
Gawat! China Ramal Saham Drop, Bakal Ada Gagal Bayar Obligasi

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral China, People's Bank of China, memperingatkan negaranya atas ada risiko keuangan di negara tersebut. Ini termasuk 'osilasi' di pasar saham dan obligasi hingga potensi gagal bayar oleh perusahaan real estate.
Direktur Departemen Pasar Keuangan People's Bank of China Zou Lan mengatakan tekanan akan dialami oleh perusahaan dari skala kecil hingga besar. Di mana mereka mengalami kesulitan pembiayaan dan risiko gagal bayar cukup tinggi.
"Pasar saham, obligasi, dan komoditas menghadapi risiko osilasi. Sejumlah kecil kelompok usaha skala besar masih berada dalam periode risiko terekspos, usaha menengah dan rendah masih menghadapi kesulitan pembiayaan, dan risiko gagal bayar cukup tinggi," katanya, dilansir dari CNBC International, Jumat (2/4/2021).
Pandemi Covid-19 dan tingginya volatilitas atas aliran modal internasional juga menjadi salah satu faktornya. Selain itu, ada risiko lain mulai dari tekanan dari kenaikan harga rumah di beberapa kota, potensi gagal bayar utang serta risiko lain di antara bisnis real estat menengah dan kecil yang memiliki leverage tinggi.
Tahun ini pemerintah China menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6%. Banyak ekonom mengatakan bahwa target ini dinilai konservatif namun memberikan kemampuan kepada pemerintah untuk mengatasi masalah jangka panjang seperti penumpukan hutang.
Laporan dari Allianz, yang mengutip analisis dari anak perusahaannya Euler Hermes, rasio utang terhadap PDB China naik menjadi 285% pada akhir kuartal ketiga tahun 2020. Ini melonjak dari rata-rata 251% antara 2016 hingga 2019.
Sebelumnya, pemerintah China memang mulai serius dalam menanggapi kemungkinan tersebut setelah beberapa perusahaan milik negara, gagal membayar utangnya tahun lalu. Padahal kondisi ini sangat jarang terjadi pada perusahaan yang diyakini investor mendapat dukungan implisit dari pemerintah.
Sedangkan di pasar perumahan, negara ini telah berupaya untuk membatasi spekulasi. Harga rumah baru naik dengan laju tercepat dalam lima bulan di bulan Februari, menurut Reuters.
Sementara itu, pejabat dari People's Bank of China pada konferensi pers hari Kamis menyatakan bahwa kebijakan moneter akan tetap stabil dan mendukung. Zou tidak memberikan rincian spesifik tentang bagaimana penanganan risiko risiko keuangan tersebut.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Digitalisasi Picu Investor Ritel Domestik Bursa RI 'Meledak'
