Ramai Emiten Raksasa RI Suntik Startup, Ada Apa?

Putra, CNBC Indonesia
27 April 2021 08:51
update bursa
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten-emiten dengan nilai kapitalisasi pasar besar (big cap) semakin getol untuk melakukan ekspansi bisnis ke dunia digital. Perluasan sayap bisnis dilakukan secara anorganik dengan menyuntik perusahaan rintisan (start up) di bidang teknologi digital.

PT Astra International Tbk (ASII) belum lama ini membenarkan bahwa perusahaan berinvestasi ke dua start up di dalam negeri. Pertama adalah platform e-commerce sayur dan buah Sayurbox dan kedua startup telemedisin Halodoc.

Dana sebanyak US$ 40 juta atau setara dengan Rp 580 miliar (asumsi kurs Rp 14.500/US$) digelontorkan untuk berinvestasi di dua startup digital ini. Sebanyak US$ 5 juta atau setara dengan Rp 73 miliar disuntikkan ke Sayurbox dan sisanya US$ 35 juta atau setara dengan Rp 508 miliar disuntikkan ke Halodoc.

Kiprah ASII dalam menyuntikkan modal ke startup bukan baru kali ini saja. Tiga tahun silam tepatnya pada Februari 2018, ASII tercatat mengucurkan dana segar senilai US$ 150 juta ke startup decacorn Gojek.

Kemudian setahun berselang ASII juga dikabarkan kembali berpartisipasi ke dalam pendanaan seri F Gojek dengan mengucukan dana hingga US$ 100 juta. Berarti setidaknya ASII sudah menyuntik Gojek senilai US$ 350 juta atau setara dengan hampir Rp 5 triliun.

Kini Gojek dan Tokopedia resmi bergabung dan muncul dengan entitas baru yang dirumorkan akan bernama GoTo. Aksi korporasi ini membuat startup baru di Indonesia dengan valuasi hampir mencapai US$ 20 miliar. Jika keduanya resmi listing di bursa saham domestik maka nilai kapitalisasi pasarnya berpeluang menyalip ASII yang saat ini tercatat mencapai Rp 226,7 triliun.

Seolah tak mau ketinggalan, perusahaan pelat merah (BUMN) kakap seperti PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan duo bank pelat merah yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) juga ikut aksi suntik startup di sektor ekonomi digital ini. Ketiga perusahaan pelat merah ini menyuntik startup lewat anak usahanya.

TLKM lewat PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) disebut berkomitmen untuk kembali menginvestasikan dana senilai US$ 300 juta atau setara dengan Rp 4,35 triliun (asumsi kurs Rp 14.500/US$) di Gojek.

Kemudian BBRI dan BMRI lewat venture capitalnya yaitu BRI Ventures dan Mandiri Capital Indonesia (MCI) kompak untuk menyuntik platform e-commerce saingan Tokopedia yakni Bukalapak.

Melansir Deal Street Asia, sumbernya mengatakan bahwa investasi yang disuntikkan oleh MCI dan BRI Ventures saja nilainya hampir mencapai US$ 234 juta.

Jika ditotal maka perusahaan raksasa Indonesia tersebut telah menggelontorkan dana senilai hampir US$ 1 miliar untuk menyuntik startup dengan model bisnis teknologi digital. Sebenarnya aksi suntik menyuntik modal ini tak hanya dilakukan oleh perusahaan besar saja. Startup para investee dari perusahaan besar juga melakukannya.

Mereka ada yang mencaplok sesama startup bahkan ada juga yang mencaplok perusahaan yang sudah lama di suatu industri. Ini semua dilakukan untuk menciptakan ekosistem digital di dalam negeri yang semakin mantap di tengah momentum pertumbuhan tinggi ekonomi digital yang kuenya masih kecil di dalam negeri.

Ekonomi digital Indonesia sukses tumbuh dengan pesat meninggalkan kawan-kawannya di kawasan Asia Tenggara. Mengutip laporan e-Conomy SEA 2019 hasil studi Google, Temasek dan Bain & Company, ekonomi digital Indonesia tumbuh 49% per tahun sejak 2015-2019.

Indonesia jadi jawara di kawasan Asia Tenggara mengalahkan Malaysia, Filiphina, Singapura, Thailand dan Vietnam yang tumbuh kurang dari 40% dalam lima tahun terakhir.

Hingga tahun 2019, nilai ekonomi digital Indonesia berdasarkan Gross Merchandise Value (GMV) mencapai US$ 40 miliar atau hampir 4% dari PDB nominal Indonesia tahun 2018 lalu. Ekonomi digital di Indonesia diprediksi akan terus tumbuh dan mencapai nilai US$ 133 miliar pada 2025.

Dengan berinvestasi ke sektor yang growthnya sedang tinggi diharapkan bakal memperoleh imbal hasil yang besar di kemudian hari. Alasan para perusahaan raksasa banyak yang menyuntik startup selain memburu growth yang tinggi secara anorganik juga dilakukan untuk melakukan diversifikasi bisnis.

Di Indonesia, sektor ekonomi digital yang sedang hot selain e-commerce, logistic (ride hiling) dan e-wallet sektor perbankan digital juga sedang sangat prospek-prospeknya. Beberapa startup seperti Gojek dan Shopee bahkan rela mengakuisisi bank-bank mini untuk dijadikan bank digital.

Bank kakap sekelas PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) pun berencana ikut meramaikan kompetisi dengan mengakusisi PT Bank Royal. BBCA bahkan rela merogoh kocek yang dalam senilai hampir Rp 1 triliun untuk mengakuisisi Bank Royal di harga hampir 3 kali nilai bukunya untuk mentransformasinya menjadi bank digital. Saat ini fokus BBCA ialah untuk mengintegrasikan seluruh layanan perbankannya ke dalam satu platform super apps.

Segala sesuatu yang berbau digital memang akhir-akhir ini bisa dibilang menggiurkan. Sebenarnya sangat wajar sektor digital banyak dilirik. Selain karena pertumbuhannya yang tinggi potensi dan pasarnya pun juga sangat besar sehingga memunculkan peluang monetisasi yang besar pula. Apalagi dengan adanya pandemic Covid-19 transformasi digital menjadi urgensi bagi pelaku usaha manapun.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular