
Sempat Nyaris ke Rp 14.000-an/US$, Rupiah Terbaik di Asia

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah membukukan penguatan 3 pekan beruntun, rupiah kembali berjaya melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (10/5/2021). Aliran modal yang mulai masuk lagi ke dalam negeri membuat rupiah perkasa dan nyaris menyentuh level Rp 14.000-an/US$.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melesat 1,12% ke Rp 14.120/US$. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 26 Februari lalu. Rupiah kemudian memangkas penguatan dan berakhir di Rp 14.195/US$, menguat 0,6% di pasar spot.
Dengan penguatan tersebut rupiah menjadi yang terbaik di Asia hari ini. Hingga pukul 15:07 WIB, selain rupiah ada 3 lagi mata uang utama Asia yang menguat, dolar Taiwan menjadi yang terdekat dengan penguatan 0,19%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Rupiah memang sedang bertenaga, pada pekan lalu sukses menguat lebih dari 1% dan membukukan penguatan 3 pekan beruntun. Sementara 2 pekan sebelumnya, masing-masing menguat 0,55% dan 0,27%. Capital inflow yang kembali terjadi di pasar obligasi menjadi pemicu penguatan rupiah.
Di bulan Maret lalu, capital outflow di pasar obligasi Indonesia sekitar Rp 20 triliun yang membuat rupiah tertekan. Tetapi memasuki bulan April kondisinya berbalik, pasar obligasi Indonesia kembali menarik setelah yield obligasi (Treasury) AS perlahan menurun. Di pasar sekunder, kepemilikan obligasi oleh investor asing menunjukkan peningkatan.
Melansir data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki asing tercatat senilai Rp 964,6 triliun di akhir April, terjadi capital inflow Rp 13,2 triliun dibandingkan posisi akhir Maret.
Sementara pada periode 1 sampai 4 Mei capital inflow tercatat Rp 1,16 triliun.
Di pasar primer pun lelang obligasi yang dilakukan pemerintah sukses menarik minat investor, dilihat dari nilai penawaran masuk yang mengalami peningkatan, serta yang dimenangkan pemerintah sesuai dengan target indikatif.
Di sisi lain, dolar AS sedang mengalami tekanan setelah rilis data tenaga kerja AS Jumat lalu yang menunjukkan kenaikan tingkat pengangguran.
Hal tersebut memperkuat sikap bank sentral AS (The Fed) yang tidak akan merubah kebijakan ultra-longgar dalam waktu dekat, yang tentunya memberikan tekanan bagi the greenback.
Selain itu, kabar baik juga datang hari ini dari Bank Indonesia (BI). Setelah setahun 'tiarap', akhirnya konsumen Indonesia kembali percaya diri dalam memandang perekonomian.
Hal ini tercermin dalam Survei Konsumen edisi April 2021 di mana Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berada di 101,5. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 93,4.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau sudah di atas 100, maka artinya berada di zona optimistis, konsumen pede dalam memandang prospek perekonomian saat ini hingga enam bulan ke depan.
IKK adalah salah satu indikator mula (leading indicator) yang berguna untuk 'menerawang' arah perekonomian ke depan. Jadi saat IKK positif, maka kemungkinan prospek ekonomi ke depan bakal cerah.
"IKK April 2021 merupakan angka optimistis pertama sejak April 2020. Keyakinan konsumen terpantau membaik pada seluruh kategori tingkat pengeluaran responden, tingkat pendidikan, dan kelompok usia responden. Secara spasial, keyakinan konsumen membaik di seluruh kota yang disurvei (18 kota), tertinggi di kota Padang, diikuti oleh Bandung dan Pangkal Pinang," sebut keterangan tertulis BI, Senin (10/5/2021).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan
