
Adu Kuat Saham Unggas di Bulan Puasa, CPIN versus JPFA dkk

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga rerata daging ayam ras segar cenderung naik di minggu pertama bulan Ramadan tahun ini. Kenaikan harga daging ayam didorong oleh meningkatnya konsumsi masyarakat di kala bulan puasa.
Melansir situs Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional rerata harga daging ayam ras segar dalam sepekan terakhir naik 3,42% menjadi Rp 37.750/kg. Sementara itu, dalam sebulan harga daging ayam ras segar terangkat 8,32%.
Naiknya harga daging ayam, seiring dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga, tentu akan menjadi sentimen positif bagi emiten-emiten sektor perunggasan (poultry). Apalagi, di tengah upaya pemulihan kinerja fundamental perusahaan setelah sejak Maret tahun lalu 'dihantam' pandemi Covid-19.
Lantas, bagaimana dengan kinerja saham emiten poultry dalam sebulan terakhir?
Emiten mana yang menjadi jawaranya?
Di bawah ini Tim Riset CNBC Indonesia menyajikan tabel mengenai gerak saham emiten unggas dalam sebulan belakangan, mengacu pada data Bursa Efek Indonesia (BEI) per 16 April 2021.
Menurut tabel di atas, secara harian, kinerja saham emiten unggas tercatat variatif, dengan saham WMUU mengalami kenaikan tertinggi.
Adapun, dalam sebulan terakhir, mayoritas saham emiten poultry melesat, kecuali saham SIPD, yang malah anjlok 6,33%.
Saham emiten yang melantai sejak Desember 1996 ini memang tergolong saham yang jarang bergerak, setidaknya dalam sebulan belakangan. Dalam sebulan, saham emiten yang sebelumnya bernama PT Sierad Produce Tbk ini stagnan sebanyak 9 kali, menghijau 5 kali dan terkoreksi 8 kali.
Sementara, dalam sebulan saham MAIN menjadi yang paling moncer, dengan kenaikan 24,03% ke Rp 955/saham. Di posisi kedua ada saham JPFA yang melesat 20,77% ke Rp 2.210/saham.
NEXT: Analisis Kinerja
Mengenai kinerja fundamental, empat dari lima emiten poultry tercatat sudah melaporkan kinerja keuangan sepanjang 2020. Sementara, CPIN atau Charoen Pokphand belum menerbitkan laporan keuangan per 31 Desember tahun lalu alias baru kinerja keuangan per kuartal III 2020.
Apabila menilik laporan keuangan emiten-emiten tersebut, mayoritas emiten perunggasan mengalami penurunan kinerja.
Menariknya, kendati gerak saham Malindo atau MAIN 'oke punya', kinerja fundamental emiten yang berdiri pada 1997 ini sangat tertekan sepanjang tahun lalu.
Pendapatan dan penjualan MAIN per akhir 2020 anjlok 6,09% menjadi Rp 7,00 triliun, dari posisi tahun sebelumnya sebesar Rp 7,45 triliun.
Merosotnya pendapatan perusahaan dibarengi oleh berbaliknya laba bersih pada 2019 yang sebesar Rp 152,49 miliar menjadi rugi bersih Rp 38,84 miliar pada tahun lalu.
Kendati merugi tahun lalu, menurut riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia pada 15 April lalu, manajemen MAIN terlihat lebih optimistis dan memprediksi pendapatan triwulan I 202I yang kuat. Manajemen bahkan mematok pertumbuhan dua digit pada top line (pendapatan) per full year 2021.
Di samping itu, Mirae Asset berpendapat, rumah potong hewan pertama milik MAIN yang rencananya mulai beroperasi pada kuartal IV tahun ini dengan kapasitas 2.000 ekor/jam bakal menambah efisien perusahaan.
Selain itu, harga rerata DOC (day old chicken) per kuartal I 2020 akan mencapai rekor tertinggi bersamaan dengan harga broiler rerata yang kuat.
Dengan ini, Mirae Asset optimistis, kondisi harga ini akan tetap bertahan setidaknya sampai kuartal II tahun ini. Ini didorong oleh meningkatnya permintaan secara musiman selama Ramadan dan Idul Fitri. Apalagi, ditambah dengan kontrol pasokan pemerintah yang akan bertahan sepanjang tahun.
Periset Mirae Asset menulis, adapun risiko kecil terhadap segmen pakan terkait dengan harga bahan baku, seperti bungkil kedelai, yang cenderung naik.
Karena itu, broker Korea Selatan ini tetap merekomendasikan beli untuk MAIN dengan target harga Rp 1.060/saham.
Selain MAIN, JPFA atau Japfa yang punya kinerja saham yang ciamik dalam sebulan terakhir, juga memiliki kinerja keuangan yang kurang menggembirakan tahun lalu.
Pada akhir 2020 JPFA mengalami penurunan laba bersih mencapai 48,06% secara tahunan (year on year/YoY).
Laba bersih perusahaan di akhir Desember 2020 turun menjadi Rp 916,71 miliar dari posisi Rp 1,76 triliun di akhir periode yang sama tahun sebelumnya.
Sepanjang tahun lalu pendapatan perusahaan mengalami kontraksi 4,90% YoY menjadi sebesar Rp 36,96 triliun. Nilai ini turun dari sebelumnya sebesar Rp 38,87 triliun pada 31 Desember 2020.
Adapun emiten pendatang baru yang listing pada 2 Februari lalu, WMUU alias Widodo Makmur, menjadi satu-satunya emiten unggas yang mencatatkan kenaikan laba.
Sepanjang tahun lalu WMUU mencatatkan laba bersih senilai Rp 72,96 miliar sepanjang 2020 lalu. Nilai tersebut naik tajam dari periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai Rp 36,15 miliar atau naik 101,79% secara tahunan.
Meroketnya laba bersih ini salah satunya disebabkan karena pendapatan perusahaan yang melonjak hingga 99,28% YoY menjadi sebesar Rp 1,14 triliun hingga periode 31 Desember 2020. Dari pendapatan sepanjang 2019 yang senilai Rp 576,71 miliar.
Menurut riset Mirae Asset lainnya, yang terbit pada 22 Maret 2021, prospek sektor poultry positif pada tahun ini. Broker asal Korea Selatan ini membubuhkan peringkat overweight untuk sektor ini.
Salah satu sentimen positifnya, terkait kenaikan harga ayam broler sejak Maret, terutama di daerah Jawa Barat. Kinerja yang positif dari ayam pedaging dan DOC sampai Maret telah mendorong harga rerata triwulanan pada triwulan I 2021 menjadi lebih tinggi ketimbang triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun lalu.
Oleh karena itu, Mirae Asset memperkirakan adanya peningkatan marjin lebih lanjut, terutama di segmen DOC pada kuartal I tahun ini.
Selain itu, sentimen lainnya datang dari pemerintah, yang menggulirkan program culling (pemusnahan) DOC (bibit ayam) ketiga, untuk menekan produksi, di tahun ini. Ini merupakan program culling bulan kedelapan secara berturut-turut atau sejak Agustus 2020.
Mirae Asset menyebut, sejauh ini, instruksi culling pemerintah baru-baru ini sejalan dengan ekspektasi sang broker karena Mirae sebelumnya memperkirakan program tersebut akan berlanjut hingga sisa tahun ini.
Dengan sentimen-sentimen positif di atas, Mirae Asset menyimpulkan, investor semakin yakin bahwa masa pemulihan akan terus berlangsung di tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Demand Daging Ayam Tinggi, Jadi Masuk Saham Unggas nih?
