
OJK Sebut Sektor Keuangan RI Aman Terkendali, Ini Faktanya

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut hingga akhir Februari stabilitas sistem keuangan masih terjaga dan mampu mendorong proses pemulihan perekonomian yang sedang dilakukan pemerintah.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan sejak tahun lalu sebanyak tujuh Peraturan OJK (POJK) dan 10 Surat Edaran OJK (SEOJK) kepada industri jasa keuangan mengenai berbagai ketentuan di industri pasar modal, perbankan, dan IKNB.
"Mengenai perkembangan kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan yang dikeluarkan OJK untuk menjaga sektor usaha dan stabilitas sistem keuangan. Jumlahnya terus meningkat meski trennya semakin melandai sejak akhir tahun lalu," kata Wimboh dalam keterangan resminya mengenai hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK bulan ini, Jumat (26/3/2021).
Nilai outstanding (dikurangi nilai pelunasan) restrukturisasi kredit untuk sektor perbankan sampai dengan Januari 2021 mencapai Rp 825,8 triliun untuk 6,06 juta debitur. Jumlah ini mencapai 15,32% dari total kredit perbankan.
Jika tidak direstrukturisasi, debitur tersebut akan default dan memberikan dampak besar bagi kinerja perbankan. Ini akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan serta perekonomian nasional.
Perbankan telah merestrukturisasi 4,37 juta debitur UMKM dengan total baki debet mencapai Rp328 triliun. Sedangkan jumlah debitur korporasi yang direstrukturisasi sebesar 1,68 juta debitur dengan baki debet sebesar Rp497,7 triliun.
Wimboh mengatakan upaya pemulihan ekonomi akan berjalan dengan baik jika semua pihak tidak berjalan sendiri. Namun senantiasa melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pihak/lembaga terkait dalam mengeluarkan kebijakan.
Saat ini penurunan suku bunga kredit bukan satu-satunya solusi untuk mendorong pertumbuhan kredit.
Berdasarkan data OJK, tren suku bunga menurun yang terjadi di masa pandemi juga belum mampu menjadi stimulus pelaku usaha untuk menggunakan fasilitas kreditnya. Namun penurunan bunga kredit modal kerja dan investasi tidak mempengaruhi jumlah penyaluran kredit perbankan.
Justru yang dibutuhkan adalah mengembalikan demand masyarakat. Efektivitas vaksin akan menjadi game changer bagi percepatan pemulihan ekonomi nasional karena akan memberikan kepercayaan bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas normal kembali.
Untuk diketahui sejak Januari 2020, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) telah mengalami penurunan sebesar 150 bps. Penurunan tersebut telah ditransmisikan oleh perbankan sehingga Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) periode yang sama turun sebesar 101 bps (dari 11,32% menjadi 10,32%), dan Suku Bunga Kredit (SBK) turun sebesar 95 bps (dari 12,99% menjadi 12,03%).
Penurunan tersebut berasal dari penurunan Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) sebesar 86 bps (dari 5,61% ke 4,75%) dan penurunan overhead cost sebesar 29 bps (dari 3,18% ke 2,89%).
Sementara profit margin dan premi risiko naik masing-masing 14 bps (2,53% ke 2,68%) dan 5 bps (1,66% ke 1,71%). Hal tersebut menunjukkan masih terdapat potensi penurunan SBDK dan SBK dari penurunan profit margin. Selain itu, suku bunga dana (deposito 12 bulan) juga mengalami penurunan sebesar 122 bps dari 6,87% menjadi 5,64%.
Namun demikian, hingga Februari kredit perbankan terkontraksi sebesar -2,15% yoy seiring dengan tingginya tren pelunasan kredit serta belum pulihnya permintaan sektor usaha.
Pada Maret 2021, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) tercatat sebesar 3,21%. Sementara itu, likuiditas berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per 17 Maret 2021 terpantau pada level 160,41% dan 34,67%, di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.