Jakarta, CNBC Indonesia - Seiring dengan tuntutan pemenuhan modal inti dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sejumlah bank digital berbondong-bondong akan melakukan penambahan modal dengan cara menerbitkan saham baru dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue.
Selain bank yang sudah menjadi bank digital, sejumlah bank mini (bank dengan modal inti RP 1-5 triliun) yang ingin memasuki ekosistem bank digital juga hendak melakukan rights issue dalam waktu dekat.
Lantas, seiring rencana rights issue tersebut, bagaimana kinerja saham-saham bank yang dimaksud?
Di dalam tulisan ini Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas secara singkat kinerja saham-saham bank digital yang akan rights issue.
Dalam penelisikan cepat, setidaknya ada lima bank yang akan menambah saham baru lewat rights issue, yakni PT Bank Net Indonesia Syariah Tbk (BANK) yang baru saja mengganti namanya menjadi Bank Aladin Syariah, PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB).
Kemudian, PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP), PT Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS) dan PT Bank Harda Internasional TBk (BBHI).
Adapun bank digital PT Bank Jago Tbk (ARTO) sudah lebih dahulu melakukan rights issue pada Februari lalu.
Berikut kinerja saham kelima bank tersebut secara year to date (ytd).
Berdasarkan tabel di atas, kelima saham bank yang ingin rights issue mencatatkan kinerja yang ciamik sejak awal tahun. Kenaikan saham-saham ini sejak awal didorong oleh sentimen narasi bank digital dan pemenuhan modal inti bank mini setidaknya dalam beberapa bulan belakangan.
Meski dalam sebulan terakhir saham-saham bank mini cenderung ditinggalkan investor, mayoritas saham bank di atas terus dikoleksi.
Bahkan, kendati kinerja Ytd saham BANK dihitung sejak bank tersebut melakukan initial public offering (IPO) pada 1 Februari 2021, saham ini tetap memuncaki 'klasemen' dengan 'meroket to the moon' 3.1433% ke harga Rp 3.330/saham, dari harga IPO Rp 103/saham.
Saham BANK memang terus 'menggila' sejak awal IPO. Walaupun sempat disuspensi hampir sebulan, sejak 16 Maret hingga 6 April, saham BANK masih beberapa kali menunjukkan kenaikan harga yang signifikan.
Memang, apabila dibandingkan dengan kinerja sebelum suspensi terakhir, sejak 6 April saham BANK sudah 9 kali masuk zona merah.
Tak bisa dimungkiri, selain isu bank digital, kenaikan harga saham Bank Aladin juga didorong oleh rumor 'pencaplokan' oleh induk e-commerce Shopee, Sea Ltd yang berbasis di Singapura.
Di posisi kedua, ada saham BMAS milik pengusaha nasional Alim Markus. BMAS terus merangsek ke atas dengan kenaikan 329,07% secara ytd.
Selain narasi bank mini, sentimen pendorong untuk saham BMAS saat ini terkait soal proses akuisisi oleh Bank Thailand Kasikorn Vision Company Limited yang dimulai sejak April tahun lalu.
Saham ketiga, BBHI, yang baru saja dicaplok PT Mega Corpora besutan taipan Chairul Tanjung, juga terus melaju kencang sebesar 207,78% sejak awal tahun ini.
Saham BBHI merupakan satu dari sedikit saham bank mini yang terus diborong oleh investor akhir-akhirnya setelah 'demam bank mini' mulai surut.
NEXT: Bank-bank yang Mau Rights Issue
Berikut ini Tim Riset CNBC Indonesia merangkum rencana rights issue lima bank-bank di atas.
Bank Net alias Bank Aladin (BANK)
Bank Aladin berencana melakukan penambahan modal guna memenuhi aturan pemenuhan modal inti OJK. Per akhir 2020, perusahaan memiliki modal inti senilai Rp 640,50 miliar.
Mengenai aturan modal inti, dalam keterbukaan informasi pada 9 Maret 2021, pihak BANK menyatakan komitmennya untuk memenuhi kewajiban modal inti minimum sesuai POJK No 12/2020. Peraturan tersebut mengharuskan bank untuk memiliki modal inti minimum bank umum sebesar Rp 1 triliun tahun 2020, Rp 2 triliun pada 2021 dan minimal Rp 3 triliun tahun 2022.
Pihak BANK mengakui, perseroan belum dapat menyampaikan keterbukaan informasi terkait rights issue tersebut. Akan tetapi, manajemen menambahkan, BANK akan tetap melakukan rights issue dalam waktu dekat, atau setidaknya dalam 1 tahun ke depan, dan menjajaki mitra strategis, salah satunya induk Shopee, yakni Sea Ltd, kendati dibantah oleh manajemen Sea.
Bank Neo Commerce (BBYB)
Pada 8 Maret lalu, bank yang dicaplok startup fintech Tanah Air PT Akulaku Silvrr Indonesia pada 2019 secara gamblang menjelaskan, perusahaan berencana bertansformasi menjadi bank digital.
Selain itu, BBYB menegaskan untuk memenuhi syarat modal inti minimum oleh OJK. Lebih lanjut, perusahaan juga akan melakukan aksi korporasi berupa menerbitkan saham baru untuk penambahan modal.
BBYB akan menerbitkan sebanyak 10 miliar saham baru dalam Penawaran Umum Terbatas (PUT) V dan VI.
Pemegang saham perusahaan yakni Akulaku dan Gozco Capital siap menyerap saham baru tersebut.
Menurut Direktur Utama Bank Neo Commerce Tjandra Gunawan, dalam sesi wawancara bersama awak media, Rabu (28/4), dana hasil rights issue tersebut akan digunakan untuk belanja modal dan meningkatkan modal inti perseroan menjadi Rp 2 triliun pada tahun ini. Sisanya untuk investasi di sektor teknologi dan informasi (IT) dan belanja operasional.
Bank MNC Internasional (BABP)
Emiten bank Grup MNC ini mengumumkan rencana rights issue sebanyak-banyaknya 14,23 miliar saham.
Berdasarkan pengumuman di laman keterbukaan informasi, jumlah saham baru yang akan diterbitkan tersebut merupakan saham Seri B dengan nilai nominal Rp 50 per saham atau sebanyak-banyaknya sejumlah 33,33% dari modal disetor setelah pelaksanaan rights issue.
Perseroan akan meminta restu pemegang saham pada RUPS Luar Biasa yang rencananya akan diselenggarakan pada 9 Juni 2021 mendatang.
Seluruh dana yang diperoleh dari rights issue ini akan dipergunakan seluruhnya oleh perseroan untuk memperkuat struktur permodalan, modal kerja, ekspansi kredit; mendukung transformasi perseroan menjadi bank digital, termasuk pengembangan aplikasi perbankan digital perseroan Motion dengan pengintegrasian aplikasi tersebut dengan kartu kredit perseroan dan platform pembayaran digital dari MNC Group, SPIN.
Tak hanya menambah modal dengan skema rights issue, emiten milik taipan Hary Tanoesoedibjo ini juga berencana menambah modal tanpa melalui hak memesan efek terlebih dahulu (non-HMETD) atau private placement sebanyak-banyaknya 2,53 miliar saham Seri B dengan nilai nominal Rp 50 per saham atau setara 10% dari modal disetor.
BABP menilai, pelaksanaan private placement ini diharapkan akan meningkatkan struktur permodalan, meningkatkan jumlah saham beredar sehingga akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham perseroan.
Selanjutnya, BABP dapat mengundang investor-investor strategis yang berminat menginvestasikan modalnya dalam perseroan agar dapat memberikan nilai tambah bagi kinerja perseroan, struktur permodalan akan lebih kuat, menambah modal kerja dan dapat mendukung perseroan dalam hal ekspansi kredit serta mendukung transformasi menjadi bank digital.
Bank Maspion (BMAS)
Bank milik pengusaha Alim Markus ini juga akan melaksanakan rights issue sebanyak-banyaknya 2,28 miliar saham.
Hal ini disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diselenggarakan pada 8 April 2021 di Surabaya, Jawa Timur.
Belum ditetapkan harga pelaksanaan rights issue ini, namun, jika mengacu pada pergerakan harga saham BMAS rata-rata di kisaran Rp 1.370 sampai dengan Rp 1.610 per saham, maka dari rights issue ini, diperkirakan perseroan akan meraih dana sebesar Rp 3,13 triliun sampai dengan Rp 3,68 triliun.
Informasi saja, saat ini saham Bank Maspion masih dikendalikan oleh PT Alim Investindo dengan kepemilikan 62,01%, PT Maspion sebesar 12,46%, bank asal Thailand Kasikornbank Public Company 9,99%, PT Guna Investindo 5,87%.
Alim Markus juga tercatat sebagai pengendali dengan kepemilikan 1,22%. Sisanya digenggam oleh Alim Mulia Sastra, Alim Prakasa, Alim Puspita dan Gunardi dengan porsi kepemilikan di bawah 1% saham.
Beberapa waktu lalu, Presiden Direktur Maspion Group Alim Markus mengatakan bank terbesar di Thailand Kasikornbank akan menambah kepemilikannya di Bank Maspion menjadi 40%.
Saat ini Kasikornbank tengah menunggu proses fit and proper di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menyerap 30% lagi saham Bank Maspion.
Dia mengatakan, kerja sama yang akan diperdalam dengan partnernya ini adalah pengembangan sistem digital di Bank Maspion, mulai dari perbankan digital hingga sistem pembayaran digital. Pasalnya, Kasikornbank ini dinilai telah memiliki sistem IT yang mumpuni dan bisa diserap oleh Bank Maspion.
Menurut Alim, pengembangan digital ini akan membuat perbankan lebih efisien sebab tak perlu melakukan ekspansi pembukaan cabang secara besar-besaran. Sehingga akan menekan biaya perusahaan yang akhirnya bisa dialihkan untuk penyaluran kredit.
Bank Harda (BBHI)
Bank Harda akan melakukan rights issue pascadicaplok oleh Grup CT Corp via PT Mega Corpora milik pengusaha nasional Chairul Tanjung.
Berdasarkan prospektusnya yang , BBHI akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 7.500.000.000 saham baru dengan nilai nominal Rp 100/saham. Jumlah tersebut setara dengan 64,19% dari modal ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan.
Hanya saja harga pelaksanaan belum ditentukan oleh perseroan. Pada perdagangan Jumat pekan lalu, saham BBHIditutup di level Rp 1.305/saham, dengan asumsi harga ini, maka potensi dana rights issue Bank Hardabisa mencapai maksimal Rp 9,79 triliun.
Adapun RUPS dalam rangka meminta persetujuan aksi korporasi ini akan digelar pada Jumat lusa (7/5).Dana hasil rights issue akan digunakan untuk memperkuat struktur pemodalan dalam pengembangan usaha perseroan termasuk pengembangan kredit secara konvensional maupun bank digital.
Secara rinci, sebelum rights issue, saham perusahaan dipegang 73,71% oleh PT Mega Corpora, sementara publik26,29% dengan jumlah saham beredar total mencapai 5.815.568.205. Adapun setelah rights issue, maka saham Mega Corpora menjadi 90,59% dan publik 9.41% dengan jumlah saham beredar 18.315.568.205.
TIM RISET CNBC INDONESIA