
Australia Lepas dari Resesi, tapi Dolarnya Melemah vs Rupiah

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia melemah melawan rupiah pada perdagangan Rabu (2/6/2021), padahal Negeri Kanguru sudah resmi lepas dari resesi. Membaiknya sentimen pelaku pasar menopang penguatan rupiah pada hari ini.
Melansir data Refinitiv, dolar Australia pagi ini melemah 0,25% ke Rp 11.041,06/AU$ di pasar spot.
Data yang dirilis dari oleh Biro Statistik Australia pagi tadi menunjukkan produk domestik bruto (PDB) tumbuh 1,1% di kuartal I-2021 dari periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Pertumbuhan tersebut nyaris 2 kali lipat lebih tinggi dari konsensus di Trading Economics sebesar 0,6% YoY. Pertumbuhan tersebut merupakan yang pertama setelah mengalami kontraksi (tumbuh negatif) dalam 3 kuartal beruntun.
Suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB mengalami kontraksi dua kuartal beruntun secara YoY. Artinya, di kuartal I-2021, dengan PDB yang tumbuh, Australia sudah lepas dari resesi.
Secara nominal, output perekonomian di kuartal I-2021 sebesar AU$ 525,7 miliar, naik dibandingkan tahun lalu sebesar AU$ 468,3 miliar.
Sementara itu secara kuartal (quarter-to-quarter/QtQ), PDB Australia tumbuh 1,8%, lebih tinggi dari konsensus di Trading Economics sebesar 1,5% QtQ.
Belanja rumah tangga, serta investasi yang dilakukan dunia usaha menjadi motor penggerak bangkitnya perekonomian Australia dari resesi.
Belanja rumah tangga dilaporkan tumbuh 1,2%, yang berkontribusi sebesar 0,7 poin persentase pada PBD. Sementara belanja pemerintah mengalami kontraksi 0,5%, yang memangkas PDB sebesar 0,1 poin persentase.
Investasi swasta menjadi penyumbang terbesar PDB yakni 0,9 poin persentase setelah dilaporkan tumbuh 5,3%. Sektor konstruksi non perumahan serta net export menjadi pengurang PDB di 3 bulan pertama tahun ini.
Sementara itu rupiah sedang bertenaga hari ini akibat membaiknya sentimen pelaku pasar, sehingga aliran modal kembali masuk ke dalam negeri. Di pasar saham, investor asing kembali melakukan aksi beli bersih (net buy) lebih dari Rp 500 miliar sebelum perdagangan sesi I berakhir.
Pada hari Senin lalu, net buy juga tercatat cukup besar, lebih dari Rp 700 miliar.
Begitu juga di pasar obligasi yang menunjukkan potensi capital inflow sebab yield Surat Berharga Negara (SBN) mayoritas mengalami penurunan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022
