
Nyaris Tembus Rp 14.300/US$, Rupiah Terbaik di Asia!

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Nilai tukar rupiah mencatat penguatan harian terbesar dalam 4 bulan terakhir melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (6/5/2021, bahkan hingga nyaris menembus Rp 14.300/US$. Dolar AS sedang tertekan akibat pasar tenaga kerja yang tidak sekuat perkiraan, sementara rupiah mendapat tenaga dari rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal I-2021.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,21% ke Rp 14.400/US$. Sempat terpangkas ke Rp 14.420/US$, rupiah setelahnya malah melaju kencang hingga ke Rp 14.310/US$ atau 0,83%.
Di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 14.315/US$ menguat 0,8%. Persentase tersebut merupakan penguatan terbesar sejak 4 Januari lalu, saat itu rupiah mampu menguat 1,1%.
Rupiah juga unggul jauh dibandingkan mata uang utama Asia lainnya. Hingga pukul 15:17 WIB, won Korea Selatan menguat tipis 0,04%, dan menjadi yang terbaik kedua di bawah rupiah. Persentase penguatan tersebut tentunya jomplang dengan Mata Uang Garuda, bahkan mata uang lainnya mayoritas melemah.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin mengumumkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tiga bulan pertama 2021 mengalami kontraksi (minus) 0,96% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq). Sementara dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy), ekonomi Indonesia terkontraksi 0,74%.
Realisasi ini tidak jauh dari ekspektasi pasar, bahkan sedikit lebih baik. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan PDB terkontraksi 1,09% qtq, sementara secara tahunan diperkirakan terjadi kontraksi 0,87% yoy.
Dengan demikian, kontraksi PDB Indonesia genap terjadi selama empat kuartal beruntun. Artinya, Indonesia masih terjebak di 'jurang' resesi ekonomi.
Meski demikian, dengan kontraksi yang lebih baik dari prediksi, kebangkitan ekonomi di kuartal II-2021 tentunya berpeluang lebih tinggi dari prediksi, yang menjadi sentimen positif bagi rupiah.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Dolar AS Diramal Melemah Dalam 3 Bulan ke Depan
Data tenaga kerja AS versi Automatic Data Processing Inc. (ADP) yang dirilis kemarin malam membuat dolar AS tertekan. ADP melaporkan sepanjang bulan April perekonomian AS mampu menyerap 742.000 tenaga kerja, memang lebih banyak ketimbang bulan sebelumnya 565.000 tenaga kerja, tetapi cukup jauh di bawah estimasi pasar 872.000 tenaga kerja.
Data tersebut bisa memberikan gambaran pasar tenaga kerja AS tidak sekuat perkiraan pelaku pasar, dan menjadi acuan data tenaga kerja versi pemerintah yang akan dirilis Jumat besok.
Pasar tenaga kerja yang tidak sekuat perkiraan tentunya memperkuat pernyataan bank sentral AS (The Fed) jika kondisi pasar tenaga kerja saat ini masih belum cukup untuk bank sentral memulai perundingan pengetatan moneter.
Artinya kebijakan The Fed masih akan ultra-longgar, dan dolar AS pun tertekan.
Selain itu, hasil survei terbaru Reuters menunjukkan dalam 3 bulan ke depan dolar AS akan melemah.
"Sepertinya kita masih akan menjalani tren pelemahan dolar AS, dan itu akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Sekarang pertanyaannya, apakah mata uang lain bisa memanfaatkan itu?" tegas Kit Juckes, Head of FX Strategist di Societe Generale, seperti dikutip dari Reuters.
Nah, para responden memperkirakan mata uang yang bisa memanfaatkan tren pelemahan dolar AS adalah mata uang yang bersifat commodity currency. Artinya, mata uang suatu negara yang mengandalkan komoditas sebagai barang dagangan utama.
Rupiah adalah salah satu mata uang itu, meski korelasinya masih belum kuat. Ekspor Indonesia didominasi oleh komoditas, utamanya minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan batu bara. Ketika harga dua komoditas itu naik, maka Indonesia akan menikmati pasokan valas yang melimpah sehingga peluang penguatan rupiah jadi lebih besar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
