Yenny Wahid Buka-bukaan Kondisi Garuda: Harus Diselamatkan!

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
02 June 2021 17:34
Yenny Wahid (Foto: Tsarina Maharani/detikcom)
Foto: Yenny Wahid (Foto: Tsarina Maharani/detikcom)

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisaris Independen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA), Yenny Zannuba Wahid, yang juga putri dari mendiang Presiden Abdurrahman Wahib (Gus Dur) buka suara mengenai masalah keuangan maskapai milik negara itu.

Dalam cuitan panjangnya di akun Twitter resminya, @yennywahid, dia menjelaskan duduk perkara persoalan yang membeli Garuda Indonesia termasuk adanya beban surat utang berbasis syariah alias sukuk yang jatuh tempo.

Selain itu, dia juga mengungkapkan bahwa jajaran petinggi Garuda juga sudah mengalami pemotongan gaji sebagai langkah efisiensi. Pernyataan ini menanggapi pertanyaan dari netizen soal gaji Yenny.

"Sudah sejak awal gaji Garuda dipotong Mas. Makin tinggi posisi, makin besar potongannya. Sudah sejak awal gaji Garuda dipotong Mas. Makin tinggi posisi, makin besar potongannya," katanya menjawab pertanyaan netizen.



Saat itu, netizen @ahmadSaji3 bertanya, "gajimu gk usah ambil untuk menutup kerugian. Itulah hakekat negarawan."

CNBC Indonesia sudah mencoba mengontak langsung Yenny Wahid pada Rabu ini (2/6/2021) namun dirinya tengah mendampingi Dubes Arab Saudi, YM Esam At-Thagafi dalam pertemuan dengan Menko Maritim dan Investasi.

"Maaf saya ada meeting dengan Dubes Saudi," katanya dalam pesan singkatnya.

Dalam cuitannya di Twitter, dia menjelaskan, bahwa kondisi Garuda memang berat, tetapi dengan dukungan diharapkan bisa memulihkan kinerja maskapai BUMN kebanggaan RI tersebut.

"Tahun 2019 Garuda membukukan keuntungan operasional 19 juta dolar, tapi tetap terbebani banyak hutang, salah satunya sukuk yang jatuh tempo sebesar 500 juta dolar sekitar Rp  8,5 triliun. Sukuk diterbitkan jauh sebelum saya masuk. Sukuk akhirnya berhasil direstrukturisasi."

"Layanan cargo kami genjot dan hasilnya pendapatan meningkat melebihi target, tetapi tetap tidak mampu menutup semua kerugian."

"Yang komen soal Garuda, ada yang ngerti masalah dan mau bantu, ada yang gak ngerti masalah tapi tetap mau bantu, ada juga yang cuma mau menyalahkan dan gak mau bantu. Gak papa, saya yakin semuanya tetap punya kepedulian terhadap nasib Garuda. Dan inilah yang jadi energi bagi kami," katanya.



Dia berharap Garuda jangan sampai dipailitkan. Yenny mengatakan saat ini pihaknya sedang bekerja keras agar Garuda Indonesia tidak dipailitkan. Permasalahan yang diwariskan dari Garuda sudah besar.

"Banyak yang tanya soal Garuda. Saat ini kami sedang berjuang keras agar Garuda tidak dipailitkan. Problem warisan Garuda besar sekali, mulai dari kasus korupsi sampai biaya yang tidak efisien. Namun Garuda adalah national flag carrier kita. Harus diselamatkan. Mohon support dan doanya."



Yenny menjelaskan penanganan kasus korupsi sedang berjalan, sudah ditangani penegak hukum. Tapi efeknya masih dirasakan, karena menyangkut kontrak jangka panjang yang harus dinegosiasikan, plus pembelian alat produksi yang tidak efisien, misalnya pesawat yang tidak pas untuk kebutuhan maskapai.

Selain itu dia menceritakan waktu dirinya masih pada jajaran komisaris, utang Garuda sudah lebih dari Rp 20 triliun. Ditambah dengan pandemi, makin memperparah kondisi perusahaan.

"Setiap terbang pasti rugi besar, demi penumpang. Kami terapkan social distancing meskipun biaya kami jadi dua kali lipat, dengan revenue turun 90%. Sudah jatuh tertimpa tangga juga," jelasnya.

Yenny juga menjelaskan strategi yang sedang dilakukan perusahaan saat ini adalah restrukturisasi utang dan biaya. Termasuk dalam renegosiasi leasing contract, hingga mengembalikan pesawat yang tidak terpakai, mengingat penggunaan saat ini sudah menurun.



Berdasarkan laporan keuangan terakhir per September 2020, GIAA kembali membukukan kerugian mencapai US$ 1,07 miliar (Rp 15,58 triliun, asumsi kurs Rp 14.500/US$). Padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya perusahaan telah membukukan laba bersih senilai US$ 122,42 juta.

Faktor utama kerugian ini lantaran pendapatan yang turun drastis mencapai 67,83% year on year (YoY) menjadi sebesar Rp 1,13 miliar (Rp 16,51 triliun) pada akhir September lalu. Turun dari pendapatan di akhir September 2019 yang senilai US$ 3,54 miliar.

Penurunan paling besar terjadi pada pendapatan penerbangan berjadwal yang turun menjadi US$ 917,28 juta dari sebelumnya US$ 2,79 juta.

Kemudian penerbangan tidak berjadwal juga turun menjadi US$ 46,92 juta dari sebelumnya US$ 249,91 juta. Penurunan ini utamanya karena tak adanya penerbangan haji tahun ini, padahal pendapatan penerbangan haji ini berkontribusi cukup besar di pos ini.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jagad Twitter Ramai! Putri Gus Dur Upayakan Garuda Tak Pailit

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular