
Kurs NDF Menguat, Rupiah Bisa Bangkit Gak Nih?

Jakarta, CNBC Indonesia -Â Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Jumat (19/3/2021). Kenaikan yield obligasi (Treasury) AS masih menjadi penekan utama rupiah.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.390/US$. Setelahnya, rupiah melemah hingga 0,49% ke Rp 14.460/US$. Posisi rupiah sedikit membaik, berada di level Rp 14.440/US$ melemah 0,35% pada pukul 12:00 WIB.
Rupiah berpeluang terus memangkas pelemahan di sisa perdagangan hari ini, melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (DNF) yang lebih kuat dibandingkan beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi ini.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.462,50 | Rp14.409,2 |
1 Bulan | Rp14.520,00 | Rp14.459,0 |
2 Bulan | Rp14.572,50 | Rp14.524,0 |
3 Bulan | Rp14.628,50 | Rp14.582,4 |
6 Bulan | Rp14.807,00 | Rp14.746,9 |
9 Bulan | Rp14.980,00 | Rp14.907,2 |
1 Tahun | Rp15.135,00 | Rp15.097,2 |
2 Tahun | Rp15.828,00 | Rp15.805,0 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Yield Treasury AS yang melesat 8,8 basis poin ke 1,729% memberikan tekanan bagi pasar saham. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Januari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi, dan The Fed belum membabat habis suku bunganya menjadi 0,25% dan program quantitative easing (QE) belum dijalankan.
Akibat kenaikan tersebut, yield Surat Berharga Negara (SBN) mengalami kenaikan. Yield SBN tenor 10 tahun hari ini naik 7,3 basis poin ke 6,825%. Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, ketika yield naik harga sedang turun begitu juga sebaliknya.
Ketika harga sedang turun, artinya sedang ada aksi jual. Sehingga kenaikan yield bisa menjadi indikasi adanya capital outflow di pasar obligasi.
Capital outflow tersebut memberikan tekanan bagi rupiah. Tidak hanya hari ini, bahkan dalam beberapa bulan terakhir sudah terjadi capital outflow di pasar obligasi yang membuat rupiah sulit menguat.
Melansir data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) pada periode 1 sampai 15 Maret, investor asing melepas kepemilikan SBN nyaris Rp 20 triliun. Capital outflow tersebut lebih besar ketimbang sepanjang bulan Februari Rp 15 triliun.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'
