Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah pun lesu di perdagangan pasar spot.
Pada Kamis (3/6/2021), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.297. Rupiah melemah 0,15% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Sementara di pasar spot, rupiah harus menerima kenyataan finis di jalur merah. Kala penutupan pasar, US$ 1 dibanderol Rp 14.280 di mana rupiah terdepresiasi 0,04%.
Saat pembukaan pasar, sebenarnya rupiah mampu menguat 0,18%. Namun seiring perjalanan, apresiasi itu tergerus dan akhirnya habis, bahkan jadi defisit.
Rupiah tidak sendiri. Mayoritas mata uang utama Asia pun tidak berdaya di hadapan dolar AS. Hanya dolar Hong Kong dan ringgit Malaysia yang mampu menguat, itu pun tipis saja.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 15:04 WIB:
Halaman Selanjutnya --> Tapering di Depan Mata?
Rupiah dan mata uang Asia lainnya tidak bisa berbuat apa-apa kala dolar AS berdiri gagah. Pada pukul 14:20 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,19%.
Keperkasaan dolar AS ditopang oleh pernyataan terbaru dari pejabat teras bank sentral The Federal Reserve/The Fed. Patrick Harker, Presiden The Fed Philadelphia, menyatakan bahwa suku bunga acuan mungkin masih akan bertahan rendah dalam waktu yang cukup lama. Namun soal penggelontoran likuiditas atau quantitative easing, mungkin sudah saatnya mulai dikurangi.
"Kami berencana untuk mempertahankan Federal Funds Rate tetap rendah untuk jangka waktu lama. Namun mungkin sudah saatnya untuk setidaknya berpikir mengenai pengurangan pembelian surat berharga yang sekarang bernilai US$ 120 miliar per bulan," ungkap Harker, juga dikutip dari Reuters.
Omongan soal pengetatan alias tapering off mulai bertebaran. Ini karena perekonomian Negeri Adikuasa semakin sehat, pemulihan setelah dihantam pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) berlangsung dengan begitu cepat.
Mungkin suku bunga acuan masih akan bertahan rendah dekat dengan 0%. Namun pengurangan quantitative easing yang sepertinya sudah di depan mata.
Artinya, likuiditas dolar AS ke depan tidak akan lagi melimpah seperti sekarang. Seperti barang, kelangkaan pasokan suatu mata uang akan membuat harganya naik. Dalam konteks mata uang, nilai tukar menjadi menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA