
Kacau! IHSG Grogi Berat, Tak Bisa Gerak Lincah

Jakarta, CNBC Indonesia-Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka hijau tipis pada perdagangan pagi ini, naik 0,05% ke level 6.159,61. Selang 15 menit perdagangan sesi pertama IHSG masih terdepresiasi 0,06% ke level 6.158,46 pada perdagangan Rabu (24/3/21) setelah sempat ambruk tajam lebih dari 0,5%.
Setelah terkoreksi parah selama tiga hari beruntun, nilai transaksi hari ini sebesar sebesar Rp 1,5 triliun dan terpantau investor asing menjual bersih Rp 133 miliar di pasar reguler.
Asing melakukan pembelian di saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) sebesar Rp 11 miliar dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) Rp 23 miliar.
Sedangkan jual bersih dilakukan asing di saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang dilego Rp 93 miliar dan PT Astra Internasional Tbk (ASII) yang dijual Rp 10 miliar.
Investor sedang mencermati perkembangan pandemi virus corona, utamanya di Eropa. Sepertinya prospek ekonomi Benua Biru tidak akan secerah perkiraan sebelumnya.
Phillip Lane, Kepala Ekonom Bank Sentral Uni Eropa (ECB), mengungkapkan bahwa ekonomi Eropa tahun ini diperkirakan tumbuh 4%. Ini sudah memasukkan faktorlockdown.
Namun Lane memperingatkan bahwa kuartal II-2021 sepertinya bakal lumayan berat. "Sekarang kita akan segera masuk ke kuartal II, yang sepertinya akan terasa lama," ujarnya kepada CNBC International.
Well, pada awal tahun banyak yang menyatakan bahwa 2021 akan menjadi tahun kebangkitan, tahun yang gilang-gemilang. Namun ternyata situasinya seperti ini. Pandemi yang katanya mulai bisa terkendali karena vaksinasi ternyata masih menghantui.
Selanjutnya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS kembali bergerak turun. Pada pukul 04:15 WIB,yielduntuk tenor 10 tahun berada di 1,6137%, turun 2,4 basis poin (bps).
Akhir-akhir ini, kenaikanyieldUS Treasury Bonds menjadi momok bagi pasar keuangan global. Kenaikanyieldsurat utang pemerintah Presiden Joseph 'Joe' Biden membuat instrumen lain menjadi tidak menarik.
Akhir pekan lalu,yieldUS Treasury Bonds sempat berada di atas 1,7%. Tidak jauh daridividend yieldindeks S&P 500 yang berada di kisaran 1,9%. Artinya, instrumen aman seperti obligasi memberi imbalan yang bersaing dengan aset berisiko.
Namun dengan data ekonomi AS yang akhir-akhir ini kuranggreget, mungkin ekspektasi inflasi menjadi mereda. Sepertinya permintaan di Negeri Adidaya masih belum pulih betul, sehingga belum kuat untuk mendorong laju inflasi.
Meredanya ekspektasi inflasi kemudian tercermin dengan penurunanyieldobligasi. Semoga penurunanyieldobligasi pemerintah AS memberi semangat bagi investor untuk kembali memburu aset-aset berisiko di negara berkembang. Namun dengan suramnya prospek ekonomi dunia akibat lockdown di Eropa, entah apakah ini bisa terjadi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500