Dolar Australia Makin Mahal jadi Rp 11.180, Ini Penyebabnya!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 April 2021 12:40
Australian dollars are seen in an illustration photo February 8, 2018. REUTERS/Daniel Munoz
Foto: dollar Australia (REUTERS/Daniel Munoz)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Australia melanjutkan kinerja positif sejak awal pekan melawan rupiah. Sentimen konsumen Negeri Kanguru yang melesat ke level tertinggi dalam 11 tahun terakhir membuat dolar Australia semakin mahal.

Pada pukul 10:47 WIB, AU$ 1 setara Rp 11.180,68, dolar Australia menguat 0,25% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Westpac Banking Corp. pagi ini melaporkan sentimen konsumen Australia bulan April naik ke 118,8 dari bulan sebelumnya 111,8.

Indeks sentimen konsumen menggunakan angka 100 sebagai ambang batas. Di atasnya berarti optimisme, sementara di bawah 100 berarti pesimisme. Artinya, konsumen di Australia kini semakin optimis menatap perekonomian.

Kepala ekonom Westpac, Bill Evans, mengatakan rilis tersebut "luar biasa", mengingat saat survei dilakukan pada 5 sampai 10 April lalu banyak kabar kurang sedap. Salah satunya adalah vaksinasi yang kurang lancar.

"Survei tersebut menjadi indikasi konsumen akan menjadi kunci pertumbuhan ekonomi yang di atas tren pada tahun 2021," jata Evans, sebagaimana dilansir bandt.com.au, Rabu (14/4/2021).

Meski demikian, Evans pada kesempatan sebelumnya mengatakan penguatan dolar Australia akan tertahan di kuartal II-2020, dan baru akan menguat lagi melawan mata uang lainnya mulai selanjutnya. 

Kinerja dolar Australia memang kurang bagus belakangan ini, khususnya melawan dolar Amerika Serikat (AS). Tetapi Evans masih yakin ke depannya akan kembali menguat, sebab dolar Australia dikatakan masih undervalue. Sentimen pelaku pasar juga akan membaik di semester II nanti, dan akan menopang penguatan dolar Australia.

Ketika dolar Australia menguat melawan dolar AS, maka rupiah kemungkinan besar juga akan tertekan.

"Model valuasi kami menunjukkan dolar Australia secara signifikan masih undervalue, kami memperkirakan sentimen terhadap risiko akan kembali di sisa tahun 2021. Itu akan konsisten dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi global, yang di sekitar 6%," kata Evans sebagaimana dilansir Poundsterlinglive, Jumat (9/4/2021).

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular