
Awas! Sesi II IHSG Bisa Semakin Buruk, Bisa Koreksi 2% Lebih

Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka di zona merah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terkoreksi pada penutupan perdagangan sesi pertama Rabu (31/3/2021), di tengah serbuan tiga sentimen negatif secara bersamaan.
IHSG dibuka turun 0,41% ke level 6.062,95 dan berlanjut hingga penutupan sesi pertama dengan koreksi 1,78% (107,979 poin) menjadi 5.963,463. Hanya 108 saham yang menguat, sementara 368 tertekan dan 145 lainnya flat.
Nilai transaksi bursa terhitung tipis, yakni sebesar Rp 5,3 triliun sementara Investor asing mencetak penjualan bersih (net sell) Rp 386,5 miliar di pasar reguler.
Koreksi di bursa nasional terjadi menyusul kombinasi sentimen negatif dari dalam dan luar negeri yang menyergap bursa secara bersamaan. Sentimen negatif dari dalam negeri muncul dari wacana pengurangan investasi saham dan reksa dana BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek).
Sementara itu, risiko pelarian modal (capital outflow) kian membayang tekanan jual sejalan dengan kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) bertenor 10 tahun ke posisi tertinggi selama 14 bulan yakni di level 1,7%.
Tingginya imbal hasil obligasi acuan di AS tersebut bisa memicu penarikan dana dari pasar surat utang nasional, yang memicu pelemahan rupiah. Pada gilirannya, tekanan kurs membuat aset investasi asing di bursa saham menjadi tergerus nilainya ketika ditukarkan ke dolar AS.
Analisis Teknikal
![]() Teknikal IHSG |
Pergerakan IHSG dengan menggunakan periode per jam (hourly) dari indikator Boillinger Band (BB) melalui metode area batas atas (resistance) dan batas bawah (support). Saat ini, IHSG berada di area batas bawah dengan BB yang kembali melebar maka pergerakan IHSG selanjutnya cenderung terdepresiasi.
Untuk mengubah bias menjadi bullish atau penguatan, perlu melewati level resistance yang berada di area 6.010. Sementara untuk melanjutkan tren bearish atau penurunan perlu melewati level support yang berada di area 5.940.
Indikator Relative Strength Index (RSI) sebagai indikator momentum yang membandingkan antara besaran kenaikan dan penurunan harga terkini dalam suatu periode waktu dan berfungsi untuk mendeteksi kondisi jenuh beli (overbought) di atas level 70-80 dan jenuh jual (oversold) di bawah level 30-20.
Saat ini RSI berada di area 19 yang menunjukkan adanya indikator jenuh jual akan tetapi apabila momentum jual sedang kuat, RSI bisa bertahan di level jenuh jual dalam waktu yang lama.
Kuatnya momentum ditunjukkan dengan indikator MACD yang berada di area negatif yang menunjukkan potensi koreksi lanjutan masih terbuka.
Secara keseluruhan, melalui pendekatan teknikal dengan indikator BB di batas bawah dan kembali melebar, maka pergerakan selanjutnya cenderung terkoreksi. Hal ini juga terkonfirmasi dengan indikator MACD yang berada di zona negatif.
Indeks perlu melewati (break) salah satu level resistance atau support, untuk melihat arah pergerakan selanjutnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500