Wall Street Berpesta, Mengapa Rupiah Bermuram Durja?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 May 2021 09:10
Ilustrasi pecahan uang 75.000. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Faktor musiman sepertinya menjadi penyebab depresiasi mata uang Tanah Air.

Pada Jumat (28/5/2021), US$ 1 setara dengan Rp 14.285 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya atau stagnan.

Namun tidak lama kemudian rupiah masuk jalur merah. Pada pukul 09:06 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.300 di mana rupiah melemah 0,11%.

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot di posisi Rp 14.285/US$. Ini adalah posisi terkuat sejak 19 Mei lalu.

Mata uang Ibu Pertiwi sedang berada dalam tren menguat. Selama sebulan terakhir, rupiah terapresiasi 1,35% di hadapan dolar AS secara point-to-point.

Ini membuat rupiah rentan terkena koreksi teknikal. Rupiah kini sudah 'mahal' sehingga memancing investor untuk mencairkan keuntungan. Aksi jual ini membuat rupiah tertekan.

Selain itu, sekarang adalah jelang akhir bulan. Biasanya kebutuhan valas korporasi pada akhir bulan meningkat karena kebutuhan impor, pembayaran utang, dan sebagainya. Tingginya kebutuhan valas ini membuat rupiah juga terpapar tekanan jual sehingga nilai tukarnya melemah.

Halaman Selanjutnya --> Wall Street Semringah, Sayang Rupiah Tak Ikut Bungah

Sayang sekali karena sebenarnya situasi eksternal sedang kondusif. Investor sedang berminat terhadap aset-aset berisiko, yang tercermin dari penguatan bursa saham AS.

Dini hari tadi waktu Indonesia, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup naik 0,41% sementara S&P 500 bertambah 0,12%. Nasdaq Composite relatif stabil, terkoreksi tipis hampir flat di minus 0,01%.

Investor di Wall Street bergairah karena rilis data ekonomi terbaru di Negeri Paman Sam. Pada pekan yang berakhir 22 Mei 2021, jumlah klaim tunjangan pengangguran turun 38.000 menjadi 406.000. Ini adalah jumlah klaim terendah sejak Maret tahun lalu. Perlahan tetapi pasti, pasar tenaga kerja AS bangkit menuju normal sebelum terhantam pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

"Ekonomi terus berlari. Ke depan, pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh keluarnya tabungan masyarakat yang menumpuk pada masa pandemi," kata Scott Hoyt, Ekonom Senior Moody's Analytics, seperti dikutip dari Reuters.

Sektor yang paling terdampak oleh pandemi seperti hotel dan restoran mulai menyerap tenaga kerja. Menurut survei poachedjobs.com, para pekeja di sektor ini mulai bekerja 30-40 jam per minggu.

Rilis data kedua adalah pemesanan barang modal non-pertahanan kecuali pesawat terbang. Ini disebut pemesanan barang modal inti (core-capital goods) yang memberi gambaran soal rencana bisnis korporasi.

Pada April 2021, pemesanan barang modal inti naik 2,3% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Lebih tinggi ketimbang pertumbuhan Maret 2021 yaitu 1,6% mtm dan menjadi yang terbaik sejak Juli 2020.

Dua data ini semakin memberi konfirmasi bahwa ekonomi Negeri Adidaya bakal tumbuh impresif pada kuartal II-2021. Bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) cabang Atlanta dalam laman GDPNow memperkirakan ekonomi bakal tumbuh 9,1% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized).

Harapan akan ekonomi yang cerah bukan pepesan kosong, tetapi sesuatu yang sangat nyata di depan mata. Harapan ini membuat pelaku pasar semringah dan berani masuk ke instrumen berisiko.

Namun sayang, rupiah tidak bisa ikut 'berpesta'. Gara-gara faktor musiman, rupiah terpaksa bermuram durja.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular