Warren Buffett Khawatir Inflasi AS, Begini Prediksi The Fed

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
04 May 2021 14:30
(Dari kiri ke kanan) Presiden The Fed Richmond Thomas Barkin, Presiden The Fed San Francisco Mary Daly, Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic, dan Presiden The Fed Dallas Robert Kaplan berbicara dalam diskusi, Kamis (23/5/2019). (Foto: REUTERS/Ann Saphir)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah tokoh dan miliarder ternama Amerika Serikat (AS) akhir-akhir ini mengkhawatirkan bakal terjadinya inflasi yang tinggi di negeri Paman Sam, seiring derasnya kucuran dana stimulus Covid-19 oleh pemerintah Joe Biden.

Terbaru, investor kawakan sekaligus bos konglomerasi Berkshire Hathaway Warren Buffet juga mewanti-wanti soal bakal naiknya tingkat inflasi di AS.

Peringatan 'dini' dari Warren Buffet terkait inflasi ini bisa menjadi sentimen negatif bagi pasar saham, karena inflasi yang semakin meninggi bisa membuat bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), perlahan menaikkan suku bunga dan mengurangi pembelian surat berharga di pasar (tapering off).

Sejurus dengan itu, investor yang khawatir dengan kenaikan suku bunga tersebut dan fenomena taper tantrum (koreksi berjamaah indeks bursa negara berkembang karena The Fed mengurangi pembelian surat berharga di pasar) akan memindahkan dananya ke aset lain atau terjadi capital outflow.

Namun, pendapat yang agak berbeda muncul dari Presiden Federal Reserve alias The Fed Richmond, Thomas Barkin.

Thomas Barkin mengatakan kepada CNBC International, Senin (3/5/2021), tekanan inflasi yang meningkat tahun ini dia perkirakan akan mereda pada 2022 mendatang.

"Saya pikir kita akan melihat tekanan harga tahun ini. Anda memiliki situasi permintaan yang sangat kuat, dan Anda mengalami kendala penawaran," kata pejabat bank sentral tersebut selama wawancara "Closing Bell" CNBC, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (4/5).

"Saat hal itu terjadi," Barkin menambahkan, "Anda pasti akan melihat tekanan harga."

Namun, Barkin menambahkan, dia memperkirakan tekanan tersebut akan mereda, seiring perubahan dinamika ekonomi sepanjang tahun dan ekonomi yang kembali ke keadaan yang lebih normal.

"Inflasi adalah fenomena yang berulang. Harga naik tahun ini, harga naik tahun depan," kata Barkin.

"Saya pikir, wajar saja untuk memperdebatkan pertanyaan apakah kombinasi kendala rantai penawaran dan kenaikan harga yang didorong oleh stimulus benar-benar kembali tahun depan," tambahnya.

Sebagaimana diketahui, inflasi adalah komponen penting dari kebijakan the Fed.

CNBC International mencatat, pejabat bank sentral AS lebih suka mematok inflasi sekitar 2%. Namun, mereka mengatakan mereka akan mentolerir tingkat yang agak lebih tinggi daripada itu demi menciptakan lapangan kerja yang penuh dan inklusif. Sampai saat itu, mereka mengatakan tidak akan menaikkan suku bunga sampai tujuan mereka tercapai.

Pengukur inflasi pilihan The Fed, indeks pengeluaran konsumsi pribadi inti (core PCE), naik 1,8% dari secara tahunan di bulan Maret ini.

Dia menambahkan bahwa dia tidak mungkin memilih (vote) untuk mengubah kebijakan setidaknya sampai rasio orang yang bekerja terhadap jumlah penduduk atau populasi (EPR) kembali ke level sebelum pandemi.

Barkin memberikan semacam guidepost saat dia mungkin berubah pikiran dan memilih untuk kebijakan yang lebih ketat, setidaknya melalui pemotongan tingkat pembelian aset bulanan.

The Fed saat ini membeli setidaknya sebanyak US$ 120 miliar obligasi pemerintah AS (US Treasury) dan sekuritas berbasis mortgage setiap bulan. Ini yang akhir-akhir ini membuat investor bertanya-tanya kapan bank sentral dapat mulai mengurangi aktivitasnya alias tapering off.

Barkin mengatakan, dia terutama sekali memperhatikan soal rasio EPR, yang saat ini berada di 57,8%.

Angka ini berada di posisi 61,1% pada Februari 2020 tepat sebelum pandemi. Barkin mengatakan level di sekitar angka tersebut akan membantu merepresentasikan "kemajuan substansial lebih lanjut," patokan yang telah ditetapkan Fed sebelum akan mulai menyesuaikan kebijakan.

Informasi saja, dirangkum dari sejumlah sumber, rasio EPR merupakan indikator statistik yang mengukur angkatan kerja yang saat ini bekerja terhadap total penduduk usia kerja di suatu wilayah.

Rasio EPR memberikan informasi tentang kemampuan suatu perekonomian untuk menyediakan lapangan kerja bagi mereka yang ingin bekerja.

Departemen Tenaga Kerja AS akan mengumumkan angka EPR pada hari Jumat mendatang, ketika merilis laporan nonfarm payrolls (NFP) bulan April, yang diperkirakan akan menunjukkan kenaikan sebesar 978.000 pekerjaan.

Sederhananya, NFP mengukur perubahan jumlah orang yang bekerja selama bulan sebelumnya, kecuali pekerja industri pertanian.

Menurut Investopedia, laporan ini biasa diperhatikan karena berguna untuk mengidentifikasi tren yang terkait dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Jika NFP meningkat, kenaikan tersebut merupakan indikasi bahwa ekonomi sedang tumbuh.

"Saya ingin melihat pertumbuhan itu," kata Barkin. "Seperti yang saya katakan tentang inflasi, ketika kita sampai di sana, maka kita sampai di sana. Tapi saat ini kita belum sampai di sana. "

Terlepas dari kekhawatiran bahwa tekanan inflasi mungkin berlangsung lebih cepat dari yang mereka yakini, para pejabat The Fed tetap mempertahankan pandangan ekonomi dan kebijakan mereka.

Sebelumnya, Ketua Fed Jerome Powell berkata, "Kita belum keluar dari masalah, tetapi saya senang untuk mengatakan bahwa kita sekarang membuat kemajuan nyata."

Presiden The Fed New York John Williams menggemakan pernyataan itu, dengan mengatakan "jika Anda melihat ke luar jendela Anda hari ini, pemandangannya sangat berbeda dari tahun lalu."

John Williams kemudian menambahkan, sementara "ekonomi sedang menuju ke arah yang benar, jalan kita masih panjang untuk mencapai pemulihan ekonomi yang kuat dan penuh."

 

Sebelumnya, investor kawakan sekaligus miliarder Warren Buffet menambah daftar panjang para petinggi perusahaan atau eksekutif yang meyakini tingkat inflasi yang serius mulai berlangsung.

Keyakinan tersebut bertumpu pada kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) yang mulai membaik seiring kucuran stimulus besar-besar pemerintahan Joe Biden, pascaanjlok akibat dampak Pandemi Covid-19.

"Kita sedang menyaksikan inflasi yang substansial. Kita menaikkan harga. Orang-orang menaikkan harga kepada kita, dan hal itu diterima," kata Buffett pada pertemuan pemegang saham tahunan Berkshire Hathaway yang disiarkan secara eksklusif oleh Yahoo Finance, dikutip CNBC Indonesia, Senin (3/5/2021).

Buffett menyebut biaya baja yang jauh lebih tinggi berdampak pada bisnis perumahan dan furnitur Berkshire, perusahaan milik Buffet.

"Orang-orang memiliki uang di saku mereka, dan mereka membayar harga yang lebih tinggi ... ini hampir seperti kegilaan membeli," kata Buffett, sembari mencatat bahwa ekonomi sedang "panas membara."

Sang "Orakel dari Omaha" ini, julukan Buffet, tidak sendirian dalam memerangi inflasi saat ini, mulai dari harga baja yang lebih tinggi hingga harga tembaga yang tak terkendali.

Jumlah penyebutan kata "inflasi" selama rapat pendapatan kuartal pertama bulan ini telah meningkat tiga kali lipat dari tahun ke tahun. Angka ini merupakan lompatan terbesar sejak 2004, menurut penelitian terbaru dari ahli strategi Bank of America Savita Subramanian. Bahan mentah, transportasi, dan tenaga kerja disebut-sebut sebagai pendorong utama inflasi.

Penelitian Subramanian menemukan bahwa jumlah penyebutan inflasi secara historis memimpin indeks harga konsumen (IHK/CPI) hingga seperempatnya, dengan korelasi 52%. Dengan kata lain, Subramanian berpendapat investor bisa melihat kenaikan "kuat" inflasi dalam beberapa bulan mendatang setelah putaran terakhir komentar C-suite atau rapat tingkat eksekutif perusahaan.

"Inflasi bisa dibilang topik terbesar selama musim pendapatan ini, dengan beragam sektor (Konsumen/Industri/Material, dll.) mengutip adanya tekanan inflasi," catat Subramanian.

Saat ini, kata Yahoo Finance, sejumlah perusahaan terbesar dunia sedang mengambil tindakan, seperti halnya Buffett di Berkshire.

Proctor & Gamble mengatakan baru-baru ini akan mulai menaikkan harga produk perawatan bayi, perawatan wanita dan inkontinensia dewasa di Amerika Serikat.

Kenaikan harga akan berkisar dari persentase satu digit menengah hingga tinggi. Kenaikan tersebut akan mulai berlaku pada pertengahan September.

CFO Whirlpool Jim Peters baru-baru ini mengatakan kepada Yahoo Finance Live bahwa pembuat peralatan baru saja menaikkan harga sebesar 5% hingga 12% untuk mengatasi kenaikan biaya baja.

Selain itu, produsen tisu Kimberly-Clark mengatakan akan menaikkan harga produk di AS dan Kanada pada sebagian besar produk konsumennya karena inflasi biaya komoditas yang "signifikan". Adapun persentase kenaikan akan berkisar dari satu digit menengah hingga tinggi dan mulai berlaku pada bulan Juni.

The Fed Tetap Longgarkan Kebijakan Moneter

Terkait dengan inflasi, The Fed tetap dovish dengan memberikan jaminan bahwa kekhawatiran seputar taper tantrum sudah memudar.

Dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis dini hari waktu Indonesia, The Fed memutuskan mempertahankan suku bunga acuan 0,25% serta program pembelian obligasi (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan. Suku bunga The Fed baru akan dinaikkan setidaknya di tahun 2023.

Pertumbuhan ekonomi yang kuat di tahun ini dikatakan karena program vaksinasi serta dukungan kebijakan moneter dan fiskal.

"Di tengah kemajuan program vaksinasi serta dukungan kebijakan yang kuat, indikator perekonomian serta tenaga kerja telah menunjukkan penguatan," tulis komite pembuat kebijakan The Fed (FOMC).

Meski demikian, tingginya pertumbuhan ekonomi dinilai hanya sementara, dan masih belum merata sehingga kebijakan moneter ultra longgar masih diperlukan.

"Pemulihan ekonomi masih belum merata dan masih jauh dari kata selesai. Inflasi dalam beberapa bulan ke depan akan tinggi, tetapi kenaikan tersebut cenderung memiliki efek sementara" kata ketua The Fed, Jerome Powell dalam konferensi pers sebagaimana dikutip CNBC International, Kamis (29/4/2021).

Powell sekali lagi menegaskan saat ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan pengetatan moneter, termasuk pengurangan nilai QE.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular