IHSG Tumbang! Tenang....Ada Kabar Baik kok, Saatnya Borong?

Monica Wareza, CNBC Indonesia
31 March 2021 10:10
foto : CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tiba-tiba ambruk di bawah level 6.000 yakni 5.991 pada perdagangan Rabu di sesi I (30/3/2021). Sentimen global datang dari naiknya imbal hasil obligasi AS dan sentimen negatif adanya margin call emiten di bursa saham Wall Street AS.

Data BEI mencatat, meski IHSG sempat anjlok di bawah 6.000, tapi pada pukul 09.43, pelemahan IHSG mulai berkurang yakni di level 6.042. Sepekan terakhir IHSG turun 1,92% dan sebulan terakhir juga minus 5%.

Associate Director Pilarmas Investindo, Maximilianus Nicodemus, menilai secara jangka menengah dan panjang, sebetulnya penurunan IHSG bisa dimanfaatkan untuk membeli alias akumulasi saham di pasar modal. Kendati dalam jangka pendek, memang ada tren koreksi IHSG yang berlanjut.

Dalam jangka pendek IHSG diprediksi bisa ambles ke level 5.945 seiring dengan sentimen negatif dari naiknya imbal hasil obligasi AS, US Treasury khususnya tenor 10 tahun.

"Potensi turun, seperti kita bahas bahwa bisa 55% kemungkinan indeks koreksi besar. Jangak pendek, kami melihat ada di 5.945, kalau ditutup hari ini di bawah 6.000 tapi harapannya sentimen kebijakan fiskal dan moneter dari dalam negeri bisa menopang," kata Maximilianus, dalam dialog CNBC Indonesia TV, Rabu (30/3/2021).

"Kita juga mesti lihat ketika pasar koreksi jangan takut, dulu waktu IHSG sempat 4.000 kita harus akumulasi beli, saat ini fundamental bagus, kebijakan fiskal dan moneter juga menopang pasar dalam jangka menengah. Hanya saja untuk jangak pendek, kami melihat IHSG ke 5.945, kalau ditutup di bawah 6.000 hari ini."

Dia mengatakan dampak dari kenaikan yield US Treasury sangat besar bagi pasar saham global termasuk Indonesia. Kenaikan yield obligasi AS sebesar 2% bisa membuat pasar ekuitas alias pasar saham global bisa ambles 5-7%.

"Kalau US Treasury 2% katakanlah di posisi 2,5%, tentu ujung-ujungnya imbal hasil obligasi AS akan jauh lebih menarik, kami melihat di 2020 adalah tahunnya obligasi, tidak menutup kemungkinan tahun ini juga tahunnya obligasi."

Alasannya, katanya, obligasi punya volalititas yang rendah sehingga investor bisa mendapatkan kupon obligasi yang menarik.

Selain itu, Presiden AS Joe Biden juga akan menggelontorkan stimulus infrastruktur yang akan menjadi sentimen besar pagi pasar.

"Ini yang penting, kalau dilihat dari jumlahnya [stimulus] maka tidak menutup kemungkinan ada ekspektasi inflasi naik dalam 1 tahun apalagi saat ini angkanya sudah 3,1% expexted," katanya.

Dengan potensi kenaikan yield obligasi AS di level 2,8% maka menurut Nico hal yang perlu menjadi perhatian ialah sentimen domestik harus kuat.

"Sentimen domestik harus kuat, besok ada data inflasi, tentu harapannya inflasi kita bisa terkendali, kalau kita lihat secara yoy [year on year] naik tipis, tapi inflasi inti masih berpotensi penurunan. Apalagi mudik tahun ini tidak diperbolehkan, mudik ini kan pendorong ekonomi, sebetulnya ini bisa dikendalikan, mungkin diperbolehkan tapi dengan perketat protokol, kita lihat mobilitas masyarakat mulai tinggi.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular