
Gak Nyangka! Utang Jumbo-Cicil THR, Saham Tekstil Malah Cuan

Jakarta, CNBC Indonesia - Hantaman pandemi Covid-19 benar-benar mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan, tak terkecuali emiten-emiten tekstil Tanah Air.
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi salah satu sektor yang dihantam pandemi. Para perusahaan tekstil mengalami kesulitan terkait arus kas dan ketersediaan bahan baku. Sebagai imbasnya, menurut data Kementerian Perindustrian, sebanyak 1,5 juta karyawan di sektor ini harus dirumahkan.
Adapun menurut data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (5/5/2021), seiring dengan masih terkontraksinya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I yang minus 0,74 persen secara tahunan (year on year/yoy), industri pengolahan tekstil dan pakaian jadi masih terkontraksi dalam.
Pada triwulan I tahun ini, industri ini minus 13,28% secara yoy. Sementara, pada kuartal IV tahun lalu, industri tekstil dan pakaian jadi negatif 10,49%. Sebenarnya, kontraksi ini sudah dimulai sejak awal tahun lalu ketika menyentuh negatif 1,24% secara tahunan.
Lantas, bagaimana dengan kinerja saham-saham emiten tekstil?
Siapa saja emiten yang membukukan kinerja terbaik dan terburuk?
Di bawah iniTim Riset CNBC Indonesiaakan membahas secara ringkas kinerja saham sejumlah emiten tekstil dalam sebulan dan secarayear to date(Ytd).
Catatan saja, selain tujuh emiten yang dibahas di bawah ini, masih ada setidaknya 12 emiten tekstil lainnya yang tidak dimasukkan, lantaran saham-saham emiten tersebut tergolong kurang likuid.
Berdasarkan tabel di halaman sebelumnya, dari tujuh saham yang diamati, dalam sebulan terakhir ada 5 saham yang berhasil tumbuh, sementara dua sisanya ambles. Adapun, apabila menilik secara ytd (year to date), ada empat saham yang melesat dan tiga saham yang tersungkur.
Saham MYTX tercatat yang paling melaju kencang di antara saham lainnya. Dalam sebulan saham ini memang hanya tumbuh 0,79%, tetapi dalam setahun MYTX sudah 'terbang' 144% ke harga Rp 122/saham.
Menariknya, di tengah hantaman pandemi, MYTX malah berhasil membalik rugi bersih menjadi untung per kuartal III tahun lalu. Berdasarkan laporan keuangan per kuartal III 2020, MYTX membukukan laba bersih Rp 7,33 miliar, berbanding terbalik dari rugi bersih Rp 196,51 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Kenaikan laba bersih ini diiringi dengan menurunnya pendapatan usaha sebesar 27, 49% dari Rp 1,35 triliun pada triwulan III 2019 menjadi Rp 982,41 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Namun, arus kas operasi perusahaan tercatat negatif Rp 29,69 miliar per akhir September 2020. Angka tersebut mengecil dari periode yang sama tahun sebelumnya yang negatif Rp 177,41 miliar.
Di posisi kedua ada saham ESTI yang sudah melonjak 11,58% dalam sebulan belakangan, sementara sejak awal tahun sudah melejit 103,85%.
NEXT: Analisis Sahamnya
Berbeda nasib dengan MYTX dan ESTI, saham duo pemain besar tekstil, PBRX dan SRIL, malah ambles sejak awal tahun.
Saham PBRX memang masih tumbuh 3,16% dalam sebulan, tapi secara ytd sudah ambles 30,08%. Adapun PBRX diguncang soal demo karyawan lantaran miskomunikasi soal pencicilan THR meski hal ini sudah disepakati.
Adapun saham SRIL menjadi yang paling boncos di antara yang lainnya. Dalam sebulan, saham ini anjok 22,50%, sementara secara ytd sudah ambrol 40,84% ke posisi Rp 155/saham.
Kinerja SRIL memang sedang tertekan sepanjang tahun lalu.
Memang, pendapatan Sritex sepanjang 2020 sebenarnya meningkat, yakni sebesar 8,25% menjadi US$ 1,28 miliar atau setara dengan Rp 17,95 triliun (asumsi kurs US$ 1 = Rp 14.000) secara tahunan (year on year/YoY).
Namun, laba bersih SRIL turun sebesar 2,65%. Laba bersih yang tercatat dalam laporan keuangan 2020 sebesar Rp US$ 85,32 juta (Rp 1,19 triliun) dari sebelumnya US$ 87,65 juta di akhir 2019.
Selain itu, sepanjang tahun lalu, arus kas operasi minus US$ 59,24 juta atau Rp 829,37 miliar, dari arus kas positif US$ 1,3 juta pada tahun sebelumnya.
Informasi saja, di tengah serangan pagebluk Covid-19, pada tahun ini hingga tahun depan perusahaan memiliki utang yang akan jatuh tempo dalam jumlah yang cukup besar, yakni nyaris Rp 10 triliun.
Terdiri dari, utang sindikasi mencapai US$ 350 juta atau setara dengan Rp 5,07 triliun (kurs Rp 14.500/US$) yang jatuh tempo pada 2022.
Kemudian, utang yang akan jatuh tempo pada tahun ini mencapai US$ 277 juta atau lebih dari Rp 4 triliun. Saat ini pihak Sritex sedang melanjutkan diskusi dengan pemberi pinjaman dan mengajukan permohonan moratorium utang di pengadilan.
Tentu saja kondisi perusahaan berbeda dari tujuh emiten tekstil tersebut sehingga investor punya kecenderungan yang berlainan pula pada saham-saham tersebut. Ini yang membuat dari tujuh saham, empat saham tekstil masih oke, sementara sisanya minus.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 3 Strategi PBRX Menjaga Daya Saing Produk Garmen Pasar Global
