Saat Rupiah Galak, 3 Dolar Ini Langsung Ciut!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 April 2021 15:18
FILE PHOTO: U.S. dollar bills lie with old coins and currency notes at a money changer booth along a road in Karachi December 29, 2011. REUTERS/Akhtar Soomro/File Photo
Foto: REUTERS/Akhtar Soomro

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengumuman kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed membuka jalan penguatan rupiah pada perdagangan Kamis (29/4/2021). Tidak hanya melawan dolar AS, dolar Singapura dan dolar Australia juga tumbang.

Melansir data Refinitiv, pada pukul 14:20 WIB, rupiah menguat 0,21% melawan dolar AS di Rp 14.465/US$. Di awal perdagangan, rupiah bahkan sempat menguat 0,66%.
Kemudian dolar Singapura pagi tadi juga merosot hingga 0,54%, sebelum berada di Rp 10.912,04/SG$ atau melemah 0,21%. Sementara di saat yang sama dolar Australia melemah 0,2% di Rp 11.249,28/AU$.

Aliran modal yang kembali masuk ke Indonesia di bulan ini membuat rupiah kembali galak. Melansir data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang bulan ini hingga 26 April terjadi capital inflow di pasar obligasi sekitar Rp 8,8 triliun.

Hal tersebut tentunya menjadi kabar bagus, setelah terjadi capital outflow Rp 20 triliun sepanjang bulan Maret.

Sementara itu di pasar primer, hasil lelang Surat Utang (SUN) pemerintah mulai ramai peminat. Incoming bid mencapai Rp 52,75 triliun, sedangkan pada lelang SUN sebelumnya sebesar Rp 42,97 triliun.

Pemerintah menetapkan target indikatif sebesar Rp 30 triliun dan yang dimenangkan sebesar Rp 28 triliun lebih baik dari lelang sebelumnya Rp 24 triliun.

Pengumuman kebijakan moneter The Fed pagi tadi menambah deras capital inflow. The Fed menegaskan belum akan merubah kebijakannnya meski perekonomian AS pulih lebih cepat dari prediksi. Suku bunga masih tetap 0,25%, dan masih akan dipertahankan setidaknya hingga tahun 2023.

Dalam konferensi pers, Ketua The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk bicara penghentian pembelian obligasi di pasar. The Fed saat ini membeli obligasi atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE) senilai US$ 120 miliar per bulan, artinya itu masih akan terus berlanjut, dan belum akan dilakukan pengurangan nilai pembelian atau tapering.

Pengumuman tersebut membuat yield obligasi (Treasury) tertahan di bawah 1,62% untuk tenor 10 tahun. Hal tersebut membuat Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun dengan yield di kisaran 6,5% menjadi menarik lagi karena spread yang masih lebar.

Sebelumnya di awal tahun ini hingga akhir Maret lalu yield Treasury terus menanjak hingga ke atas 1,77%, yang merupakan level tertinggi sejak Januari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi.

Akibat tingginya yield tersebut, selisih dengan SBN menjadi menyempit sehingga surat utang Indonesia menjadi kurang menarik. Alhasil terjadi capital outflow yang besar di bulan Maret, membuat rupiah menjadi lemas. Dolar AS mampu menguat ke level tertinggi 5 bulan, dolar Singapura di level tertinggi 1 tahun, dan dolar Australia melesat ke level tertinggi dalam lebih dari 6 tahun terakhir.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular