Mayoritas Kripto Loyo Lagi, Chainlink & Cardano Tampil Beda

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang kripto terpantau bergerak bervariasi cenderung melemah pada perdagangan Kamis (27/5/2021) pagi, setelah dua hari sebelumnya sempat menguat.
Berdasarkan data dari Investing pukul 09:00 WIB, harga Bitcoin melemah 2,69% ke level US$ 37.617,40 atau setara dengan Rp 538.857.275, Ethereum terkoreksi 2,66% ke US$ 2.685,18 (Rp 38.460.311).
Berikutnya Litecoin turun 1,87% 1,87% ke US$ 182,84 atau setara dengan Rp 2.614.740, Ripple terpangkas 3,23% ke US$ 0,953 (Rp 13.659), dan Dogecoin merosot 4,16% ke US$ 0,332 (Rp 4.766).
Sementara untuk koin digital Chainlink dan Cardano pagi ini terpantau masih menguat, di mana Chainlink melesat 3,66% ke posisi US$ 30,64 atau setara dengan Rp 439.138 dan Cardano menguat 0,39% ke US$ 1,63 (Rp 23.520).
Harga Bitcoin pun sempat naik kembali ke atas level US$ 40.000 pada Rabu (26/5/2021) pagi, namun pada pagi hari ini, Bitcoin kembali melemah.
Aksi jual investor di kripto pada akhir pekan lalu terjadi setelah otoritas di China dan AS berupaya untuk memperketat regulasi dan kepatuhan pajak pada cryptocurrency.
Otoritas China pada Jumat (21/5/2021) pekan lalu menyerukan regulasi yang lebih ketat tentang penambangan dan perdagangan kripto, sekaligus memperkuat aturan yang diumumkan sebelumnya pada tahun 2017.
Sementara itu di AS, Departemen Keuangan mengumumkan pada Kamis (20/5/2021) lalu bahwa itu akan membutuhkan kepatuhan kripto yang lebih ketat dengan IRS.
Kenaikan harga Bitcoin baru-baru ini terjadi setelah CEO Tesla, Elon Musk mengatakan pada Senin (24/5/2021) bahwa dia berbicara dengan penambang bitcoin di Amerika Utara tentang solusi energi terbarukan.
Di tempat lain, miliarder hedge fund, Ray Dalio mengatakan dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada hari yang sama bahwa dia memiliki beberapa Bitcoin.
Namun, kabar dari Iran yang mengumumkan larangan sementara penambangan Bitcoin dan cryptocurrency lainnya pada Rabu kemarin membuat sebagian besar cryptocurrency kembali melemah pada pagi hari ini.
Alasan Iran memberlakukan larangan sementara tersebut adalah karena para pejabat menganggap bahwa aktivitas itu "boros" energi dan menyebabkan pemadaman listrik di sejumlah kota di Iran.
"Larangan itu berlaku segera dan akan diberlakukan hingga 22 September," kata Presiden Hassan Rouhani kepada TV pemerintah, sebagai tanda terbaru penolakan profil tinggi terhadap mata uang digital populer tersebut.
Ibu kota Iran, Teheran, dan beberapa kota besar lainnya telah menghadapi beberapa kali pemadaman listrik harian selama beberapa bulan terakhir. Para pejabat menyalahkannya pada kekurangan gas alam dan kekeringan berkepanjangan yang melumpuhkan pembangkit listrik tenaga air di negara itu.
Penambangan kripto makin menambah masalah. Apalagi, 85% penambangan Bitcoin di negara itu dilakukan secara ilegal.
Hal ini mendorong tindakan keras nasional terhadap penambang karena aktivitas itu akhirnya mengganggu beberapa fasilitas medis. Ini membuat faskes kesulitan menjalankan alat pendingin untuk menyimpan vaksin Covid-19.
Pada bulan Januari, polisi Iran menyita hampir 50.000 mesin penambangan Bitcoin yang menggunakan listrik bersubsidi secara ilegal. Menurut perusahaan listrik milik negara Tavanir, para penambang telah mengonsumsi 95 megawatt per jam dengan tarif murah yang disubsidi negara.
Mata uang kripto yang pernah mencapai rekor harga tertinggi pada bulan April di atas US$ 63.000 (Rp 900 juta) per koin, telah mendapat kecaman akhir-akhir ini karena intensif energi di balik produksinya dan akibatnya biaya lingkungan.
Penambang Bitcoin menggunakan komputer yang dibuat khusus untuk menyelesaikan persamaan matematika kompleks yang secara efektif memungkinkan transaksi kripto. Namun, seluruh proses ini membutuhkan banyak energi karena jumlah daya yang digunakan oleh komputer.
Teheran sebelumnya mengizinkan cryptocurrency yang ditambang di Iran untuk membayar impor barang, yang dapat membantunya mengatasi sanksi AS yang luas.
Bank sentral Iran melarang perdagangan cryptocurrency yang ditambang di luar negeri, meskipun ini dapat ditemukan di pasar gelap, menurut orang Iran yang tinggal di negara itu.
Sekitar 4,5% dari semua penambangan Bitcoin secara global terjadi di Iran antara Januari dan April tahun ini, menurut perusahaan analitik blockchain Elliptic. Hal Itu menempatkannya di antara 10 teratas di dunia, sementara China berada di posisi pertama dengan hampir 70%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Aset Kripto Diserbu Lagi, Chainlink Idola Baru & Meroket 17%
(chd/chd)