Utang Menggunung, Sritex Ajukan Moratorium Hingga Singapura

Monica Wareza, CNBC Indonesia
22 April 2021 17:54
Ilustrasi Logo Sritex. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Logo Sritex. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL)/Sritex tengah mengajukan moratorium atas obligasi yang diterbitkan oleh anak usahanya Golden Legacy Pte Ltd di Singapura.

Permintaan moratorium ini akan dilakukan pre-trial conference pada 27 April 2021 mendatang di The Singapore High Court, berdasarkan dokumen yang diperoleh CNBC Indonesia.

Adapun pengajuan ini didasarkan pada atas pasal 64 dari Undang-Undang No. 40 Tahun 2018 Tentang Kepailitan, Restrukturisasi dan Pembubaran (Insolvency, Restructuring and Dissolution Act 2018/IRDA) milik pemerintah Singapura.

"Di mana perusahaan mengusulkan, atau bermaksud untuk mengusulkan, kompromi atau pengaturan antara perusahaan dan kreditornya atau kelas kreditor tersebut," demikian mengutip UU tersebut, Kamis (22/4/2021).

Untuk diketahui, berdasarkan laporan keuangannya perusahaan memiliki dua obligasi yang diterbitkan di Singapura melalui anak usahanya ini yang akan jatuh tempo pada 2024 dan 2025 nanti.

Obligasi pertama adalah Guaranteed Senior Notes senilai US$ 150 juta atau setara dengan Rp 2,10 triliun, asumsi kurs Rp 14.000/US$) dengan tingkat bunga 6,875% oer tahun. Surat utang ini diterbitkan pada 27 Maret 2017 dan akan jatuh tempo pada 27 Maret 2024.

Obligasi ini memiliki Sritex dan PT Sinar Pantja Djaja (SPD) sebagai penjaminnya, termasuk untuk pokok, premium (jika ada), bunga dan semua jumlah terutang lainnya berdasarkan obligasi tersebut.

Kedua adalah obligasi senilai US$ 225 juta atau Rp 3,15 triliun yang diterbukan pada 9 Oktober 2019. Surat utang ini dibanderol dengan bunga 7,25% per tahun dan akan jatuh tempo pada 16 Januari 2025.

Untuk obligasi ini yang bertindak sebagai penjamin adalah Sritex, SPD, PT Bitratex Industries dan PT Primayudha Mandirijaya.

Adapun saat ini perusahaan tengah mengalami permasalahan likuiditas yang ketat.

Dalam keterangan yang disampaikan oleh Fitch Ratings, saat ini perusahaan dalam posisi likuiditas yang lemah sedangkan perusahaan memiliki kebutuhan refinancing utang yang tinggi.

Sebab dari posisi likuiditas perusahaan pada akhir 2020 lalu, nilai kas mencapai US$ 187 juta. Namun nilai utang yang akan jatuh tempo pada tahun ini saja mencapai US$ 277 juta atau lebih dari Rp 4 triliun, nilai ini di luar sindikasi US$ 350 juta sebelumnya.

"Akses ke fasilitas ini dan perpanjangan pinjaman sindikasi merupakan kunci untuk mendukung posisi likuiditas perusahaan," tulis Fitch.

Fitch pun telah dua kali menurunkan peringkat perusahaan dalam dua bulan terakhir, dari sebelumnya BB- menjadi B- dan saat ini peringkat yang disandang Sritex dari Fitch ratings adalah CCC-.

CNBC Indonesia sudah mencoba untuk mengkonfirmasi hal ini kepada Sekretaris Perusahaan Sritex Welly Salam. Namun hingga berita ini ditulis, belum ada respons dari perseroan.


(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Waduh! Bos Sritex Digugat PKPU Bank QNB

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular