Analisis

Yield Treasury & Indeks Dolar AS Drop, Ayo Rupiah Kuat Dong?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 April 2021 08:48
rupiah melemah terhadap Dollar
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) di Rp 14.560/US$ sepanjang pekan lalu. Meski berakhir stagnan, tetapi rupiah membukukan catatan buruk, tidak pernah menguat dalam 9 pekan beruntun.

Sebelumnya rupiah membukukan pelemahan dalam 8 pekan beruntun. Catatan tersebut merupakan yang terburuk sejak September 2015, saat itu rupiah membukukan pelemahan 11 pekan beruntun.

Di pekan ini, rupiah berpeluang mengakhiri catatan buruk tersebut, sebab yield obligasi dan indeks dolar AS sedang dalam tren menurun. Jika tren tersebut berlanjut, ruang penguatan rupiah tentunya akan cukup besar.

Yield Treasury tenor 10 tahun sepanjang pekan lalu turun 9,3 basis poin ke 1,573% yang merupakan level terendah dalam 1 bulan terakhir.

Penurunan yield Treasury dapat membuat sentimen pelaku pasar membaik, yang akan menguntungkan bagi rupiah. Selain itu dampak positif juga akan dirasakan Surat Berharga Negara (SBN). Sebab, selisih yield akan semakin melebar dan SBN akan menjadi lebih menarik bagi para investor.

Ketika aliran modal masuk ke pasar obligasi, begitu juga pasar saham, nilai tukar rupiah akan menjadi bertenaga.

Selain itu, sepanjang pekan lalu indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut turun 0,66% ke 91,556 yang merupakan level terendah dalam 1 bulan terakhir. Di pekan sebelumnya indeks dolar AS juga anjlok 0,92%. Artinya dalam 2 pekan mengalami penurunan lebih dari 1,5%.

Baik Treasury maupun indeks dolar AS tertekan setelah ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell, pada Rabu lalu yang menyebutkan perekonomian AS memang sudah membaik, dan inflasi juga akan terus naik. Tetapi hal tersebut masih belum cukup bagi The Fed untuk menaikkan merubah kebijakan moneternya, yang masih akan dipertahankan hingga krisis berakhir.

Sementara itu dari dalam negeri, perhatian tertuju pada Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneter pada hari Selasa (20/4/2021). BI kemungkinan besar belum akan merubah kebijakan moneternya, tetapi pelaku pasar akan melihat bagaimana pandangan BI terkait pemulihan ekonomi Indonesia, apalagi setelah IMF menurunkan proyeksinya di tahun ini.

Pandangan BI terkait nilai tukar rupiah yang sudah 9 pekan melemah juga bisa menggerakkan Mata Uang Garuda.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Analisis TeknikalĀ 

Secara teknikal, tekanan bagi rupiah yang disimbolkan USD/IDR cukup besar setelah berada di atas Rp 14.500/US$.

Rupiah berada di atas rerata pergerakan (moving average) MA 200 hari, sebelumnya juga sudah melewati MA 50 (garis hijau), dan MA 100 (garis oranye). Artinya rupiah kini bergerak di atas 3 MA sehingga tekanan menjadi semakin besar.

jkseGrafik: IHSG Harian
Foto: Refinitiv

Namun, ada potensi penguatan rupiah dengan munculnya stochastic bearish divergence. Stochastic dikatakan mengalami bearish divergence ketika grafiknya menurun, tetapi harga suatu aset masih menanjak.

Munculnya stochastic bearish divergence kerap dijadikan sinyal penurunan suatu aset, dalam hal ini USD/IDR bergerak turun, atau rupiah akan menguat.

Support terdekat berada di kisaran Rp 14.500/US$, jika mampu ditembus rupiah berpeluang menguat ke kisaran Rp 14.450-14.470/US$. Penembusan ke bawah level tersebut akan membuka ruang penguatan lebih jauh di pekan ini setidaknya menuju Rp 14.420 hingga 14.390/US$.

Namun, Selama tertahan di atas Rp 14.500/US$, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.590 hingga 14.610/US$. Jika level tersebut dilewati, rupiah berisko melemah menuju Rp 14.700/US$ di pekan ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular