
Kinerja Bank Raksasa RI di Q1 Membaik, Tanda Ekonomi Pulih?

Bank Mandiri (BMRI)
Bank Mandiri secara konsolidasi berhasil membukukan laba sebelum provisi (PPOP) sebesar Rp 14,1 triliun di kuartal I-2021, tumbuh 1,7% dari periode yang sama tahun lalu, dengan realisasi laba bersih mencapai Rp 5,92 triliun.
Laba bersih tersebut terkoreksi 25,25% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 7,92 triliun.
Pada akhir Maret 2021, Bank Mandiri mencatat pertumbuhan kredit konsolidasian yang solid di kisaran 9,1% secara yoy (year on year) menjadi Rp984,8 triliun.
Secara bank only, penyaluran kredit hingga triwulan I 2021 mencapai Rp779 triliun, ditopang oleh segmen wholesale yang tumbuh tipis 0,18% YoY menjadi Rp 513,9 triliun serta segmen UMKM yang tumbuh baik sebesar 3,22% YoY menjadi Rp 92,1 triliun.
Pencapaian tersebut tetap memperhatikan kualitas pembiayaan sehingga rasio kredit bermasalah (NPL) konsolidasi terjaga baik di kisaran 3,15% dan rasio pencadangan terhadap NPL lebih dari 220%.
ari sisi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), DPK Bank Mandiri secara konsolidasi hingga triwulan I 2021 tumbuh 25,5% YoY menjadi Rp 1.181,3 triliun, dengan komposisi dana murah yang meningkat menjadi 67,60% dari sebelumnya 64,13%.
DPK secara bank only juga mengalami peningkatan sebesar 15,6% YoY mencapai Rp 947,8 triliun dengan CASA (current account saving account) ratio sebesar 71,2%, terutama didorong oleh pertumbuhan giro yang mencapai 41,73% YoY menjadi Rp335,9 triliun.
Adapun realisasi pendapatan Bank Mandiri secara konsolidasi tumbuh 7,2% YoY menjadi Rp25,6 triliun. Penopangnya adalah kenaikan pendapatan bunga bersih (NII) sebesar 12,6% menjadi Rp17,5 triliun.
Bank Negara Indonesia (BBNI)
BBNI juga melanjutkan tren kinerja positif di tengah proses pemulihan ekonomi nasional.
Pada kuartal pertama 2021, perseroan mencatat Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 8,1% year on year (YoY) mencapai Rp 639,0 triliun, terutama dikontribusikan oleh peningkatan giro dan tabungan yang masing-masing tumbuh 13,1% dan 12,9% YoY.
Pada kuartal pertama 2021, Perseroan membukukan NIM yang membaik dari 4,5% di akhir tahun 2020 yang lalu menjadi 4,9%. Pencapaian ini juga diikuti dengan pertumbuhan kredit 2,2% YoY, jauh lebih baik dibandingkan rata-rata industri dimana hingga kuartal 1 tahun 2021, total kredit yang disalurkan mencapai Rp 559,33 triliun.
Perseroan juga merealisasikan pendapatan non bunga atau fee based income sebesar Rp 3,19 triliun. Pencapaian ini antara lain dikontribusikan dari recurring fee yang mencapai Rp 2,91 triliun atau tumbuh 9,4% dari posisi yang sama tahun sebelumnya.
Untuk menghadapi tahun ini, Bank Mandiri secara konservatif membentuk pencadangan (CKPN) yang sesuai untuk menghadapi risiko penurunan kualitas aset serta menghadapi tantangan perekonomian di masa mendatang.
Itu sebabnya, pada Kuartal I 2021, Perseroan tetap membentuk CKPN yang tinggi sebesar Rp 4,81 triliun atau meningkat 127,7% di atas CKPN Kuartal 1 Tahun 2020 yang sebesar Rp 2,11 triliun.
Dengan nilai CKPN yang dibentuk tersebut, Bank Mandiri melaporkan laba bersih pada triwulan I 2021 sebesar Rp 2,39 triliun, dengan rasio kecukupan pencadangan atau coverage ratio ditetapkan pada level 200,5%, lebih tinggi dari posisi akhir tahun 2020 yang sebesar 182,4%.
Informasi saja, sejak tahun lalu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan sejumlah kebijakan relaksasi untuk sektor perbankan, seperti restrukturisasi kredit dan pelonggaran Penerapan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71.
Kabar terbaru, OJK sudah resmi memperpanjang restrukturisasi kredit hingga Maret 2022. Kebijakan ini diharapkan dapat meringan beban debitur di masa pandemi Covid-19, sehingga bisnisnya bisa terus berjalan.
Adapun kebijakan relaksasi OJK tersebut mengacu pada POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentangĀ Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019.
POJK ini memberikan fleksibilitas bagi perbankan untuk menetapkan skema restrukturisasi kredit, termasuk jangka waktu perjanjian restrukturisasi, sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing debitur yang terdampak dari Covid-19 dan tentunya sesuai dengan kapasitas bank.
Selain itu, selama masa pandemi, OJK juga melonggarkan metode pencatatan anyar PSAK 71. Sebelumnya, OJK mewajibkan perbankan untuk menyediakan cadangan kerugian atas penurunan nilai kredit (CKPN) bagi semua kategori pinjaman.
Namun, karena adanya dampak pandemi Covid-19, OJK menyatakan, untuk debitur yang mendapatkan restrukturisasi tidak diperlukan tambahan CKPN.
Akan tetapi, kendati ada relaksasi PSAK 71 tersebut, tampaknya sejumlah bank, seperti Bank Mandiri, masih akan tetap membentuk pencadangan alias CKPN untuk mengurangi risiko penurunan aset ke depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)[Gambas:Video CNBC]