
Inflasi AS Diprediksi Naik, Dow Futures Menuju Zona Merah

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak berjangka (futures) indeks bursa Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan Jumat (30/4/2021), setelah investor memilih merealisasikan keuntungan.
Kontrak futures indeks Dow Jones Industrial Average melemah 0,6% dari nilai wajarnya, sementara kontrak serupa indeks S&P 500 turun 0,6% dan kontrak Nasdaq tertekan 0,7%.
Amazon, konstituen indeks Nasdaq terakhir yang merilis kinerja keuangannya, mencetak rekor laba bersih tertinggi pada kuartal I-2021 yakni sebesar US$ 8,1 miliar, setelah penjualan melesat 44% menjadi US$ 108 miliar atau melampaui ekspektasi pasar.
Kinerja ini menunjukkan bahwa permintaan masih sangat kuat untuk bisnis ritel online di tengah pembukaan ekonomi, yang didukung unit bisnis lain seperti komputasi awan dan bisnis periklanan. Harga saham perseroan melesat 2% di sesi pra-pembukaan.
Namun, reli itu menjadi tak berarti karena saham lain terkoreksi signifikan seperti Twitter yang kinerjanya justru di bawah ekspektasi pasar. Dengan pengguna aktif 199 juta, laba bersihnya per saham hanya US$ 0,16 sehingga saham perseroan ambles 12% di sesi pra-pembukaan.
Saham Apple terkena tekanan setelah Uni Eropa mengumumkan bahwa toko aplikasi (app store) perseroan melanggar aturan persaingan sehat, sehingga sahamnya anjlok 0,7% di sesi pra-pembukaan.
Exxon Mobil, Chevron, dan Colgate-Palmolive merilis kinerja keuangannya per kuartal I-2021 hari ini. Saham Chevron anjlok setelah laba per saham tak mampu memenuhi ekspektasi pasar, sementara saham Colgate-Palmolive naik 1,5% setelah kinerjanya lebih baik dari estimasi pasar.
Pada Kamis, indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melesat 240 poin (+0,71%) ke 34.060,36 dan S&P 500 naik 28,3 poin (+0,68%) ke 4.211,47. Nasdaq menguat hanya 31,5 poin (+0,22%) ke 14.082,55. Sepanjang pekan berjalan, S&P 500 terhitung naik 0,75%, Dow Jones naik kurang dari 0,1% sedangkan Nasdaq tumbuh 0,47%.
Pelaku pasar juga akan memantau rilis Personal Consumption Expenditure (PCE) yang mencerminkan inflasi inti di Negara Adidaya. Februari lalu, angka PCE tumbuh 1,4% secara tahunan, melambat dibandingkan laju Januari 2021 yang sebesar 1,5%.
Konsensus ekonom dan analis dalam polling Tradingeconomics memperkirakan angka PCE Maret akan berada di level 1,8% (tahunan). Lonjakan angka PCE itu kian mendekati batas 2% yang secara historis menjadi acuan The Fed dalam menetapkan suku bunga.
Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Jerome Powell menyatakan bahwa pihaknya akan mempertahankan angka 2% "untuk beberapa waktu" sebelum menghentikan kebijakan pembelian aset dan suku bunga acuan mendekati nol persen.
"Semua anak panah tertuju pada kenaikan tekanan inflasi. Kita tahu bahwa The Fed sudah sadar; sudah persiapan," tutur Patrick Leary, kepala perencana pasar Incapital, seperti dikutip CNBC International.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dow Futures Naik Tipis, Bursa AS Berpeluang Dibuka Menyamping