuk ini paling banyak dipegang oleh investor di Asia selain Indonesia, dengan komposisi sebanyak 34% di sukuk bertenor 5 tahun, 35% di sukuk berjatuh tempo 10 tahun, dan 34% di sukuk bertenor 30 tahun.

Sedankan yang paling rendah adalah investor yang berasal dari dalam negeri, di mana di sukuk bertenor 5 tahun, investor asal Indonesia hanya memiliki sebesar 16%, di sukuk berjatuh tempo 10 tahun hanya sebesar 6%, dan di sukuk bertenor 30 tahun juga tercatat sebanyak 6%.


Secara lebih rinci, fund manager lebih tertarik hanya di sukuk bertenor 10 tahun dan 30 tahun, dengan masing-masing sebesar 40% dan 63%. Sementara untuk perbankan lebih tertarik di sukuk bertenor 5 tahun, yakni sebesar 41%.Sedangkan berdasarkan tipe investornya, investor yang lebih tertarik di sukuk global berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) ini sebagian besar adalah para fund manager dan perbankan.

Adapun pihak yang cenderung kurang tertarik pada jenis sukuk ini adalah lembaga atau perusahaan lainnya, yang secara rata-rata hanya sebesar 1% hingga 2%.


"Komunitas keuangan Islam benar-benar muncul untuk kesepakatan ini, terutama di Asia Tenggara dan Timur Tengah," kata seorang bookrunner dikutip dari Reuters, Kamis (3/6/2021).Sukuk Global terakhir Indonesia terakhir diterbitkan pada Juni tahun lalu, ketika spread melebar karena investor mempertimbangkan kemungkinan dampak ekonomi dari pandemi virus corona.

Penerbitan sukuk global tenor 5 tahun sedikit meningkat karena kuatnya permintaan pasar. Namun untuk tenor 30 tahun lebih dibatasi karena penggunaan khusus untuk mendukung proyek hijau. Ketiga Sukuk dengan tenor berbeda ini mulai diperdagangkan pada Kamis.

Saat ini pemerintah seluruh dunia gencar menerbitkan surat utang dengan kecepatan luar biasa, demi mendukung pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Indonesia sendiri mengembangkan sumber instrumen pembiayaan inovatif yang telah dilakukan seperti Green Sukuk, Pembentukan SDG Indonesia One, dan Pembentukan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).

Green Bond dan Green Sukuk merupakan obligasi dengan kaidah syariah sepenuhnya digunakan untuk membiayai proyek hijau yang berkontribusi dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mahal! Korporasi Malas Terbitkan Surat Utang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular