Review Kuartal 1

Cek! Beberapa Mata Uang Ini 'Keok' Dibantai Habis oleh Rupiah

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
02 April 2021 19:20
rupiah detik
Foto: detik.com

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah anjlok melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang kuartal I-2021. Terhadap mitra dagang Asia dan Eropa, rupiah cenderung masih bertahan dengan tak sepenuhnya mengalami gerusan nilai tukar.

Terhadap dolar AS, rupiah di akhir 2020 berada di level Rp 14.040/US$. Di akhir kuartal I-2021, atau pada Rabu (31/3/2021), rupiah berada di level Rp 14.520/US$ yang artinya mengalami pelemahan 3,42%.

Pelemahan terjadi menyusul kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun yang memicu ekspektasi bahwa surat berharga negara (SBN) asal Negeri Sam tersebut bakal terus menguat kuponnya pada penerbitan selanjutnya. Mereka pun melepas aset di negara berkembang dan pulang kampung.

Posisi yield obligasi acuan di AS tersebut pada hari ini, Jumat (2/4/2021) menguat menjadi 1.681% sementara yield obligasi bertenor panjang (30 tahun) naik menjadi 2,3416%. Yield bergerak berlawanan arah dari harga.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang tahun ini hingga 29 Maret lalu, terjadi capital outflow sebesar Rp 26 triliun di pasar obligasi.

Sementara itu, data RTI menyebutkan investor asing selama sebulan terakhir membukukan transaksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 4,15 triliun, menggerus kinerja pembelian bersih (net buy) sepanjang tahun berjalan sebesar Rp 4,2 triliun di pasar reguler.

Meski melemah terhadap mata uang utama dunia, bukan berarti rupiah juga keok terharap mitra dagang utama nasional. Dari total 10 negara tujuan ekspor non-migas Indonesia, lima negara di antaranya mencatatkan pelemahan kurs terhadap rupiah, dan lima lainnya menguat.

Hal ini menunjukkan bahwa secara fundamental kondisi perekonomian Indonesia tidak terlalu buruk jika dibandingkan secara relatif terhadap negara-negara tersebut, sehingga secara psikologis tidak mempengaruhi nilai tukar Mata Uang Garuda terhadap mata uang mereka.

Rupiah sepanjang kuartal tersebut secara fundamental memang belum mendapatkan angin segar karena prospek pertumbuhan ekonomi yang masih menjadi tanda tanya antara terkontraksi, alias minus tanpa pertumbuhan, ataukah sudah ekspansif alias bertumbuh.

Proyeksi konservatif dipatok oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang memperkirakan ekonomi nasional pada 3 bulan pertama tahun ini masih akan menyusut antara -0,1% hingga -1%.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mematok proyeksi yang lebih optimistis dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut bakal berkisar 1,6% hingga 2,1%.

Berdasarkan data Revinitif yang dihimpun oleh Tim Riset CNBC Indonesia, 14 mata uang negara Asia dan Eropa yang menjadi mitra dagang utama Indonesia bergerak variatif dengan persentaseĀ penguatan dan pelemahan yang sama besar.

Tujuh mata uang melemah terhadap rupiah, dipimpin oleh yen Jepang yang anjlok 3,56% sepanjang kuartal I-2021. Sebaliknya, tujuh mata uang lain menguat melawan Mata Uang Garuda, dipimpin oleh poundsterling Inggris yang menguat 4,22% terhadap rupiah.

Penguatan rupiah terhadap mata uang Jepang menguntungkan para investor yang melakukan strategi carry trade, yakni meminjam dana dari perbankan Jepang yang suku bunga acuannya rendah, lalu memakainya untuk membeli rupiah yang suku bunganya tinggi.

Saat ini, selisih (spread) imbal hasil antara obligasi kedua negara mencapai 6,7%. Penguatan rupiah sebagai mata uang target memberi ekstra pengembalian (return) sebesar 3,56% bagi pelaku carry trade ketika berinvestasi rupiah sepanjang kuartal I dan menukarkannya kembali ke yen.

Negara-negara lain juga masih dibayangi risiko kontraksi ekonomi, terutama negara Eropa yang dalam 2 pekan terakhir mencatatkan kenaikan kasus Covid-19 yang berujung pada gelombang ketiga penyebaran virus, sehingga memicu beberapa negara memberlakukan pembatasan aktivitas masyarakat (lockdown) seperti Prancis dan Inggris.

Meski demikian, rupiah justru melemah paling parah terhadap poundsterling (sebesar 4,22%), yang mengindikasikan bahwa trader di pasar uang cenderung memilih mengambil posisi jual (short) terhadap Mata Uang Garuda sepanjang kuartal I-2021 dan mengambil posisi beli (long) terhadap sterling.

Kondisi ini tidak terlepas dari dinamika di pasar surat utang di mana investor global secara umum memang sedang memilih melepas SBN kita, terlihat dari kepemilikan asing yang surut menjadi 22,9% per akhir Maret, dilibas oleh Bank Indonesia (BI) yang kepemilikannya naik menjadi 23%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular