Pak Biden, Tolong Dilihat Yield Surat Utangnya...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 March 2021 10:20
Uang Rupiah/CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Namun rupiah kembali terkoreksi di perdagangan pasar spot.

Pada Jumat (26/3/2021), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.446. Rupiah menguat 0,12% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Namun di pasar spot, rupiah malah merah. Pada pukul 10:05 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.430 di mana rupiah melemah 0,07%.

Kala pembukaan pasar, rupiah masih stagnan di Rp 14.420/US$. Sempat menguat tipis ke Rp 14.415/US$, kini rupiah melemah lagi.

Rupiah memang sedang menjalani tren depresiasi. Sejak akhir 2020 (year-to-date), rupiah melemah 2,41% di hadapan dolar AS. Sepanjang bulan ini, depresiasi rupiah tercatat 1,19%.

Seperti biasa, rupiah tidak sendiri. Mayoritas mata uang utama Asia pun tidak berdaya menghadapi dolar AS.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 10:05 WIB:


Halaman Selanjutnya --> Yield Obligasi AS Naik Lagi

Ke depan, sepertinya risiko pelemahan rupiah masih cukup tinggi. Penyebabnya adalah tren kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS.

Pada pukul 09:24 WIB, yield surat utang pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden melonjak 17,1 basis poin (bps) menjadi 1,6314%. Secara year-to-date, yield instrumen ini sudah melonjak 71,94 bps.

Akhir-akhir ini, kenaikan yield US Treasury menjadi momok bagi pasar keuangan global. Kenaikan yield membuat instrumen lain menjadi tidak menarik.

Akhir pekan lalu, yield US Treasury Bonds sempat berada di atas 1,7%. Tidak jauh dari dividend yield indeks S&P 500 yang berada di kisaran 1,9%. Artinya, instrumen aman seperti obligasi memberi imbalan yang bersaing dengan aset berisiko.

"Kami tidak yakin ini adalah garis finis untuk obligasi pemerintah AS, masih bisa lanjut terus. Ini akan membuat mata uang negara-negara berkembang cenderung melemah," sebut riset Citi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular