Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup dengan apresiasi 0,45% ke level 5.841,82 pada perdagangan Kamis (27/5/21) dan mencetak nilai transaksi harian menembus Rp 23 triliun, salah satu yang tertinggi tahun ini.
Data perdagangan menunjukkan, kenaikan IHSG terjadi menyusul optimisme akan pulihnya perekonomian Indonesia di kuartal kedua tahun ini.
Merujuk pada data perdagangan BEI, sebetulnya IHSG sempat diperdagangkan dengan kenaikan 1% bahkan sempat menyentuh level 5.900.
Hanya saja pada sesi pra penutupan, saham-saham perbankan raksasa jatuh ke zona merah dan menekan IHSG. Terjadi aksi massif jual dari investor asing atas saham bank-bank papan atas RI.
Sementara itu, nilai transaksi hari ini tergolong ramai sebesar Rp 22,9 triliun, volume perdagangan 25,34 miliar saham dengan frekuensi 1,20 juta kali transaksi. Terpantau investor asing menjual bersih Rp 290 miliar di pasar reguler.
Ada 294 saham terapresiasi, 209 terkoreksi, sisanya 138 stagnan.
Berikut saham-saham paling aktif diperdagangkan pada Kamis kemarin.
10 Saham Teraktif, Kamis (27/5)
1. Bank Central Asia (BBCA), nilai transaksi Rp 3,4 T, saham -1,34% Rp 31.350
2. Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Rp 2,3 T, saham -2,71% Rp 3.950
3. Tower Bersama (TBIG), Rp 1,5 T, saham -3,95% Rp 2.430
4. PGN (PGAS), Rp 1,1 T, saham +1,82% Rp 1.120
5. Bank Mandiri (BMRI), Rp 1 T, saham -2,54% Rp 5.750
6. Bank Jago (ARTO), Rp 1 T, saham +6,85% Rp 12.475
7. Telkom (TLKM), Rp 789 M, saham +2,42% Rp 3.380
8. Astra International (ASII), Rp 514 M, saham +1,48% Rp 5.150
9. Merdeka Copper (MDKA), Rp 437 M, saham +2,35% Rp 2.610
10. Bank Negara Indonesia (BBNI), Rp 424 M, saham -3,29% Rp 5.150
Data BEI mencatat, saham BBCA dan BBRI yang tadinya terbang tinggi tiba-tiba terkoreksi masing-masing 1,34% dan 2,71%. Asing melakukan pembelian di saham BBCA sebesar Rp 140 miliar dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) Rp 152 miliar.
Sedangkan jual bersih dilakukan asing di saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang dilego Rp 179 miliar dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) yang dijual Rp 392 miliar.
NEXT: Nilai transaksi
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) bursa di tahun 2021 mencapai Rp 8,8 triliun. Hal ini berdasarkan Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) tahun 2021 yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Nilai tersebut direvisi dari proyeksi sebelumnya sebesar Rp 8,5 triliun.
Dalam konferensi pers Desember tahun lalu, Direktur Utama BEI, Inarno Djajadi menyampaikan, target tersebut diyakininya dapat tercapai sejalan dengan meningkatnya nilai transaksi harian perdagangan bursa akhir-akhir ini. Namun, angka tersebut, kata dia masih bisa ditinjau ulang secara gradual bila nilai transaksi ternyata di bawah target.
"Target [RNTH] 2021 bukan Rp 8,5 triliun, tapi Rp 8,8 triliun. Ya memang pada saat itu kita cukup optimis itu tercapai. Bulan-bulan ini transaksi luar biasa, kita syukuri, kita harapkan ke depannya cukup baik," katanya, dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (30/12/2020).
Data BEI mencatat, rekor nilai transaksi harian sepanjang sejarah pernah terjadi pada Senin (30/11/2020) saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok nyaris 3% saat itu.
Ketika itu nilai transaksi harian menembus Rp 32,01 triliun dan total frekuensi 1,68 juta kali, tertinggi sepanjang sejarah transaksi di BEI.
BEI pernah mencatat nilai transaksi harian saham di pasar reguler tertinggi pernah juga terjadi pada 25 November 2020 yaitu Rp16,48 triliun dengan total frekuensi 1,41 juta kali.
Adapun di Januari 2021, rerata transaksi harian menjadi rata-rata sebesar Rp 20,5 triliun.
Mengacu data BEI, dalam pertemuan dengan pimpinan media massa, data transaksi harian ini jika dilihat trennya dalam 5 tahun terakhir melaju cukup kencang.
Pada periode 2016-2020, nilai transaksi harian bursa rata-rata berada di level Rp 7,5 triliun sampai dengan Rp 9,2 triliun.
Dilihat dari komposisinya, data per Januari, sebesar 69,5% investor ritel domestik memberikan andil terbesar dalam rata-rata transaksi harian, bertambah dari tahun sebelumnya sebesar 48,4% dengan rerata transaksi Rp 9,2 triliun. Selanjutnya, 13% dari investor institusi domestik dan 17,5% dari institusi asing.
Namun, bila dilihat dari komposisi kepemilikan, investor ritel domestik mengalami kenaikan dari tahun 2020 sebesar 13,1% menjadi 13,5% kepemilikan. Sedangkan, 38,3% dari investor institusi domesik dan 48,1% institusi asing.