Ucapan Jujur Bos Indika: Hilirisasi Tidak Selalu Soal Cuan

dob, CNBC Indonesia
24 March 2021 19:10
Direktur Utama PT Indika Energy Tbk (INDY) Arsjad Rasjid
Foto: Direktur Utama PT Indika Energy Tbk (INDY) Arsjad Rasjid

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT Indika Energy Tbk (INDY), Arsjad Rasjid mengatakan hilirisasi batu bara tak melulu soal keuntungan.

"Bisnis tidak bisa cuan terus. Kadang ada ruginya. Jangan sampai salah hitung nanti malah tidak cuan," katanya dalam "Mining Forum: Prospek Industri Minerba 2021 CNBC Indonesia", Rabu (24/03/2021).

Menurutnya, lebih jauh harus dilihat lebih jauh bagaimana nilai tambah dari batu bara tersebut. Contohnya di masa depan akan lebih banyak penggunaan kompor listrik dan lebih lanjut beralih ke mobil listrik.

"Dengan adanya mobil listrik, kebutuhan listrik meningkat. Batu bara adalah apa yang kita miliki. Hanya tinggal bagaimana value added harus dibangun. Ke depan kebutuhan listrik ke depan akan lebih banyak dengan kendaraan listrik," ujarnya lagi.

Dia juga mengungkapkan sejumlah tantangan dalam proses hilirisasi batu bara yang tengah dikembangkan perusahaan batu bara Indonesia, termasuk juga Grup Indika.

"Saya melihat penting sekali apa yang diupayakan pemerintah, ke depan kuncinya adalah sustainability, dari sisi melihat bagaimana kontribusi membantu keran impor kita lebih rendah kalau bisa tidak ada [impor]," katanya.

Dia menegaskan perlu adanya kerja sama antara perusahaan batu bara dalam negeri untuk sama-sama melakukan hilirisasi dan mendorong Indonesia lebih maju lagi.

"Sekarang ini hilirisasi yang harus dilakukan, DME [Dimethyl Ether] misalnya ke gas lain atau value added batu bara lain. Saya melihat kita harus kerja sama, gotong royong supaya negara kita bisa lebih maju lagi," pungkasnya.

Sebagai informasi, pada 7 Desember 2020, INDY sudah ikut serta dalam proyek hilirisasi batu bara ini bekerjasama dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Pertamina. Ketiganya sudah meneken Nota kesepahaman (MoU) kerja sama pengembangan proyek gasifikasi batu bara menjadi DME dengan PT Berkah Bomba Energi, anak usaha Bomba Grup.

Arsjad mengatakan tantangan besar dalam hilirisasi adalah strategi industri. Dengan produksi DME mencapai 6-7 juta ton nantinya bisa digunakan sebagai replacement atau pengganti dari LPG sehingga tak ada impor.

"Tapi kita mesti mikir jangka panjang bagaimana to make sure over supply, musti melihat bagaimana impor sekarang kebutuhan menurun, supaya economic skill penting. Produksi batu bara Indonesia besar. DME berapa besar sebagai replacement, harus ada strategi, suplai demand harus di-manage."

"Jangan sampai membangun sesuatu, suatu hari jadi wasting [terbuang percuma]. Pemerintah harus menjaga supply demand. Kalau misal suplai banyak, demand tak ada berdampak buruk."

"Semua mendukung yang ada untuk hilirisasi ini. Semua juga ingin cepat. Arutmin, KPC [Kaltim Prima Coal], Bukit Asam, kami [juga] sudah tanda tangan dengan Pertamina. Timeline menuju ke sana. Tapi jangan sampai over suplai."

Dia menegaskan strategi ke depan harus terintegrasi sehingga lebih jelas.

"Jangan sampai di dalam konteks industri gas dan lainnya over flow. Bicara strategi besar harus integrated ke depannya lebih jelas. Mesti dilihat juga insentif mana untuk mendorong pembangunan hilirisasi. Jangan sampai salah langkah. Kita mesti create value added tersebut. Bukan hanya di industri baru bara juga, tapi dari industri gas dan lainnya supaya tak ada tumpang tindih.


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Indika Energy (INDY) Gelar RUPST, Intip Potensi Dividen yang Dibagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular