Analisis

Pernah 'Dimanja', Gak Tega Lihat Nasib Saham Farmasi di Mei

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
02 June 2021 09:55
Erick Tohir di kimia farma. (CNBC Indonesia/Monica Wareza)
Foto: Erick Tohir di kimia farma. (CNBC Indonesia/Monica Wareza)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus baru Covid-19 di Tanah Air masih belum menunjukkan penurunan yang signifikan. Data terbaru dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per Selasa (1/6/2021) kemarin, kasus terkonfirmasi bertambah 4.824 kasus menjadi total 1,83 juta kasus.

Memang, jumlah pertambahan kasus baru turun hingga 800 kasus dibandingkan pertambahan kasus baru pada Senin (31/5) yang sejumlah 5.662 kasus.

Selain itu, tercatat pula kasus aktif turun 681 menjadi 101.325. Adapun, kasus sembuh bertambah 5.360 dalam sehari, sehingga hingga saat ini kasus sembuh menjadi 1,67 juta. Sayangnya, kasus meninggal juga masih bertambah 145 menjadi 50.723.

Di sisi lain, program vaksinasi juga masih terus berjalan, kendati masih sangat jauh dari target.

Menurut data Covid.go.id, per Selasa (1/6), dari target vaksinasi 181,55 juta, realisasi vaksinasi ke-1 sebesar 16,59 juta, naik 180.909 dari sebelumnya. Adapun realisasi vaksinasi ke-2 sebesar 10,71 juta, naik 82/465 dari sebelumnya.

Secara umum, pagebluk Covid-19 memang benar-benar berdampak bagi hampir seluruh sektor perekonomian. Namun, bagi emiten farmasi, terutama yang terlibat langsung dalam penanggulangan Covid-19, pandemi menjadi semacam blessing in disguise alias berkah terselubung di balik situasi yang sedang tidak kondusif.

Sebut saja, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INDO), sebagai anak dari holding farmasi PT Biofarma, yang ditujuk sebagai distributor vaksin Covid-19. Contoh lainnya, PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) yang membukukan peningkatan penjualan alat suntik (syringe) dan Produk swab antigen sampai kuartal I 2021.

Lantas, bagaimana kinerja saham-saham emiten farmasi sepanjang Mei?

Di bawah ini Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas secara singkat kinerja saham-saham farmasi dalam sebulan terakhir, disertai penjelasan ringkas mengenai kinerja fundamental dan prospek ke depannya.

NEXT: Analisis Saham Farmasi

Mengacu data BEI, apabila menilik data di atas, dari 7 saham yang diamati, hanya 1 saham yang berhasil naik, kendati tipis, dalam sebulan. Sementara 6 saham sisanya malah tumbuh negatif.

Saham emiten pelat merah, INAF, menjadi yang paling menguat, dengan kenaikan 1,33% ke RP 2.280/saham. Namun, saham ini tercatat setidaknya 5 kali stagnan dalam 30 hari terakhir.

Dalam sepekan pun saham INAF terkerek, yakni sebesar 5,07%.

Berbeda dengan 'kompatriot'-nya, saham KAEF dan PEHA malah terkoreksi, secara berturut-turut, 1,52% dan 0,40% dalam sebulan belakangan.

Adapun saham primadona farmasi sejak tahun lalu, IRRA juga ambles1,83% ke Rp 1.610/saham. Secara year to date (ytd) pun saham ini masih naik 0,63%, sementara dalam setahun 'terbang' 192,73%.

Melorotnya saham-saham farmasi dalam sebulan terakhir tampaknya seiring dengan lesunya pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dalam sebulan, IHSG terkoreksi 0,45%. Sementara dalam 3 bulan terakhir, IHSG nyungsep 4,92%.

Selain itu, dalam beberapa waktu terakhir, sentimen-sentimen positif tidak begitu banyak. Malahan, beberapa waktu lalu, KAEF 'dihajar' sentimen negatif terkait kabar soal temuan alat rapid antigen bekas yang digunakan oleh petugas anak usaha KAEF PT Kimia Farma Diagnostik di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara pada akhir April lalu.

Sebenarnya, saham-saham farmasi sempat melonjak siginifikan pada awal tahun lalu, hingga beberapa di antaranya mencapai harga tertinggi (all time high) pada awal tahun ini.

Ambil contoh, trio saham BUMN, KAEF, INAF dan PEHA cenderung naik setidaknya sejak Oktober tahun lalu, hingga akhirnya kompak melesat meraih all time high dalam setahun terakhir pada 12 Januari 2021.

INAF melonjak ke posisi Rp 6.975/saham, KAEF ke Rp 6.975/saham dan anak usaha KAEF, PEHA melejit di Rp 2.640/saham.

Melesatnya ketiga saham tersebut terjadi sehari sebelum program vaksinasi Covid-19 dimulai. Asal tahu saja, INAF dan KAEF sebelumnya telah ditunjuk sebagai distributor vaksin Covid-19.

Adapun, selain ketiga saham di atas, saham IRRA juga sempat mencapai harga tertinggi di Rp 3.700 pada 11 Januari 2021.

Sebagai informasi, pada 13 Januari lalu,  Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan jajaran menteri kabinet Indonesia Maju menjadi penerima vaksin Covid-19 pertama, menandai dimulainya pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Tanah Air.

Kalau ditilik dari kinerja, memang tidak semua emiten farmasi otomatis membukukan kinerja yang melonjak tinggi seiring adanya Pandemi-19.

INAF, misalnya, berhasil mencatatkan laba bersih senilai Rp 27,58 juta atau ambles 99,65% atau nyaris 100% pada 2020 dari periode tahun 2019 sebesar Rp 7,96 miliar.

Namun, kinerja INAF membaik per kuartal I 2021. Berkat penjualan yang tumbuh 152% secara tahunan (year-on-year/yoy), Indofarma berhasil mencatatkan laba bersih senilai Rp 1,82 miliar pada 3 bulan pertama tahun ini, berbalik dari rugi  bersih hingga Rp 21,43 miliar pada kuartal I 2020.

Berbeda dengan INAF, pandemi ikut mendorong kinerja keuangan KAEF. Sepanjang 2020, KAEF mencetak laba bersih sebesar Rp 17,63 miliar di tahun lalu. Besaran laba pada 2020 naik jika dibandingkan dengan tahun 2019 yang mana perusahaan mengalami kerugian Rp 12,7 miliar.

Di samping keduanya, kinerja keuangan IRRA tampaknya yang paling superior.

Penjualan menembus Rp 563,9 miliar atau tumbuh 100,1% pada 2020, sementara laba bersih melambung 82,3% menjadi Rp 60,52 miliar. Ini melampaui target internal perusahaan yang awalnya cuma mematok angka 20%.

Lini bisnis diagnostik, dengan produk utama perangkat tes swab antigen Panbio, tumbuh 183,4% menjadi Rp 410,8 miliar. Segmen peralatan non-elektromedikal, penjualan alat suntik (syringe) melesat 25% yang kebanyakan di antaranya berasal dari penjualan kuartal IV-2021.

Pada kuartal IV-2020 saja, Itama membukukan pendapatan Rp 422,8 miliar atau melesat 586% secara kuartalan. Pada saat itu, pemerintah memang telah menggencarkan tes antigen dan mulai menyiapkan vaksinasi (yang kemudian resmi diluncurkan pada 13 Januari 2021). Itama membukukan kontrak penjualan syringe sebanyak 111 juta, untuk vaksinasi tahun 2020.

Dus, periode 3 bulan terakhir 2020 itu menyumbang 75% pendapatan perseroan tahun lalu, sejalan dengan mulai cairnya anggaran pemerintah, yang biasanya digenjot pada kuartal IV. Kontrak dari pemerintah sejauh ini menyumbang lebih dari 40% penjualan Itama.

Terbaru, per triwulan pertama, Itama kembali membukukan kinerja yang ciamik. Itama mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar 853,6% (YoY) pada kuartal I-2021 menjadi Rp 20,91 miliar dibandingkan perolehan laba bersih kuartal I-2020 yang hanya sebesar Rp 2,2 miliar.

Catatan saja, tahun ini pemerintah meningkatkan alokasi anggaran kesehatan tahun 2021 sebesar Rp254 triliun dari alokasi awal sebesar Rp 169 triliun, dengan porsi anggaran penanganan Covid-19 sebesar Rp173,3 triliun atau naik signifikan dari anggaran Covid-19 di tahun lalu sebesar Rp 63,5 triliun.

Menurut hemat Tim Riset, dengan melihat kondisi pandemi Covid-19 di Tanah Air. yang masih jauh dari kata selesai dan ditambah adanya peningkatan alokasi anggaran kesehatan dari pemerintah, saham-saham farmasi tampaknya masih memiliki dorongan untuk tetap bertumbuh, setidaknya dalam jangka menengah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular