
BEI Pertanyakan Rencana Penerbitan Obligasi ABMM di Singapura

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) menaruh perhatian pada rencana penerbitan surat utang global PT ABM Investama Tbk (ABMM) senilai US$ 400 juta atau setara dengan Rp 5,8 triliun (asumsi kurs Rp 14.500/US$). Otoritas bursa melayangkan pertanyaan ke manajemen terkait hal tersebut.
Terkait alasan penerbitan obligasi ini, manajemen ABMM menyebutkan perusahaan memilih untuk menerbitkan obligasi ini di Singapore Exchange Limited (SGX-ST) lantaran surat utang ini akna ditawarkan kepada investor global sesuai dengan ketentuan Rule 144A dan Regulation S.
"Sehubungan dengan Surat Utang yang direncanakan untuk ditawarkan secara internasional kepada investor-investor asing sesuai dengan ketentuan Rule 144A dan Regulation S dan tidak untuk ditawarkan kepada investor dalam wilayah Republik Indonesia atau kepada pihak Indonesia dimanapun, maka Perseroan memilih untuk mencatatkan Surat Utang pada SGX- ST," tulis manajemen perusahaan dalam keterbukaan informasinya, dikutip Jumat (30/4/2021).
Obligasi ini, kata manajemen perusahaan, akan digunakan untuk pembiayaan kembali (refinancing) surat utang perusahaan senilai US$ 350 juta yang akan jatuh tempo pada 2022 mendatang. Obligasi ini memiliki tingkat bunga sebesar 7,125%.
Sisanya akan digunakna untuk membiayan kebutuhan umum perusahaan.
Manajemen perusahaan menegaskan bahwa saat ini debt covenant perusahaan hingga akhir Desember 2021 masih dalam tahap yang baik. Disebutkan bahwa nilai rasio utang terhadap ekuitas perusahaan berada pada posisi 1,95x, jika surat utang ini rampung diterbitkan akan terjadi kenaikan menjadi 2,64x.
Hingga saat ini perusahaan masih belum menetapkan anak usahanya yang mana yang akan memberikan jaminan perusahaan untuk kepentingan penerbitan Surat Utang ini. Namun dipastikan anak usaha yang dimiliki 99% yang akan menjadi penjamin utang baru ini.
Sedangkan untuk tahun ini, perusahaan memiliki beberapa utang yang akan jatih tempo, antara lain Fasilitas Revolving non Tunai dengan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) senilai US$ 5,29 juta dan US$ 498,94 ribu, Fasilitas Pinjaman Demand Loan dengan PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) US$ 30 juta dan US$ Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek dan Fasilitas Perbankan Umum dengan Standard Chartered Bank, Indonesia sebesar US$ 10 juta.
"Saat ini, Perseroan tidak memiliki rencana untuk melunasi fasilitas-fasilitas di atas dikarenakan fasilitas-fasilitas di atas diperlukan untuk menunjang kegiatan operasional Perseroan. Perseroan memperkirakan bahwa fasilitas-fasilitas ini akan terus diperpanjang guna mendukung kegiatan usaha Perseroan," terangnya.
Untuk diketahui, penerbitan surat utang baru ini nilainya melebihi dari 50% dari total ekuitas hingga akhir tahun lalu yang senilai US$ 161,74 juta.
Rencananya surat utang ini akan jatuh tempo pada 2026 dengan perkiraan tingkat bunga maksimal senilai 9,5%.
Perusahaan akan meminta izin kepada pemegang sahamnya untuk melakukan penerbitan obligasi ini pada 7 Mei 2021 mendatang.
"Apabila Rencana Transaksi tidak memperoleh persetujuan dari RUPS, maka rencana tersebut baru dapat diajukan kembali paling singkat 12bulan setelah pelaksanaan RUPS yang tidak menyetujui Rencana Transaksi."
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca Akuisisi 30% Saham GEMS, Intip Gerak Saham ABMM