
PDB RI Kuartal I-2021 Diramal Negatif, IHSG-Rupiah Apa Kabar?
![[DALAM] Indonesia Resmi Resesi!](https://awsimages.detik.net.id/visual/2020/11/05/dalam-indonesia-resmi-resesi_169.jpeg?w=900&q=80)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar finansial dalam negeri bervariasi di pekan ini, dan pergerakannya akan menarik dalam 5 hari perdagangan ke depan. Sebab, dari luar dan dalam negeri ramai rilis data ekonomi termasuk produk domestik bruto (PDB) Indonesia kuartal I-2021.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,35% dan kembali ke bawah level psikologis 6.000. Sementara itu rupiah perlahan kembali perkasa sukses membukukan penguatan 2 pekan beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS).
Sepanjang pekan lalu rupiah menguat 0,55% ke Rp 14.440/US$. Sebelum sukses menguat back-to-back, rupiah tidak pernah menguat selama 9 pekan. Catatan tersebut merupakan yang terburuk sejak September 2015, saat itu rupiah melemah 11 pekan beruntun.
Dari pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SUN) mayoritas mengalami penguatan, tercermin dari penurunan yield-nya.
Harga obligasi berbanding terbalik dengan yield, ketika harga naik maka yield akan turun.
Pasar obligasi Indonesia sudah mulai menarik kembali. Dari pasar primer, hasil lelang Surat Utang (SUN) pemerintah Selasa lalu mulai ramai peminat. Incoming bid mencapai Rp 52,75 triliun, sedangkan pada lelang SUN sebelumnya sebesar Rp 42,97 triliun.
Pemerintah menetapkan target indikatif sebesar Rp 30 triliun dan yang dimenangkan sebesar Rp 28 triliun lebih baik dari lelang sebelumnya Rp 24 triliun.
Hal tersebut terjadi setelah yield obligasi (Treasury) Amerika Serikat (AS) yang mulai turun dari level tertinggi sejak Januari 2020. Penurunan tersebut membuat selisih yield dengan SUN kembali melebar, sehingga aliran modal perlahan kembali ke Indonesia.
Sementara di pasar sekunder, melansir data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang bulan ini hingga 28 April terjadi capital inflow di pasar obligasi nyaris Rp 10 triliun.
Hal tersebut tentunya menjadi kabar bagus, setelah terjadi capital outflow Rp 20 triliun sepanjang bulan Maret.
Capital inflow di pasar obligasi tersebut menjadi salah satu pemicu penguatan rupiah, selain juga dolar AS yang sedang lesu setelah pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed).
Dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis dini hari waktu Indonesia, The Fed memutuskan mempertahankan suku bunga acuan 0,25% serta program pembelian obligasi (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan. Suku bunga The Fed baru akan dinaikkan setidaknya di tahun 2023.
Pertumbuhan ekonomi yang kuat di tahun ini dikatakan karena program vaksinasi serta dukungan kebijakan moneter dan fiskal.
"Di tengah kemajuan program vaksinasi serta dukungan kebijakan yang kuat, indikator perekonomian serta tenaga kerja telah menunjukkan penguatan," tulis komite pembuat kebijakan The Fed (FOMC).
Meski demikian, tingginya pertumbuhan ekonomi dinilai hanya sementara, dan masih belum merata sehingga kebijakan moneter ultra longgar masih diperlukan.
"Pemulihan ekonomi masih belum merata dan masih jauh dari kata selesai. Inflasi dalam beberapa bulan ke depan akan tinggi, tetapi kenaikan tersebut cenderung memiliki efek sementara" kata ketua The Fed, Jerome Powell dalam konferensi pers sebagaimana dikutip CNBC International, Kamis (29/4/2021).
HALAMAN SELANJUTNYA >>>