
Kurs Tengah BI Kini Diumumkan Sore Hari, Rupiah Apa Kabar?

Sejatinya dolar AS sedang 'pincang'. Pada pukul 09:31 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,42%.
Namun, koreksi ini dinilai hanya riak kecil di tengah samudera keperkasaan dolar AS. Ya, ke depan sepertinya mata uang Negeri Paman Sam bakal terus perkasa.
Keperkasaan dolar AS ditopang oleh pemulihan ekonomi yang begitu impresif. Akhir pekan lalu, US Bureau of Labor Statistics mengumumkan penciptaan lapangan kerja di Negeri Adidaya pada Maret 2021 mencapai 916.000, tertinggi sejak Agustus 2020.
Lapangan kerja yang semakin tercipta membuat angka pengangguran turun. Per akhir Maret, tingkat pengangguran AS berada di 6%, terendah sejak Maret 2020.
Ekonomi yang pulih tentu akan disertai dengan peningkatan permintaan. Saat permintaan naik, maka harga barang dan jasa juga ikut naik. Terjadi tekanan inflasi.
Jika inflasi AS bisa naik dengan stabil di kisaran 2%, maka bank sentral The Federal Reserve/The Fed kemungkinan bakal merespons dengan mengetatkan kebijakan moneter. Salah satunya dengan menaikkan suku bunga acuan, yang saat ini berada di 0-0,25%, terendah dalam sejarah modern AS.
Ketika itu terjadi, maka imbalan investasi di aset-aset berbasis dolar AS (terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) akan ikut naik. Dolar AS bakal semakin diminati sehingga prospeknya sangat cerah.
"Nilai tukar dolar AS akan mencerminkan ekspektasi pertumbuhan ekonomi AS yang akan melampaui negara-negara lain. Namun di sela-sela penguatan itu, tentu ada saatnya dolar AS menekan tombol 'pause'," sebut Mark McCormick, Global Head of FX Strategy di TD Securities dalam risetnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
