
Rupiah Kok Masih Susah Menguat Ya? Ada Apa Sih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih kesulitan menguat di perdagangan hari ini. Faktor domestik dan eksternal menjadi pemberat langkah mata uang Tanah Air.
Pada Kamis (15/5/2021), US$ 1 setara dengan Rp 14.600 kala pembukaan pasar spot. Tidak berubah dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot di posisi Rp 14.600/US$, sama persis dengan hari sebelumnya alias stagnan. Artinya, sudah lima hari perdagangan beruntun rupiah tidak pernah menguat. Rinciannya, empat kali melemah dan sekali stagnan.
Hari ini, laju mata uang Ibu Pertiwi sepertinya masih berat. Dari dalam negeri, investor menantikan rilis data perdagangan internasional Indonesia.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 12,085% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Sementara impor diproyeksi naik 6,925% yoy sehingga neraca perdagangan bakal surplus US$ 1,6 miliar.
Sedangkan konsensus versi Reuters memperkirakan ekspor tumbuh 11,74% yoy dan impor naik 6%. Neraca perdagangan diramal surplus US$ 1,64 miliar.
Halaman Selanjutnya --> Impor Naik, Rupiah Tertekan
Pada Februari 2021, untuk kali pertama impor tumbuh positif setelah mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sejak Januari 2019. Kemungkinan impor kembali naik bulan setelahnya.
Kenaikan impor terjadi seiring ekonomi yang semakin membaik. Kehadiran vaksi anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) telah mendongrak keyakinan rumah tangga dan dunia usaha.
Peningkatan keyakinan rumah tangga tercermin dari data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Bank Indonesia (BI) mengumumkan IKK periode Maret 2021 berada di 93,4. Meningkat dibandingkan dengan 85,8 dan 84,9 pada Februari dan Januari 2021 dan mencatat rekor tertinggi sejak Desember 2020.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau masih di bawah 100, maka artinya konsumen cenderung pesimistis memandang perekonomian saat ini hingga enam bulan mendatang.
Meski masih di bawah 100, tetapi terlihat IKK dalam tren meningkat. Jika keyakinan ini bisa dijaga, atau bahkan ditingkatkan, maka bukan tidak mungkin pada bulan-bulan mendatang sudah bisa menembus level 100.
Sementara optimisme dunia usaha terihat dari data Purchasing Managers' Index (PMI). Pada Maret 2021, skor PMI Indonesia ada di 53,2. Ini menjadi yang tertinggi dalam sejarah pencatatan PMI.
"Sektor manufaktur Indonesia mengakhiri kuartal I-2021 dengan kuat, di mana pelaku usaha meningkatkan produksi merespons peningkatan pesanan baru. Hasil positif ini memberi harapan bahwa sektor manufaktur bisa menjalani tren positif," tulus Andrew Harker, Economics Director di IHS Markit, seperti dikutip dari siaran tertulis.
Seiring geliat ekonomi, impor pun mulai terangkat. Sebab, dunia usaha membutuhkan lebih banyak bahan baku/penolong dan barang modal untuk merespons peningkatan permintaan.
Kenaikan impor ini memang menunjukkann ekonomi mulai 'sehat' meski belum pulih betul. Namun dampaknya adalah tekanan terhadap rupiah karena tingginya kebutuhan valas dalam rangka impor.
Halaman Selanjutnya --> Wall Street Galau
Sedangkan dari sisi eksternal, investor memang sedang wait and see karena minimnya sentimen besar yang bisa menggerakkan pasar. Minimnya katalis di pasar membuat bursa saham New York ditutup variatif tanpa arah yang jelas. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,16%, S&P 500 turun 0,41%, dan Nasdaq Composite terpangkas 0,99%.
"Kita sudah menjalani periode yang bagus. Pertanyaannya, apakah masih bisa naik? Ini belum jelas," ujar Christopher Grisanti, Chief Equity Strategist di MAI Capital Management, seperti dikutip dari Reuters.
"Sejauh ini, kita semua senang. Namun apakah sekarang kita sudah sampai di titik diminishing return? Saya tidak tahu," tambah Drew Horter, Chief Investment Officer di Tactical Fund Advisors, juga dikutip dari Reuters.
Nah, faktor domestik dan eksternal itu yang membuat rupiah masih sulit menguat. Investor yang masih bersikap hati-hati membuat arus modal yang mengalir ke pasar keuangan Indonesia menjadi terbatas sehingga rupiah kesusahan masuk jalur hijau.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'
