Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini, pasar keuangan Indonesia cenderung bergerak bervariasi, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah bersama-sama melemah, sedangkan untuk obligasi pemerintah (surat berharga negara/SBN) mengalami penguatan harga.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan ini ambles hingga 2,53% dari posisi akhir pekan lalu ke 6.195,56. IHSG melemah selama empat hari beruntun dan berhasil menguat di perdagangan akhir pekan ini, yakni melesat 1,19%.
Nilai perdagangan selama sepekan tercatat sebesar Rp 53,6 triliun. Investor asing membukukan penjualan bersih (net sell) senilai Rp 791 miliar di pasar reguler.
Sementara itu, pergerakan rupiah sepekan ini juga tercatat masih belum membaik. Rupiah masih kalah dengan dollar Amerika Serikat (AS) yakni melemah 0,07% ke level Rp 14.410/US$ pada pekan ini. Namun, pelemahan rupiah pada pekan ini mulai mengecil dibandingkan pada pekan lalu yang melemah hingga 0,14%.
Adapun pada perdagangan Rabu dan Kamis (24-25 Maret 2021), nilai tukar rupiah sempat melemah ke Rp 14.420/US$. Sepanjang 2021, rupiah pun sudah terdepresiasi 2,64% terhadap dolar AS.
Sementara itu, di tengah pelemahan pasar saham RI dan nilai tukar rupiah, pasar obligasi pemerintah Indonesia kembali diburu oleh investor, ditandai dengan kenaikan harga dan penurunan imbal hasil (yield).
Sentimen yang memburuk pada pekan ini, terutama terkait lonjakan kasus virus corona (Covid-19) di benua Eropa, yang memicu kembali diberlakukannya karantina wilayah (lockdown) dan ketegangan antara China dengan negara sekutu AS juga menjadi pendorong pasar obligasi kembali diburu oleh investor pada pekan ini.
Sebagai acuan untuk pasar obligasi pemerintah RI, yield obligasi berkode FR0087 bertenor 10 tahun mengalami kenaikan sebesar 7,2 basis poin (bp) ke level 6,749%.
Imbal hasil bergerak berkebalikan dari harga obligasi, sehingga kenaikan imbal hasil mengindikasikan koreksi harga dan sebaliknya. Perhitungan imbal hasil dilakukan dalam basis poin yang setara dengan 1/100 dari 1%.
Secara umum, mayoritas SBN acuan tenor 1 tahun hingga 30 tahun mengalami penurunan yield sepanjang pekan ini. Namun untuk SBN bertenor 15 tahun masih mengalami kenaikan yield pada pekan ini.
Pekan depan, sentimen terkait gelombang serangan ketiga (third wave outbreak) pandemi Covid-19 di Eropa sepertinya masih menjadi perhatian pelaku pasar, baik di dalam negeri maupun di global, terutama di kawasan Asia.
Benua Biru memang lagi-lagi terguncang karena wabah virus corona (Corona Virus Disease-2019/Covid-19). Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan, jumlah pasien positif corona di Eropa per 24 Maret 2021 adalah 43.099.204 orang. Bertambah 207.424 orang dibandingkan hari sebelumnya.
Dalam sepekan terakhir, rata-rata penambahan pasien positif adalah 215.930 orang per hari. Lebih tinggi dibandingkan rata-rata sepekan sebelumnya yaitu 192.688 orang per hari.
Perkembangan ini membuat sejumlah negara kembali memberlakukan kebijakan karantina wilayah. Jerman memperpanjang lockdown hingga 18 April 2021, sehingga masyarakat Negeri Panser terpaksa merayakan musim libur Hari Paskah #dirumaaja.
"Ide penutupan aktivitas masyarakat saat Hari Paskah disusun untuk tujuan yang baik. Kita sangat perlu untuk menghentikan gelombang serangan ketiga (third wave outbreak). Ini adalah tanggung jawab saya seorang, saya memohon maaf kepada seluruh rakyat Jerman," kata Angela Merkel, Kanselir Jerman, sebagaimana diwartakan Reuters.
Prancis juga menerapkan lockdown di tujuh daerah, termasuk ibu kota negara, Paris selama sebulan. Jam malam pun diberlakukan yaitu pukul 19:00.
Pemerintah Belanda juga memperpanjang lockdown hingga 20 April 2021. Warga Negeri Kincir Angin dianjurkan untuk tidak bepergian ke luar negeri sampai 15 Mei 2021. Jam malam juga diberlakukan yaitu pukul 22:00.
"Angka pasien positif corona yang membutuhkan perawatan intensif meningkat. Gelombang serangan ketiga mula terlihat nyata, itu yang membuat kebijakan ini (lockdown) diperpanjang. Kita harus menghadapi ini bersama-sama," kata Mark Rutte, Perdana Menteri Belanda, seperti dikutip Reuters.
Phillip Lane, Kepala Ekonom Bank Sentral Uni Eropa (Europe Central Bank/ECB), mengungkapkan bahwa ekonomi Eropa tahun ini diperkirakan tumbuh 4%. Ini sudah memasukkan faktor lockdown.
Namun Lane memperingatkan bahwa kuartal II-2021 sepertinya bakal lumayan berat.
"Sekarang kita akan segera masuk ke kuartal II, yang sepertinya bakal terasa lama," ujarnya kepada CNBC International.
Dinamika ini membuat pelaku pasar mencemaskan prospek pemulihan ekonomi dunia. Ada kemungkinan laju pertumbuhan ekonomi tidak akan secepat perkiraan sebelumnya jika lockdown masih saja terjadi.
Selain itu, kabar dari Terusan Suez yang hingga kini masih belum dapat dilalui oleh kapal-kapal besar kargo maupun lainnya juga sepertinya masih menjadi perhatian pasar.
Di terusan yang menghubungkan Laut Merah dan Laut Tengah ini, kapal peti kemas raksasa Ever Given yang berkapasitas 20.000 kontainer 20 kaki kandas dan menghalangi seluruh jalur pelayaran itu pada Selasa (23/3/2021)
Insiden ini mengakibatkan antrean kemacetan yang cukup panjang dan menyebabkan terusan itu ditutup sementara waktu. Beberapa perusahaan kapal bahkan memutuskan untuk memutar melalui Afrika Selatan, di mana waktu perjalanan bisa memakan waktu sekitar satu minggu, bahkan kemungkinan bisa melebihi satu minggu.
Hingga saat ini, pihak berwenang sudah berupaya sekeras tenaga untuk membuat kapal kargo dengan panjang mencapai 400 meter tersebut untuk mengapung kembali. Bahkan setidaknya beberapa kapal tunda dikerahkan untuk menarik raksasa berukuran 400 meter itu. Namun sejauh ini belum ada perubahan yang cukup berarti mengenai posisi kapal itu.
Pemblokiran semua lalu lintas di Suez oleh Ever Given dapat berdampak besar bagi pengiriman global yang bergerak antara Laut Mediterania dan Laut Merah.
Dalam terusan yang tertutup itu, setidaknya sepuluh kapal tanker yang membawa 13 juta barel minyak mentah dapat terpengaruh oleh pelarangan tersebut, menurut perusahaan analisis minyak Vortexa.
Akibatnya harga minyak telah melonjak 2% karena insiden tersebut. Minyak mentah Brent untuk pengiriman Mei melonjak 2,1% menjadi US$ 62,09 per barel (Rp 897 ribu), setelah sebelumnya jatuh 5,9% dan mencapai level terendah US$ 60,50 (Rp 874 ribu).
Sementara itu, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei naik 2% menjadi US$ 58,95 (Rp 851 ribu) per barel, setelah turun 6,2% di sesi sebelumnya.
Selain dari sentimen gelombang ketiga pandemi Covid-19 di Eropa dan 'macetnya' lalu lintas Terusan Suez, pasar mencermati data dan agenda ekonomi yang akan dirilis pada pekan depan, di mana pada pekan depan sudah memasuki bulan April yang tentunya sudah masuk ke kuartal kedua tahun ini.
Untuk data ekonomi global, pasar cenderung mencermati data ekonomi Negeri Paman Sam (AS), di mana jika data ekonomi AS semakin membaik, bukan tak mungkin yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) akan kembali meninggi dan tentunya saham-saham teknologi akan mendapat aksi jual investor.
Di AS, data ekonomi yang perlu dicermati oleh pelaku pasar pada pekan depan adalah data indeks keyakinan konsumen (IKK), klaim pengangguran, indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager' Index/PMI) manufaktur, non-farming payroll dan tingkat pengangguran.
Sedangkan di Eropa, data dan agenda ekonomi yang akan dirilis pada pekan depan adalah data indeks keyakinan konsumen (IKK), terutama di Zona Euro dan Inggris, data inflasi di Zona Euro dan Jerman, data pertumbuhan ekonomi di Inggris, dan data PMI di benua Eropa.
Khusus untuk data pertumbuhan ekonomi Inggris pada kuartal keempat tahun 2020, pelaku pasar sepertinya akan lebih mencermatinya. Hal ini karena Inggris yang masih menerapkan karantina wilayah (lockdown) sebagian dan tentunya akan berdampak pada pertumbuhan ekonominya.
Sementara itu di kawasan Asia, data ekonomi yang akan dirilis pada pekan depan adalah data PMI manufaktur China-Jepang-Korea Selatan, tingkat pengangguran Jepang, penjualan ritel Jepang, neraca perdagangan Korea Selatan, dan IKK Korea Selatan.
Adapun data ekonomi yang akan dirilis di dalam negeri pada pekan depan adalah data PMI manufaktur periode Maret 2021 dan tingkat inflasi periode Maret 2021.