Diam-diam Asing Borong 10 Non-Bank Sebulan, kok Bukan Bank?

tahir saleh, CNBC Indonesia
22 April 2021 06:30
Diskusi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Diskusi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ada tren baru dalam sebulan terakhir di pasar modal ketika investor asing justru mengincar saham-saham non-bank di Bursa Efek Indonesia (BEI) di tengah kejatuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Data perdagangan BEI menunjukkan, dalam sebulan terakhir hingga perdagangan Rabu kemarin (21/4/2021), saham yang paling banyak dibeli asing (net sell) di pasar reguler ialah PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yakni mencapai Rp 399,4 miliar di pasar reguler.

Adapun saham TLKM pada periode sebulan terakhir justru minus 2,38% di posisi Rp 3.280/saham pada Rabu kemarin.

Urutan kedua net buy asing terbesar sebulan terakhir juga bukan bank, tapi emiten menara Grup Saratoga, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dengan beli bersih Rp 328 miliar.

Saham TBIG malah melesat 25,85% dalam sebulan terakhir di posisi harga Rp 2.580/saham.

Sementara itu, IHSG pada perdagangan Rabu kemarin ditutup minus 0,75% di posisi 5.993, keluar dari level psikologis 6.000. Sepekan IHSG minus 0,94%, sebulan turun 4,15% dan year to date indeks acuan BEI ini naik tipis 0,24%.

Satu-satunya bank yang masuk top 10 net buy asing ialah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) yang mencatat net buy Rp 57.3 miliar. Saham BBNI sebulan terakhir turun 5,33% di Rp 5.775.

Berikut daftar saham-saham buruan asing dalam sebulan terakhir, kendati April belum selesai perhitungannya. Periode sebulan terakhir mengacu pada perdagangan terakhir 30 hari.


Top 11 Net Foreign Buy Asing Sebulan Terakhir (Reguler)

1. Telkom (TLKM), net buy Rp 399 M, saham -2,38% Rp 3.280

2. Tower Bersama (TBIG), Rp 328 N, saham +25,85% Rp 2.580

3. United Tractors (UNTR), Rp 147 M, saham +4,78% Rp 22.475

4. Indofood Sukses (INDF), Rp 110 M, saham +1,50% Rp 6.775

5. Kalbe Farma (KLBF), Rp 96 M, saham -5,08% Rp 1.495

6. Erajaya Swasembada (ERAA), Rp 95 M, saham +22,07% Rp 625

7. PGN (PGAS), Rp 91 M, saham -9,42% Rp 1.250

8. Japfa (JPFA), Rp 77 M, saham +17,55% Rp 2.210

9. Adaro Energy (ADRO), Rp 61 M, saham -9,23% Rp 1.180

10. Bank Negara Indonesia (BBNI), Rp 57 M, saham -5,33% Rp 5.775

11. Gudang Garam (GGRM), Rp 39 M, saham -1,56% Rp 36.200

Adapun saham-saham bank kakap pada periode yang sama justru banyak dilepas asing.

Beberapa bank kakap tersebut di antaranya big four: PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BBRI), dan Bank Negara Indonesia. Khusus BBNI, masuk top buy asing kendati di urutan ke-10 besar dan sahamnya pun masih ambles.

BCA misalnya, sebulan sahamnya turun 6,09% di Rp 30.825/saham dengan catatan jual bersih asing Rp 2,4 triliun.

Sementara BBRI juga sebulan sahamnya juga turun 9,42% di Rp 4.230/saham dengan jual bersih Rp 1,66 triliun, dan BMRI sahamnya sebulan turun 8,24% dan asing keluar Rp 64 miliar.

NEXT: Analisis Saham Bank

Analis menilai koreksi saham-saham bank, terutama bank-bank kakap terjadi lantaran ada gejolak pasar. CEO PT Elkoranvidi Indonesia Investama, Fendy Susiyanto mengatakan, saham-saham perbankan ini mengalami kontraksi karena perbaikan sahamnya saat awal tahun sangat tajam, sehingga saat adanya gejolak di pasar, maka penurunannya pun sangat dalam.

Menurut dia, investor yang memiliki saham perbankan dan sedang terkoreksi, artinya si investor masuk di waktu yang tidak tepat. Kemungkinan investor masuk saat terjadi recovery di saham perbankan.

"Persoalannya setelah pandemi dan recovery saham perbankan naik cepat dan sekarang era koreksi dan mungkin timing masuknya kurang tepat," ujarnya dalam program InvesTime.

Namun, ia menekankan memiliki saham perbankan akan tetap menguntungkan jika untuk jangka panjang. Pilihan investasi dalam jangka panjang di saham bank akan memberikan return yang baik.

Selain itu, harga saham yang terkoreksi saat ini juga masih di bawah harga wajar sebelum terjadi pandemi Covid-19, sehingga saat ekonomi pulih nanti ia menilai saham perbankan akan kembali ke harga tinggi.

"Kalau 12 bulan ke depan akan oke menurut saya, karena ini atraktif dan masih layak beli, harga di bawah harga wajarnya. Kalau jangka mengah panjang harus tahan dengan jangka pendek saat ini. Saham nantinya akan menuju ke harga wajarnya," jelasnya.

Dia menegaskan, jika ingin masuk di perusahaan blue chip baik perbankan maupun saham konsumer yang harus diperhatikan adalah waktu alias timing-nya. Selain itu juga jangka waktu investasinya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular